Penyakit Hog Cholera di Kabupaten Klungkung Tahun 2012 – 2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kebutuhan
masyarakat akan daging babi saat ini semakin meningkat khususnya di daerah
Bali. Secara tradisional ternak babi
memiliki peran penting di dalam kegiatan keagamaan, adat dan sosial. Ternak
babi juga merupakan sumber protein utama bagi konsumsi domestik dan komponen
usaha rumah tangga yang penting sebagai sumber penghasilan (Ratundima, 2012).
Banyaknya kebutuhan daging babi di Bali menyebabkan banyak dikalangan
masyarakat yang berternak babi, baik peternakan besar maupun peternakan yang kecil.
Pemeliharaan ternak babi relatif lebih mudah karena
babi cepat tumbuh dan mempunyai adaptasi yang baik terhadap kondisi iklim yang
beragam mulai dari beriklim sejuk sampai daerah tropis (Ardana dan Putra,
2008), dan dapat memanfaatkan berbagai jenis sumber pakan. Kendala yang
dihadapi pengelolaan peternakan babi adalah timbulnya suatu penyakit yang
menyerang ternak babi tersebut. Penyakit yang umum menyerang babi adalah
mencret putih, cholera, ngorok, cacingan dan penyakit lainnya.
Hog
Cholera adalah
suatu penyakit yang sering terjadi pada babi muda hingga babi dewasa dengan
gejala yang cepat menular dan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Hog Cholera terjadi sepanjang tahun,
namun peningkatan yang signifikan hanya ada pada saat terjadi outbreak.
Penyebaran penyakit hampir merata di seluruh kabupaten di Provinsi Bali dan
lebih banyak terjadi pada peternakan tradisional yang belum dikelola secara
baik. Kandang ternak babi yang masih sederhana dengan beralaskan tanah, tidak
adanya pembersihan kandang, dan jarang adanya upaya penanggulangan penyakit,
baik itu dengan vaksinasi maupun pengobatan terhadap babi yang terinfeksi suatu
penyakit.
1.2
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang diangkat dalam
pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut:
1. Berapakah
jumlah kasus dan prevalensi kejadian Hog
Cholera pada peternakan babi di Kabupaten Klungkung?
2. Apa
saja tindakan pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi penyakit Hog Cholera pada
ternak babi?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan
laporan ini adalah untuk mengetahui tingkat prevalensi penyakit Hog Cholera pada ternak babi di
Kabupaten Klungkung. Tujuan lainnya yaitu untuk mengetahui pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan yang sudah dilakukan oleh Dinas Pertanian
Kabupaten Klungkung untuk meminimalisir tersebarnya penyakit Hog Cholera pada ternak babi di
Kabupaten Klungkung, Bali.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan penulis maupun pembaca tentang penyakit yang tingkat
kejadian tinggi pada hewan khususnya penyakit Hog Cholera pada ternak babi, serta mengetahui cara yang tepat
untuk melakukan tindakan pengobatan dan pencegahan penyakit Hog Cholera pada ternak babi.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Geografi
dan Klimatologi Kabupaten Klungkung
Kabupaten
Klungkung merupakan kabupaten terkecil dari sembilan kabupaten dan kota madya
di Provinsi Bali. Klungkung terletak diantara 115o27’ – 37’’8o49’00’’
LS, dengan batas – batas di sebelah utara Kabupaten Bangli, sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Karangasem, sebelah barat Kabupaten Gianyar dan
sebelah selatan Samudera Hindia, dengan luas 315 km2.
Kabupaten
Klungkung termasuk beiklim tropis. Berbulan-bulan basah dan berbulan-bulan
kering antara kecamatan Nusa Penida dengan Kabupaten Klungkung daratan sangat
berbeda. Curah hujan dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan geografi dan
perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam
menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Rata - rata curah hujan tertinggi
terjadi di Kecamatan Klungkung yaitu sebesar 189 mm dengan rata - rata hari
hujan sebesar 7,17 hari setiap bulannya, sedangkan terendah di Kecamatan Dawan
dengan rata-rata curah hujan sebesar 128 mm dan
rata rata hari hujan 9,50 hari setiap bulannya (Gambaran Umum Wiayah Kabupaten
Klungkung, 2012).
Gambar 2.1 Peta
Wilayah Kabupaten Klungkung
2.2
Etiologi Hog
Cholera
Hog
Cholera juga dikenal dengan nama Classical Swine Fever (CSF) atau
Swine Fever adalah penyakit virus
yang sangat menular pada babi, dapat terjadi secara akut, sub akut dan kronis
disertai angka morbiditas dan mortalitas tinggi. Bentuk akut ditandai oleh
demam tinggi, depresi berat, perdarahan dalam dan sebatas permukaan mukosa.
Bentuk kronis ditandai oleh depresi,, anoreksia, demam ringan dan kesembuhan
dapat terjadi pada babi dewasa.. Virus Hog
Cholera masuk Famili Flaviviridae
dan Genus Pestvirus yang memiliki
hubungan antigenic yang sangat dekat
dengan Bovine Viral Diarrhea Virus
(BVDV) (Berata, 2009).
Virus Hog
Cholera berbentuk bundar dengan diameter berkisar antara 40-50 nm,
mempunyai nucleocapsid berbentuk hexagonal berukuran sekitar 29 nm, dan
mengandung material genetik RNA berbentuk single
stranded dan polarity positif
(Horzinek, 1981). Nucleocapsid
tersebut diselaputi oleh sebuah selubung (envelope) yang mengandung tiga
glikoprotein yakni glokcoprotein El, E2, dan E3 (Thiel et al., 1991). Didalam biakan sel virus menyebar ke sel dekatnya
melalui jembatan sitoplasma, dan dari sel induk ke sel turunannya. Virus Hog Cholera menjadi dewasa di dalam
membran intrasitoplasma hingga antigen virus tidak dapat dikenali dari
permukaan sel yang terinfeksi.
Virus Hog
Cholera dapat dibagi menjadi tiga kelompok yakni virus dengan virulensi
tinggi, virulensi sedang dan virulensi rendah. Akan tetapi pengelompokan virus
berdasarkan virulensi ini kadang-kadang sangat sulit dilakukan karena virus
yang biasanya mempunyai virulensi rendah kadang-kadang dapat juga menimbulkan
penyakit yang parah (Dahle dan Liess, 1995).
Virus
Hog Cholera termasuk virus yang
resisten terhadap lingkungan yang buruk. Akan tetapi viabilitasnya sangat
tergantung pada media dimana virus tersebut berada. Pada media yang sederhana
seperti supernatan kultur sel, virus dapat diinaktivasi dengan pemanasan pada
suhu 56oC selama 1 jam, atau pada suhu 60oC selama 10
menit, sedangkan dalam darah yang didefibrinasi infektivitas virus masih
bertahan setelah mengalami pemanasan selama 1 jam pada suhu 60oC
atau selama 30 menit pada suhu 68oC. Virus juga stabil dalam kisaran
pH yang panjang (antara pH 4 - pH 11). Karena selubung atau envelopenya
mengandung lipid, virus sangat rentan terhadap pelarut lemak seperti eter, chloroform, dan detergent seperti desoxycholate, nonidet P40 dan saponin
(Terpstra, 1991).
2.3
Epidemiologi
Hog
Cholera adalah penyakit yang sangat menular dengan tingkat
kematian mendekati 100% pada daerah wabah baru (Moennig, 2000). Penyakit ini
tersebar di seluruh dunia. Negara yang dilaporkan positif Hog Cholera antara lain Jerman, sebagian negara di Eropa Timur,
Afrika Timur, Afrika Tengah, India, China, Asia Timur dan Tenggara, Amerika
Tengah serta banyak Negara di Amerika Selatan (DAFF, 2008). Di Indonesia, Hog Cholera dilaporkan pertama kali
tahun 1994 terjadi di pulau Sumatra dan secara bertahap menyebar ke Jawa pada
awal tahun 1995, Bali dan Kalimantan pada akhir tahun 1995 dan Papua tahun 2004
(DAFF, 2008).
Dari 3 Provinsi yang
berada di wilayah kerja Balai Besat Veteriner (BBVet) Denpasar yaitu
diantaranya Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT),
ternak babi umumnya lebih banyak dipelihara di Bali dan NTT, dan hanya sedikit
di NTB. Namun demikian bahwa aspek strategis dari unsur Penyakit Hewan menular
Strategis (PHMS) yang menonjol di wilayah ini adalah tingginya angka kematian
dan cepatnya penyebaran penyakit. Berbeda dengan situasi Hog Cholera di Provinsi Bali yang cenderung sudah dapat dikendalikan,
kejadian Hog Cholera di Provinsi NTT
cenderung semakin meluas dari tahun ke tahun (Tenaya dan Diarmita, 2013). Apabila
penyakit ini berjangkit maka akan timbul kerugian ekonomi yang tinggi karena
program pengendalian penyakit melalui program vaksinasi dan pemusnahan
memerlukan biaya yang besar.
2.4
Cara
Penularan
Babi adalah satu-satunya host alami virus Hog Cholera, oleh karena itu babi penderita merupakan sumber
penularan yang terpenting. Virus masuk ke dalam tubuh babi biasanya melalui
rute oronasal. Cara penularan bisa dengan kontak langsung ataupun tidak
langsung. Penularan bisa secara horizontal ataupun vertikal, yakni dari induk
kepada fetus yang dikandung. Penularan transplasental terjadi pada kebuntingan
68 dan 88 hari ditandai dengan viremia pada anak yang dilahirkan dan mati
setelah 1-8 minggu (Fenner et al., 2003). Virus disebarkan lewat cairan mulut,
hidung, mata, kemih, semen, tinja dan darah (Gregg, 2002). Babi yang sembuh dari
Hog Cholera
atau yang menderita penyakit kronis
dapat menyebarkan virus selama berbulan-bulan.
Karena virus Hog
Cholera cukup
resisten terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan diluar host, penularan
dengan cara tidak langsung juga sering terjadi. Penularan tidak langsung dapat
terjadi melalui alat transportasi, sepatu dan pakaian petugas, serta alat
suntik yang dipakai berulang. Virus Hog
Cholera dapat bertahan dalam waktu
yang lama dalam daging babi dan beberapa produk olahannya, terutama dalam
keadaan dingin atau beku.
2.5
Patogenesis
Virus
yang masuk kedalam tubuh babi yang secara alamiah melalui rute oronasal,
mengalami proses absorbsi dan multiplikasi awal pada sel epitel tonsil,
kemudian menyebar ke bagian jaringan limforetikuler dari target organ primer
ini. (Ressang, 1973). Setelah mengalami replikasi pada tonsil, virus menyebar
ke limfoglandula regional (limfoglandula mandibula, retrofaringeal, parotid dan
cervical). Setelah mengalami replikasi di limfoglandula ini, virus masuk
kedalam peredaran darah yang mengakibatkan terjadinya viraemia awal . Virus
tertahan dan mengalami multiplikasi yang cepat pada limpa yang merupakan target
organ sekunder. Multiplikasi virus yang cepat ini berakibat viremia bertambah
hebat. Selanjutnya virus tertahan dan menginvasi limfoglandula visceral dan
superficial, sumsum tulang dan jaringan-jaringan limfoid lain di mukosa usus.
Virus mencapai seluruh tubuh 5-6 hari setelah inokulasi peroral . Pada akhir
stadium viremia, virus menetap dan menginvasi seluruh organ tubuh yang sering
berakibat kematian (Wood et al., 1988). Selain menginvasi sel limfold,
virus ini juga menyebabkan degenerasi dan nekrosa pada sel endotel pembuluh
darah. Kerusakan pada pembuluh darah, trombositopenia dan gangguan sintesa
fibrinogen mengakibatkan perdarahan berupa ptekie dan echymosa yang meluas, yang merupakan salah satu kelainan patologis
yang menonjol pada penyakit ini.
Babi
bunting yang terkena Hog Cholera dapat menulari embrio atau fetus yang
dikandungnya. Virus Hog Cholera dapat menembus barier plasenta pada
semua umur kebuntingan. Virus menyebar secara hematogenous pada plasenta
kemudian menyebar kesemua fetus (Van Oirschot, 1979). Akibat infeksi in utero
pada fetus tergantung pada saat terjadinya infeksi dan virulensi dari virus.
Fetus yang terinfeksi pada saat 45 hari pertama kebuntingan lebih mudah
mengalami kematian prenatal dibandingkan dengan fetus yang terinfeksi saat umur
kebuntingan 65 hari atau lebih. Disamping itu, fetus yang terinfeksi oleh virus
virulensi sedang pada umur kebuntingan 45 hari terakhir, berpeluang lebih besar
untuk memperlihatkan gejala klinis Hog
Cholera pada saat atau beberapa saat setelah kelahiran. Sedangkan, fetus
yang terinfeksi oleh virus virulensi rendah pada saat kebuntingan yang sama
biasanya tidak berakibat buruk karena fetus dapat mengeliminasi virus tersebut
(van Oirschot, 1979).
2.6 Tanda Klinis
Penyakit dapat berjalan perakut, akut, subakut, kronis atau tidak tipikal.
Bentuk klasik Hog
Cholera merupakan
infeksi akut yang disertai demam tinggi, kelesuan, penurunan nafsu makan dan konjungtivitis.
Gejala muncul setelah masa inkubasi 2-4 hari, diikuti adanya muntah, diare dan
atau konstipasi, pneumonia, paresis, paralisis, letargi, tremor, berputar dan
konvulsi.
Perubahan patologi anatomi yang ditemukan pada kasus Hog Cholera
dicirikan dengan terjadinya perdarahan ptekie pada ginjal
terutama pada permukaan korteks sehingga ginjal sering terlihat
berbintik-bintik seperti telur kalkun (turkey-egg
kidney). Pada kulit mengalami perdarahan titik ptekie sampai ekhimosa
sehingga terlihat gejala kemerahan (eritema) dan dapat juga terjadi pada mukosa
usus. Limpa biasanya tidak atau hanya sedikit membengkak, tetapi sering
memperlihatkan infark yang hemorrhagic yang ditandai dengan benjolan berwarna
gelap terutama pada bagian tepi . Infark pada limpa, yang disebabkan oleh
thrombosis pada pembuluh darah kapiler, merupakan lesi yang khas dan dianggap
lesi yang mendekati pathognomonis
(Tarigan et al, 1997). Infark yang meluas di buluh darah submukosa usus besar,
sekum, dan kolon, memicu terbentuknya lesi yang berbentuk seperti kancing baju,
bundar, menonjol di kenal sebagai "button
ulcer". Lesio button ulcer pada usus besar tersebut memiliki arti
diagnostik yang sangat penting dalam diagnosa babi penderita Hog Cholera bersifat spesifik dan
mendekati lesi pathognomonis (Gregg,
2002). Pada otak sering terlihat kelainan berupa perivascular cuffing
(Harkness, 1985). Pada kasus Hog
Cholera akut
dan subakut paru-paru mengalami infark dan perdarahan, yang selanjutnya
terbentuk proses radang paru-paru dan pleura. Jantung terlihat pucat di sertai
kongesti miokard (Tarigan et al, 1997).
Pada bentuk akut
ditandai dengan anoreksia, depresi, suhu meningkat sampai 41- 42º C berlangsung
selama 6 hari. Jumlah leukosit menurun (leukopenia)
dari 9.000 menjadi 3.000/ml darah. Pada awal sakit hewan mengalami
konjungtivitis, dengan air mata berlebihan. Sekresi mata berlebihan bersifat
mucous atau mukopurulen. Demam tinggi diikuti konstipasi dan radang saluran
gastrointestinal menyebabkan diare encer, berlendir, warna abu kekuningan dan
babi terlihat kedinginan.
Pada kasus subakut yang
kurang tipikal, masa inkubasi menjadi panjang dan kelangsungan penyakit klinis
yang lebih lama dengan kematian yang terjadi setelah berminggu atau
berbulan-bulan. Pada kasus kronis dilaporkan ada 3 fase yakni fase permulaan
yang ditandai dengan gejala anorexia,
depresi, suhu tubuh naik dan lekopenia. Setelah beberapa minggu nafsu makan dan
keadaan umum terlihat membaik dan suhu tubuh turun ke suhu normal atau sedikit
di atas normal. Fase kedua ditandai dengan leukopenia yang persisten. Pada fase
ketiga, terlihat gejala nafsu makan menurun, depresi, suhu tubuh meningkat
sampai terjadi kematian. Babi menunjukkan pertumbuhan yang terhambat, mempunyai
lesi pada kulit dan berdiri dengan punggung terlihat melengkung (opistotonus) dan babi dapat bertahan
hidup lebih dari 100 hari.
Pada hewan bunting
ditandai dengan kematian fetus, mumifi kasi, lahir prematur, anomali, lahir
dalam keadaan lemah dan tremor. Anak babi terinfeksi in utero yang mati setelah
lahir sering menunjukkan perdarahan berupa ptekie pada kulit dan organ dalam.
Gambar
2.2 Babi Terinfeksi Penyakit Hog
Cholera
2.7 Diagnosis
Diagnosa Hog
Cholera dapat
didasarkan pada data epidemiologi, gejala klinis, patologis anatomi dan
histopatologi. Identifikasi virus dapat dilakukan dengan Flourescent antibody technique (FAT), Agar gel precipitation test (AGPT), Complement fixation test (CFT), Hemagglutination
inhibition (HI), capture ELISA dan peneguhan penyakit dengan teknik reverse transcriptasepolymerase chain
reaction (RT-PCR) dilaporkan memberikan hasil akurat (Suartha et al., 2008).
Selama ini, diagnosis penyakit Hog
Cholera umumnya
dilakukan dengan melihat gejala klinik dan lesi-lesi bedah bangkai pada hewan
penderita. Berdasarkan pendekatan itu, penyakit Hog Cholera sering
dikelirukan dengan penyakit lain. Diagnosis banding antara lain African swine fever, porcine dermatitis and
nephropathy syndrome (PDNS), post-weaning
multisystemic wasting syndrome (PMWS), thrombocytopenic
purpura, salmonellosis, erysipelas, pasteurellosis, actinobacillosis, dan
infeksi Haemophilus parasuis (OIE,
2008). Berbagai agen bakteri
yang tersebut tadi memang sering menyebabkan infeksi ikutan sehingga menutupi
kasus Hog Cholera (Gregg, 2002).
Secara umum, gejala-gejala, perubahan patologi, dan lesi
histopatologi yang ditemukan pada kasus-kasus tersangka Hog Cholera
pada kajian ini tidak konsisten. Inkonsistensi
tersebut merupakan fenomena khas Hog
Cholera. Gejala dan lesi-lesi yang
beragam menyebabkan Hog Cholera tidak dapat didiagnosis tanpa konfirmasi
laboratorium (OIE, 2008). Diagnosis dan identifikasi virus Hog Cholera di Bali juga sudah dilaporkan
(Wirata et al, 2010).
2.8 Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan yang efektif untuk mengatasi penyakit Hog Cholera adalah vaksinasi dan stamping out. Tindakan yang paling
efektif untuk mencegah atau mengendalikan penyakit adalah melakukan vaksinasi
dengan menggunakan vaksin aktif yang sudah diatenuasi. Keberhasilan program
vaksinasi sangat tergantung dari strain, dosis dan aplikasi vaksin serta status
kesehatan hewan yang divaksinasi.
Pencegahan yang efektif untuk mengatasi penyakit Hog Cholera adalah vaksinasi dan stamping out (Subronto, 2003). Vaksinasi
yang diberikan akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi
antibodi terhadap virus Hog Cholera sehingga
antibodi akan terdeteksi pada babi yang divaksinasi. Pada babi yang tidak
divaksinpun ada kemungkinan ditemukan antibodi. Hal ini bisa terjadi karena
babi sudah mengalami infeksi alam ataupun sudah memiliki maternal antibodi
(Szent-Ivanyi, 1977; van Oirschot, 2003).
Vaksin aktifstrain Cina (C-strain) adalah jenis vaksin yang paling banyak digunakan. Strain
ini diperoleh dari isolat virus yang virulen yang diatenuasi pada kelinci.
Vaksin ini sangat efektif, menginduksi kekebalan dengan cepat dan bertahan
lama. Kekebalan terjadi 1 minggu setelah vaksinasi, dan bertahan selama 2-3
tahun (van Oirschot, 2003). Anak babi dari induk yang divaksin terlindungi
tehadap infeksi Hog Cholera selama
5-8 minggu (Terpstra dan Robijns, 1977). Selain strain C, vaksin aktif seperti Japanese GPE-strain dan French Thiverval strain juga banyak
digunakan (Van Oirchot, 2003). Kedua vaksin terakhir ini diatenuasi pada tissue culture. Vaksin inaktif yang
diproduksi dengan menginaktifkan virus virulen dengan crystal violet dipakai secara luas di Eropa Barat pada tahun
1961-1968. Akan tetapi pemakaian vaksin ini malah menghambat usaha
pemberantasan penyakit (Terpstra dan Robuns, 1977). Hal ini disebabkan
inaktivasi virus kadang-kadang tidak sempurna sehingga babi yang divaksin
menjadi terkena Hog Cholera.
Disamping itu kekebalan yang diinduksi vaksin inaktif tebentuknya lama (2
minggu setelah vaksinasi) dan bertahan tidak lama. Oleh karena itu vaksin
inaktif tidak dipakai lagi.
Pengendalian dapat dilakukan dengan melalui tindakan
karantina. Untuk negara atau daerah yang bebas Hog Cholera usaha dipusatkan pada pencegahan masuknya virus Hog Cholera. Usaha ini meliputi larangan
import atau pemasukan ternak babi beserta produknya dari daerah tertular atau tersangka.
Disamping itu sisa sisa dapur dari angkutan darat, laut atau udara
internasional dari daerah tertular perlu dimusnahkan untuk menjaga kemungkinan
masuknya virus Hog Cholera (Terpstra,
1991). Apabila Hog Cholera muncul
dinegara yang sebelumnya bebas Hog
Cholera, langkah awal yang paling penting untuk segera dilakukan adalah
mencari sumber penularan dan menetapkan luas penyebaran virus yang telah
terjadi. Tindakan penutupan sementara dilakukan terhadap peternakan tertular.
Semua babi yang pernah kontak dan tertular Hog
Cholera dilakukan isolasi, stamping out atau tindakan pemotongan bersyarat.
Lalu lintas ternak babi dan hasil olahannya dari daerah tertular dilarang
keluar atau diperjual belikan. dan di lokasi kasus dicantumkan tanda larangan
“Awas Penyakit Menular”.
Sesuai dengan peraturan International Terrestial Animal Health Code (OIE) dan European Community (EC) negara
pengekspor babi dan hasil olahannya ke negara bebas Hog Cholera harus menunjukkan pernyataan bebas swine fever berdasarkan investigasi serologis. Hewan yang menderita
Hog Cholera tidak dianjurkan untuk
dipotong, tetapi dimusnahkan.
BAB III
METODELOGI
3.1
Metode
Metode kepustakaan merupakan metode
yang dilakukan dengan menggunakan referensi dari buku, jurnal dan internet yang
berhubungan dengan topik yang dibahas, dalam hal ini topik yang dibahas yaitu
mengenai penyakit Hog
Cholera pada
babi.
Data yang diperoleh kemudian
dikumpulkan, disusun dalam bentuk tabel, dan dilakukan perhitungan terhadap
jumlah kasus Hog
Cholera pada
babi, guna mengetahui persentase. Data yang digunakan dalam membuat laporan ini
diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung selama lima tahun terahkir
yaitu dari tahun 2012-2016.
3.2
Lokasi dan Waktu Pengambilan Data
Pengambilan
data mengenai kasus Hog Cholera pada
babi di Kabupaten Klungkung dilakukan di kantor Dinas Pertanian Kabupaten
Klungkung. Pengambilan data didapat dari rekapitulasi data Dinas Pertanian
Kabupaten Klungkung Bidang Kesehatan Hewan selama lima tahun terakhir dari
tahun 2012-2016.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berikut adalah data penyakit strategis yang
dirangkum dari data Dinas Pertanian
Kabupaten Klungkung selama tahun 2012 – 2016 :
Tabel 4.1 Rangkuman
Data Penyakit Strategis Kabupaten Klungkung tahun 2012-2016
No.
|
Penyakit
Strategis
|
Jenis hewan
|
Jumlah Kejadian pada Tahun-
|
Jumlah
|
|||||
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
2016
|
|
||||
1
|
Hog Cholera
|
Babi
|
27
|
11
|
9
|
6
|
0
|
53
|
|
2
|
Streptococcus
|
Babi
|
485
|
324
|
346
|
588
|
412
|
2516
|
|
3
|
BEF
|
Sapi
|
722
|
684
|
759
|
924
|
759
|
3815
|
|
4
|
Colibacillosis
|
Babi
|
2499
|
1331
|
1408
|
1408
|
905
|
7572
|
|
Sapi
|
7
|
2
|
7
|
0
|
5
|
||||
5
|
Coccidiosis
|
Sapi
|
558
|
342
|
429
|
633
|
502
|
2471
|
|
Anjing
|
1
|
0
|
3
|
3
|
0
|
||||
6
|
Scabies
|
Babi
|
883
|
449
|
509
|
524
|
347
|
3379
|
|
Kambing
|
131
|
39
|
23
|
124
|
155
|
||||
Anjing
|
0
|
24
|
84
|
37
|
29
|
||||
Sapi
|
18
|
6
|
18
|
26
|
3
|
||||
7
|
Helmin
|
Sapi
|
799
|
558
|
1297
|
1186
|
687
|
7687
|
|
Babi
|
1097
|
466
|
523
|
412
|
272
|
||||
Kambing
|
17
|
11
|
31
|
122
|
125
|
||||
Anjing
|
0
|
3
|
67
|
13
|
1
|
||||
8
|
Lain-lain
|
Sapi
|
167
|
225
|
371
|
405
|
224
|
2995
|
|
Babi
|
1112
|
232
|
68
|
92
|
49
|
||||
|
|
Kambing
|
0
|
0
|
18
|
32
|
0
|
|
|
Gambar 4.1 Diagram penyakit strategis di Kabupaten Klungkung
tahun 2012-2016 (Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung,
2018)
Dari
beberapa jenis penyakit strategis yang terdata di Dinas Pertanian. Kabupaten
Klungkung, berikut adalah penjabaran lebih lanjut dari kasus Hog Cholera pada tahun 2012 – 2016 :
Tabel 4.2 Jumlah kasus Hog Cholera dan populasi babi
yang ada di Kabupaten Klungkung tahun 2012-2016
Gambar
4.2 Diagram populasi babi
Kabupaten Klungkung tahun 2012-2016
Jika data tersebut dihitung prevalensinya, kasus Hog Cholera di Kabupaten Klungkung tahun
2012-2016 memiliki prevalensi masing-masing :
Prevalensi
tahun 2012 = 0,07%
Prevalensi
tahun 2013 = 0,03%
Prevalensi
tahun 2014 = 0,02%
Prevalensi
tahun 2015 = 0,02%
Prevalensi
tahun 2016 = 0%
4.2 Pembahasan
Catatan data penyakit strategis Kabupaten Klungkung menunjukkan bahwa kasus Hog
Cholera pada beberapa tahun 2012-2015 secara berturut-turut menunjukkan
sebanyak 27, 11,9 ,6 ,dan tidak ada kasus pada tahun 2016. Total jumlah kasus Hog
Cholera pada babi tahun 2012 hingga tahun 2016 adalah 53, dimana ini merupakan
0,17% dari seluruh kejadian penyakit strategis di Kabupaten Klungkung.
Di Kabupaten
Klungkung, terdapat 3 jenis peternakan babi yaitu babi lokal, saddleback dan
landrace. Ketiganya merupakan jenis babi yang termasuk populasi rentan
terhadap penyakit Hog Cholera . Populasi babi pada Kabupaten Klungkung
dari tahun 2012 hingga tahun 2016 secara berurutan adalah 35.619, 34.418,
36.832, 26.205, dan 31.048.
Dari perhitungan ini juga dapat disimpulkan bahwa prevalensi
penyakit Hog Cholera selama dari tahun
2012-2016 yaitu 0,07% pada tahun 2012 ; 0,03% , pada tahun 2013; 0,02% ,pada tahun 2014; 0,02%, pada tahun 2015 dan 0%
pada tahun 2016. Prevalensi penyakit Hog Cholera yang tinggi terjadi pada
tahun 2012. . Data tersebut menunjukkan terjadi perubahan
pada jumlah kejadian Hog Cholera di
Kabupaten Klungkung.
dimana dari tahun ke tahun mengalami penurunan jumlah kasus. Data tersebut
sesuai dengan pernyataan Tenaya dan Diarmita (2013) yang menyatakan bahwa Hog Cholera
di Provinsi Bali yang cenderung sudah dapat dikendalikan. Pengendalian
untuk mengatasi penyakit Hog Cholera
adalah vaksinasi dan stamping out
(Subronto, 2003). Vaksinasi yang diberikan akan merangsang sistem kekebalan
tubuh untuk memproduksi antibodi terhadap virus Hog Cholera sehingga antibodi akan terdeteksi pada babi yang
divaksinasi. Pada babi yang tidak divaksinpun ada kemungkinan ditemukan
antibodi. Hal ini bisa terjadi karena babi sudah mengalami infeksi alam ataupun
sudah memiliki maternal antibodi (Szent-Ivanyi, 1977; van Oirschot, 2003).
Kejadian Hog
Cholera biasanya
terjadi akibat tertular dari babi yang sakit atau akibat dari bahan asal hewan
yang mengandung agen penyakit. Upaya penanggulangan penyakit, manajemen
kesehatan ternak yang buruk, suhu dingin atau lingkungan yang lembab.
Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan menerapkan
manajemen lalu lintas hewan yang baik, apabila ada hewan atau bahan asal hewan
yang masuk ke daerah harus dilengkapi dengan surat-surat kesehatan dari tempat
asal hewan. Upaya lain yang dapat dilakukan yaitu dengan mengadakan sosialisasi
kepada peternak tentang penyakit tersebut, vaksinasi, sanitasi, dan disarankan
kepada peternak jika pada ternaknya ditemukan gejala penyakit yang mengarah ke Hog Cholera agar segera melapor
kepada dinas peternakan atau dokter hewan setempat supaya dapat dilakukan
tindakan sesegera mungkin.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
Dari
data yang didapat di Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Klungkung dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain :
1.
Berdasarkan pengamatan lapangan,
tabulasi data sekunder, dan sitasi artikel ilmiah, maka dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi kejadian outbreak Hog Cholera di Kabupaten Klungkung. Angka
kejadian kasus Hog Cholera dari tahun 2012 hingga 2016 secara berturut-turut
adalah 27, 11, 9, 6, dan 0. Total jumlah kasus Hog Cholera pada babi tahun 2012 hingga tahun 2016 adalah 53,
dimana ini merupakan 0,17% dari seluruh kejadian penyakit strategis di
Kabupaten Klungkung.
2.
Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan
menerapkan manajemen lalu lintas hewan yang baik, sosialisasi kepada peternak
tentang penyakit tersebut, vaksinasi, sanitasi, dan disarankan kepada peternak
jika pada ternaknya ditemukan gejala penyakit yang mengarah ke Hog Cholera agar segera melapor kepada
dinas peternakan atau dokter hewan setempat supaya dapat dilakukan tindakan
sesegera mungkin.
5.2
Saran
1.
Perlu dilakukan sosialisasi kepada
peternak tentang penyakit tersebut, dan disarankan kepada peternak jika pada
ternaknya ditemukan gejala penyakit yang mengarah ke Hog Cholera agar segera melapor kepada dinas peternakan atau dokter
hewan setempat supaya dapat dilakukan tindakan sesegera mungkin.
2.
Disarankan menerapkan manajemen
lalulintas hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan antar daerah untuk
mencegah terjadinya Hog Cholera, dan
didukung oleh pemberian pakan yang mampu memenuhi kebutuhan tubuh hewan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, IBK. dan
Putra, DKH. 2008. Ternak Babi; Manajemen Reproduksi, Produksi, dan Penyakit.
Cetakan Pertama. Udayana University Press.
Berata, IK., Winaya,
IBO., Suarjana, IGK., Suardana, IBK.2009, Pemberantasan Penyakit dan Vaksinasi Hog Cholera Pada Ternak Babi Di Desa
Kelating Tabanan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Dahle, J . and Liess,
B. 1995. Comparative Study With Clones Classical Swine Fever Virus Strains
Alfort And, Glentorf: Clinical, Pathologi Cal, Virological and Serological Findings
In Weaner Pigs . Wiener Tierarztliche
Monatsschrift 82: 232-238.
Departemen of
Agriculture, Fisheries and Forestry (DAFF), 2008. Classical Swine Fever. Departemen of Agriculture,
Fisheries and Forestry. Australia. http://www.daff.gov.au/animal-plant-health/pests-diseases-weeds/animal/ swinefever. Tanggal Akses 10
April 2018.
Gambaran Umum Wiayah Kabupaten
Klungkung. 2012. https://www.slideshare .net /
fitriwardhono/gambaran-wilayah-kabupaten-klungkung. Diakses pada tanggal 10 April 2018
Gregg, D. 2002. Update
On Classical Swine Fever (Hog Cholera). J
Swine Health Prod 10(1). Hal. 33-37.Harkness, JW. 1985 . Classical Swine
Fever Dan Its Diagnosis: A Current View. Vet.
Rec. 116: 288-293.
Horzinek. 1981. Non Arthropod Borne Toga Viruses.
Academic Press, New Work.
OIE. 2008. Classical
swine fever (hog cholera) dalam OIE Terrestrial Manual. www.oie.int. hal.
1092-1106.
Ratundima, EM.,
Suartha, IN., Mahardhika, IGNK..2012. Deteksi Antibodi Terhadap Virus Classical Swine Fever Dengan
Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay. Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(2) : 217 – 227
Ressang, AA. 1973. Studieson Thepathogenesis Of Hog cholera.
I. Demonstrationof Hog Cholera Virus Subsequent To Oral Exposure.
Zb/. Vet. Med. B 20: 256-271.
Suartha, IN.,
Mahardika, IGNK., Dewi, CIAS., Nursanty, KD., Kote, YLS., Handayani, AD.,
Suartini, GAA. 2008. Penerapan teknik Reverse Transcriptase-Polymerase Chain
Reaction untuk peneguhan diagnosis penyakit Distemper pada anjing. Jurnal Veteriner, Vol.9 No.1: 25-32.
Subronto. 2003. Ilmu
Penyakit Ternak (Mamalia). Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta
Szent-Ivanyi, T.,
1977. Eradication of classical swine fever in Hungary. Proceedings of the CEC
Seminar on Hog Cholera/Classical Swine Fever and African Swine Fever. EUR 5904 EN, Hannover, pp. 443–440.
Tarigan, S., Bahm, S.,
Sarosa, A. 1997. Hog Cholera pada Babi. Balai Penelitian Veteriner. Wartazoa. Vol. 6 No. 1
Tenaya, IWM. dan
Diarmita, IK. 2013. Gambaran Situasi dan Hasil Surveilan Penyakit Hog Cholera
di Wilayah Kerja BBVet Denpasar 2009-2012. Buletin
Veteriner. Vol. 25 No. 82 :1-9
Terpstra, C. 1991 . Hog Cholera: An Update Of Present Knowledge.
British Vet . J. 147: 397406.
Thiel, HJ .,
Stark, R., Weiland, E., Rumenapf, T. and Meyers, G. 1991. Hog Cholera Virus :
Molecular Composition Of Virions From A Pestivirus. J. Viro 65: 4705-4712
Van Oirschot, JT.
1979. Experimental Production Of
Congenital Persistent Swine Fever Infections. Ii. Effect On
Functionsof Theimmune System. Veterinary
Microbiology 101, 201-215
Van Oirschot, JT.
2003. Vaccinology of Classical Swine Fever: From Lab to Field. Veterinary Microbiology 96, 367-384.
Wirata, IW., Chandra,
IAS., Narendra, IGN., Wiyana, IBO., Suardana, IBK., Mahardika, IGNK. 2010.
Konfirmasi Virus Classical Swine Fever dari Kasus-Kasus Tersangka pada Babi di
Bali Tahun 2007-2008 dengan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction
(RT-PCR). Laboratorium Biomedik Veteriner, Universitas Udayana,
Denpasar. Jurnal
Veteriner. Vol. 11 No. 3 : 144-151
Wood, L., Brockman,
S., Harkness, J. W. And Edwards, S. 1988. Classical Swine Fever: Virulence Dan Tissue Distribution Of A 1986
English Isolate In Pigs. Vet.
Rec. 122: 391394.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar