Kamis, 01 November 2018


Penyakit Hog Cholera di Kabupaten Klungkung  Tahun 2012 – 2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat akan daging babi saat ini semakin meningkat khususnya di daerah Bali.  Secara tradisional ternak babi memiliki peran penting di dalam kegiatan keagamaan, adat dan sosial. Ternak babi juga merupakan sumber protein utama bagi konsumsi domestik dan komponen usaha rumah tangga yang penting sebagai sumber penghasilan (Ratundima, 2012). Banyaknya kebutuhan daging babi di Bali menyebabkan banyak dikalangan masyarakat yang berternak babi, baik peternakan besar maupun peternakan yang kecil.
Pemeliharaan ternak babi relatif lebih mudah karena babi cepat tumbuh dan mempunyai adaptasi yang baik terhadap kondisi iklim yang beragam mulai dari beriklim sejuk sampai daerah tropis (Ardana dan Putra, 2008), dan dapat memanfaatkan berbagai jenis sumber pakan. Kendala yang dihadapi pengelolaan peternakan babi adalah timbulnya suatu penyakit yang menyerang ternak babi tersebut. Penyakit yang umum menyerang babi adalah mencret putih, cholera, ngorok, cacingan dan penyakit lainnya.
Hog Cholera  adalah suatu penyakit yang sering terjadi pada babi muda hingga babi dewasa dengan gejala yang cepat menular dan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Hog Cholera terjadi sepanjang tahun, namun peningkatan yang signifikan hanya ada pada saat terjadi outbreak. Penyebaran penyakit hampir merata di seluruh kabupaten di Provinsi Bali dan lebih banyak terjadi pada peternakan tradisional yang belum dikelola secara baik. Kandang ternak babi yang masih sederhana dengan beralaskan tanah, tidak adanya pembersihan kandang, dan jarang adanya upaya penanggulangan penyakit, baik itu dengan vaksinasi maupun pengobatan terhadap babi yang terinfeksi suatu penyakit.





1.2     Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat dalam pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut:
1.    Berapakah jumlah kasus dan prevalensi kejadian Hog Cholera pada peternakan babi di Kabupaten Klungkung?
2.    Apa saja tindakan pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi penyakit Hog Cholera pada ternak babi?
1.3  Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui tingkat prevalensi penyakit Hog Cholera pada ternak babi di Kabupaten Klungkung. Tujuan lainnya yaitu untuk mengetahui pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan yang sudah dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung untuk meminimalisir tersebarnya penyakit Hog Cholera pada ternak babi di Kabupaten Klungkung, Bali.

1.4  Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan penulis maupun pembaca tentang penyakit yang tingkat kejadian tinggi pada hewan khususnya penyakit Hog Cholera pada ternak babi, serta mengetahui cara yang tepat untuk melakukan tindakan pengobatan dan pencegahan penyakit Hog Cholera pada ternak babi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Geografi dan Klimatologi Kabupaten Klungkung
Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten terkecil dari sembilan kabupaten dan kota madya di Provinsi Bali. Klungkung terletak diantara 115o27’ – 37’’8o49’00’’ LS, dengan batas – batas di sebelah utara Kabupaten Bangli, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karangasem, sebelah barat Kabupaten Gianyar dan sebelah selatan Samudera Hindia, dengan luas 315 km2.
Kabupaten Klungkung termasuk beiklim tropis. Berbulan-bulan basah dan berbulan-bulan kering antara kecamatan Nusa Penida dengan Kabupaten Klungkung daratan sangat berbeda. Curah hujan dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan geografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Rata - rata curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Klungkung yaitu sebesar 189 mm dengan rata - rata hari hujan sebesar 7,17 hari setiap bulannya, sedangkan terendah di Kecamatan Dawan dengan rata-rata curah hujan sebesar 128 mm dan rata rata hari hujan 9,50 hari setiap bulannya (Gambaran Umum Wiayah Kabupaten Klungkung, 2012).


Gambar 2.1 Peta Wilayah Kabupaten Klungkung

2.2     Etiologi Hog Cholera
Hog Cholera juga dikenal dengan nama Classical Swine Fever (CSF) atau Swine Fever adalah penyakit virus yang sangat menular pada babi, dapat terjadi secara akut, sub akut dan kronis disertai angka morbiditas dan mortalitas tinggi. Bentuk akut ditandai oleh demam tinggi, depresi berat, perdarahan dalam dan sebatas permukaan mukosa. Bentuk kronis ditandai oleh depresi,, anoreksia, demam ringan dan kesembuhan dapat terjadi pada babi dewasa.. Virus Hog Cholera masuk Famili Flaviviridae dan Genus Pestvirus yang memiliki hubungan antigenic yang sangat dekat dengan Bovine Viral Diarrhea Virus (BVDV) (Berata, 2009).
Virus Hog Cholera berbentuk bundar dengan diameter berkisar antara 40-50 nm, mempunyai nucleocapsid berbentuk hexagonal berukuran sekitar 29 nm, dan mengandung material genetik RNA berbentuk single stranded dan polarity positif (Horzinek, 1981). Nucleocapsid tersebut diselaputi oleh sebuah selubung (envelope) yang mengandung tiga glikoprotein yakni glokcoprotein El, E2, dan E3 (Thiel et al., 1991). Didalam biakan sel virus menyebar ke sel dekatnya melalui jembatan sitoplasma, dan dari sel induk ke sel turunannya. Virus Hog Cholera menjadi dewasa di dalam membran intrasitoplasma hingga antigen virus tidak dapat dikenali dari permukaan sel yang terinfeksi.
Virus Hog Cholera dapat dibagi menjadi tiga kelompok yakni virus dengan virulensi tinggi, virulensi sedang dan virulensi rendah. Akan tetapi pengelompokan virus berdasarkan virulensi ini kadang-kadang sangat sulit dilakukan karena virus yang biasanya mempunyai virulensi rendah kadang-kadang dapat juga menimbulkan penyakit yang parah (Dahle dan Liess, 1995).
Virus Hog Cholera termasuk virus yang resisten terhadap lingkungan yang buruk. Akan tetapi viabilitasnya sangat tergantung pada media dimana virus tersebut berada. Pada media yang sederhana seperti supernatan kultur sel, virus dapat diinaktivasi dengan pemanasan pada suhu 56oC selama 1 jam, atau pada suhu 60oC selama 10 menit, sedangkan dalam darah yang didefibrinasi infektivitas virus masih bertahan setelah mengalami pemanasan selama 1 jam pada suhu 60oC atau selama 30 menit pada suhu 68oC. Virus juga stabil dalam kisaran pH yang panjang (antara pH 4 - pH 11). Karena selubung atau envelopenya mengandung lipid, virus sangat rentan terhadap pelarut lemak seperti eter, chloroform, dan detergent seperti desoxycholate, nonidet P40 dan saponin (Terpstra, 1991).

2.3     Epidemiologi
Hog Cholera adalah penyakit yang sangat menular dengan tingkat kematian mendekati 100% pada daerah wabah baru (Moennig, 2000). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Negara yang dilaporkan positif Hog Cholera antara lain Jerman, sebagian negara di Eropa Timur, Afrika Timur, Afrika Tengah, India, China, Asia Timur dan Tenggara, Amerika Tengah serta banyak Negara di Amerika Selatan (DAFF, 2008). Di Indonesia, Hog Cholera dilaporkan pertama kali tahun 1994 terjadi di pulau Sumatra dan secara bertahap menyebar ke Jawa pada awal tahun 1995, Bali dan Kalimantan pada akhir tahun 1995 dan Papua tahun 2004 (DAFF, 2008).
Dari 3 Provinsi yang berada di wilayah kerja Balai Besat Veteriner (BBVet) Denpasar yaitu diantaranya Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), ternak babi umumnya lebih banyak dipelihara di Bali dan NTT, dan hanya sedikit di NTB. Namun demikian bahwa aspek strategis dari unsur Penyakit Hewan menular Strategis (PHMS) yang menonjol di wilayah ini adalah tingginya angka kematian dan cepatnya penyebaran penyakit. Berbeda dengan situasi Hog Cholera di Provinsi Bali yang cenderung sudah dapat dikendalikan, kejadian Hog Cholera di Provinsi NTT cenderung semakin meluas dari tahun ke tahun (Tenaya dan Diarmita, 2013). Apabila penyakit ini berjangkit maka akan timbul kerugian ekonomi yang tinggi karena program pengendalian penyakit melalui program vaksinasi dan pemusnahan memerlukan biaya yang besar.

2.4     Cara Penularan
            Babi adalah satu-satunya host alami virus Hog Cholera, oleh karena itu babi penderita merupakan sumber penularan yang terpenting. Virus masuk ke dalam tubuh babi biasanya melalui rute oronasal. Cara penularan bisa dengan kontak langsung ataupun tidak langsung. Penularan bisa secara horizontal ataupun vertikal, yakni dari induk kepada fetus yang dikandung. Penularan transplasental terjadi pada kebuntingan 68 dan 88 hari ditandai dengan viremia pada anak yang dilahirkan dan mati setelah 1-8 minggu (Fenner et al., 2003). Virus disebarkan lewat cairan mulut, hidung, mata, kemih, semen, tinja dan darah (Gregg, 2002). Babi yang sembuh dari Hog Cholera atau yang menderita penyakit kronis dapat menyebarkan virus selama berbulan-bulan.
            Karena virus Hog Cholera cukup resisten terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan diluar host, penularan dengan cara tidak langsung juga sering terjadi. Penularan tidak langsung dapat terjadi melalui alat transportasi, sepatu dan pakaian petugas, serta alat suntik yang dipakai berulang. Virus Hog Cholera dapat bertahan dalam waktu yang lama dalam daging babi dan beberapa produk olahannya, terutama dalam keadaan dingin atau beku.

2.5     Patogenesis
Virus yang masuk kedalam tubuh babi yang secara alamiah melalui rute oronasal, mengalami proses absorbsi dan multiplikasi awal pada sel epitel tonsil, kemudian menyebar ke bagian jaringan limforetikuler dari target organ primer ini. (Ressang, 1973). Setelah mengalami replikasi pada tonsil, virus menyebar ke limfoglandula regional (limfoglandula mandibula, retrofaringeal, parotid dan cervical). Setelah mengalami replikasi di limfoglandula ini, virus masuk kedalam peredaran darah yang mengakibatkan terjadinya viraemia awal . Virus tertahan dan mengalami multiplikasi yang cepat pada limpa yang merupakan target organ sekunder. Multiplikasi virus yang cepat ini berakibat viremia bertambah hebat. Selanjutnya virus tertahan dan menginvasi limfoglandula visceral dan superficial, sumsum tulang dan jaringan-jaringan limfoid lain di mukosa usus. Virus mencapai seluruh tubuh 5-6 hari setelah inokulasi peroral . Pada akhir stadium viremia, virus menetap dan menginvasi seluruh organ tubuh yang sering berakibat kematian (Wood et al., 1988). Selain menginvasi sel limfold, virus ini juga menyebabkan degenerasi dan nekrosa pada sel endotel pembuluh darah. Kerusakan pada pembuluh darah, trombositopenia dan gangguan sintesa fibrinogen mengakibatkan perdarahan berupa ptekie dan echymosa yang meluas, yang merupakan salah satu kelainan patologis yang menonjol pada penyakit ini.
Babi bunting yang terkena Hog Cholera dapat menulari embrio atau fetus yang dikandungnya. Virus Hog Cholera dapat menembus barier plasenta pada semua umur kebuntingan. Virus menyebar secara hematogenous pada plasenta kemudian menyebar kesemua fetus (Van Oirschot, 1979). Akibat infeksi in utero pada fetus tergantung pada saat terjadinya infeksi dan virulensi dari virus. Fetus yang terinfeksi pada saat 45 hari pertama kebuntingan lebih mudah mengalami kematian prenatal dibandingkan dengan fetus yang terinfeksi saat umur kebuntingan 65 hari atau lebih. Disamping itu, fetus yang terinfeksi oleh virus virulensi sedang pada umur kebuntingan 45 hari terakhir, berpeluang lebih besar untuk memperlihatkan gejala klinis Hog Cholera pada saat atau beberapa saat setelah kelahiran. Sedangkan, fetus yang terinfeksi oleh virus virulensi rendah pada saat kebuntingan yang sama biasanya tidak berakibat buruk karena fetus dapat mengeliminasi virus tersebut (van Oirschot, 1979).

2.6  Tanda Klinis
Penyakit dapat berjalan perakut, akut, subakut, kronis atau tidak tipikal. Bentuk klasik Hog Cholera merupakan infeksi akut yang disertai demam tinggi, kelesuan, penurunan nafsu makan dan konjungtivitis. Gejala muncul setelah masa inkubasi 2-4 hari, diikuti adanya muntah, diare dan atau konstipasi, pneumonia, paresis, paralisis, letargi, tremor, berputar dan konvulsi.
Perubahan patologi anatomi yang ditemukan pada kasus Hog Cholera dicirikan dengan terjadinya perdarahan ptekie pada ginjal terutama pada permukaan korteks sehingga ginjal sering terlihat berbintik-bintik seperti telur kalkun (turkey-egg kidney). Pada kulit mengalami perdarahan titik ptekie sampai ekhimosa sehingga terlihat gejala kemerahan (eritema) dan dapat juga terjadi pada mukosa usus. Limpa biasanya tidak atau hanya sedikit membengkak, tetapi sering memperlihatkan infark yang hemorrhagic yang ditandai dengan benjolan berwarna gelap terutama pada bagian tepi . Infark pada limpa, yang disebabkan oleh thrombosis pada pembuluh darah kapiler, merupakan lesi yang khas dan dianggap lesi yang mendekati pathognomonis (Tarigan et al, 1997). Infark yang meluas di buluh darah submukosa usus besar, sekum, dan kolon, memicu terbentuknya lesi yang berbentuk seperti kancing baju, bundar, menonjol di kenal sebagai "button ulcer". Lesio button ulcer pada usus besar tersebut memiliki arti diagnostik yang sangat penting dalam diagnosa babi penderita Hog Cholera bersifat spesifik dan mendekati lesi pathognomonis (Gregg, 2002). Pada otak sering terlihat kelainan berupa perivascular cuffing (Harkness, 1985). Pada kasus Hog Cholera akut dan subakut paru-paru mengalami infark dan perdarahan, yang selanjutnya terbentuk proses radang paru-paru dan pleura. Jantung terlihat pucat di sertai kongesti miokard (Tarigan et al, 1997).
Pada bentuk akut ditandai dengan anoreksia, depresi, suhu meningkat sampai 41- 42º C berlangsung selama 6 hari. Jumlah leukosit menurun (leukopenia) dari 9.000 menjadi 3.000/ml darah. Pada awal sakit hewan mengalami konjungtivitis, dengan air mata berlebihan. Sekresi mata berlebihan bersifat mucous atau mukopurulen. Demam tinggi diikuti konstipasi dan radang saluran gastrointestinal menyebabkan diare encer, berlendir, warna abu kekuningan dan babi terlihat kedinginan.
Pada kasus subakut yang kurang tipikal, masa inkubasi menjadi panjang dan kelangsungan penyakit klinis yang lebih lama dengan kematian yang terjadi setelah berminggu atau berbulan-bulan. Pada kasus kronis dilaporkan ada 3 fase yakni fase permulaan yang ditandai dengan gejala anorexia, depresi, suhu tubuh naik dan lekopenia. Setelah beberapa minggu nafsu makan dan keadaan umum terlihat membaik dan suhu tubuh turun ke suhu normal atau sedikit di atas normal. Fase kedua ditandai dengan leukopenia yang persisten. Pada fase ketiga, terlihat gejala nafsu makan menurun, depresi, suhu tubuh meningkat sampai terjadi kematian. Babi menunjukkan pertumbuhan yang terhambat, mempunyai lesi pada kulit dan berdiri dengan punggung terlihat melengkung (opistotonus) dan babi dapat bertahan hidup lebih dari 100 hari.
Pada hewan bunting ditandai dengan kematian fetus, mumifi kasi, lahir prematur, anomali, lahir dalam keadaan lemah dan tremor. Anak babi terinfeksi in utero yang mati setelah lahir sering menunjukkan perdarahan berupa ptekie pada kulit dan organ dalam.


Gambar 2.2 Babi Terinfeksi Penyakit Hog Cholera
2.7  Diagnosis
          Diagnosa Hog Cholera dapat didasarkan pada data epidemiologi, gejala klinis, patologis anatomi dan histopatologi. Identifikasi virus dapat dilakukan dengan Flourescent antibody technique (FAT), Agar gel precipitation test (AGPT), Complement fixation test (CFT), Hemagglutination inhibition (HI), capture ELISA dan peneguhan penyakit dengan teknik reverse transcriptasepolymerase chain reaction (RT-PCR) dilaporkan memberikan hasil akurat (Suartha et al., 2008).
          Selama ini, diagnosis penyakit Hog Cholera umumnya dilakukan dengan melihat gejala klinik dan lesi-lesi bedah bangkai pada hewan penderita. Berdasarkan pendekatan itu, penyakit Hog Cholera sering dikelirukan dengan penyakit lain. Diagnosis banding antara lain African swine fever, porcine dermatitis and nephropathy syndrome (PDNS), post-weaning multisystemic wasting syndrome (PMWS), thrombocytopenic purpura, salmonellosis, erysipelas, pasteurellosis, actinobacillosis, dan infeksi Haemophilus parasuis (OIE, 2008). Berbagai agen bakteri yang tersebut tadi memang sering menyebabkan infeksi ikutan sehingga menutupi kasus Hog Cholera (Gregg, 2002).
          Secara umum, gejala-gejala, perubahan patologi, dan lesi histopatologi yang ditemukan pada kasus-kasus tersangka Hog Cholera pada kajian ini tidak konsisten. Inkonsistensi tersebut merupakan fenomena khas Hog Cholera. Gejala dan lesi-lesi yang beragam menyebabkan Hog Cholera tidak dapat didiagnosis tanpa konfirmasi laboratorium (OIE, 2008). Diagnosis dan identifikasi virus Hog Cholera  di Bali juga sudah dilaporkan (Wirata et al, 2010).

2.8  Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan yang efektif untuk mengatasi penyakit Hog Cholera adalah vaksinasi dan stamping out. Tindakan yang paling efektif untuk mencegah atau mengendalikan penyakit adalah melakukan vaksinasi dengan menggunakan vaksin aktif yang sudah diatenuasi. Keberhasilan program vaksinasi sangat tergantung dari strain, dosis dan aplikasi vaksin serta status kesehatan hewan yang divaksinasi.
Pencegahan yang efektif untuk mengatasi penyakit Hog Cholera adalah vaksinasi dan stamping out (Subronto, 2003). Vaksinasi yang diberikan akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi terhadap virus Hog Cholera sehingga antibodi akan terdeteksi pada babi yang divaksinasi. Pada babi yang tidak divaksinpun ada kemungkinan ditemukan antibodi. Hal ini bisa terjadi karena babi sudah mengalami infeksi alam ataupun sudah memiliki maternal antibodi (Szent-Ivanyi, 1977; van Oirschot, 2003).
Vaksin aktifstrain Cina (C-strain) adalah jenis vaksin yang paling banyak digunakan. Strain ini diperoleh dari isolat virus yang virulen yang diatenuasi pada kelinci. Vaksin ini sangat efektif, menginduksi kekebalan dengan cepat dan bertahan lama. Kekebalan terjadi 1 minggu setelah vaksinasi, dan bertahan selama 2-3 tahun (van Oirschot, 2003). Anak babi dari induk yang divaksin terlindungi tehadap infeksi Hog Cholera selama 5-8 minggu (Terpstra dan Robijns, 1977). Selain strain C, vaksin aktif seperti Japanese GPE-strain dan French Thiverval strain juga banyak digunakan (Van Oirchot, 2003). Kedua vaksin terakhir ini diatenuasi pada tissue culture. Vaksin inaktif yang diproduksi dengan menginaktifkan virus virulen dengan crystal violet dipakai secara luas di Eropa Barat pada tahun 1961-1968. Akan tetapi pemakaian vaksin ini malah menghambat usaha pemberantasan penyakit (Terpstra dan Robuns, 1977). Hal ini disebabkan inaktivasi virus kadang-kadang tidak sempurna sehingga babi yang divaksin menjadi terkena Hog Cholera. Disamping itu kekebalan yang diinduksi vaksin inaktif tebentuknya lama (2 minggu setelah vaksinasi) dan bertahan tidak lama. Oleh karena itu vaksin inaktif tidak dipakai lagi.
Pengendalian dapat dilakukan dengan melalui tindakan karantina. Untuk negara atau daerah yang bebas Hog Cholera usaha dipusatkan pada pencegahan masuknya virus Hog Cholera. Usaha ini meliputi larangan import atau pemasukan ternak babi beserta produknya dari daerah tertular atau tersangka. Disamping itu sisa sisa dapur dari angkutan darat, laut atau udara internasional dari daerah tertular perlu dimusnahkan untuk menjaga kemungkinan masuknya virus Hog Cholera (Terpstra, 1991). Apabila Hog Cholera muncul dinegara yang sebelumnya bebas Hog Cholera, langkah awal yang paling penting untuk segera dilakukan adalah mencari sumber penularan dan menetapkan luas penyebaran virus yang telah terjadi. Tindakan penutupan sementara dilakukan terhadap peternakan tertular. Semua babi yang pernah kontak dan tertular Hog Cholera dilakukan isolasi, stamping out atau tindakan pemotongan bersyarat. Lalu lintas ternak babi dan hasil olahannya dari daerah tertular dilarang keluar atau diperjual belikan. dan di lokasi kasus dicantumkan tanda larangan “Awas Penyakit Menular”.
Sesuai dengan peraturan International Terrestial Animal Health Code (OIE) dan European Community (EC) negara pengekspor babi dan hasil olahannya ke negara bebas Hog Cholera harus menunjukkan pernyataan bebas swine fever berdasarkan investigasi serologis. Hewan yang menderita Hog Cholera tidak dianjurkan untuk dipotong, tetapi dimusnahkan.


BAB III
METODELOGI

3.1 Metode
          Metode kepustakaan merupakan metode yang dilakukan dengan menggunakan referensi dari buku, jurnal dan internet yang berhubungan dengan topik yang dibahas, dalam hal ini topik yang dibahas yaitu mengenai penyakit Hog Cholera pada babi.
          Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan, disusun dalam bentuk tabel, dan dilakukan perhitungan terhadap jumlah kasus Hog Cholera pada babi, guna mengetahui persentase. Data yang digunakan dalam membuat laporan ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung selama lima tahun terahkir yaitu dari tahun 2012-2016.
3.2 Lokasi dan Waktu Pengambilan Data
          Pengambilan data mengenai kasus Hog Cholera pada babi di Kabupaten Klungkung dilakukan di kantor Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung. Pengambilan data didapat dari rekapitulasi data Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung Bidang Kesehatan Hewan selama lima tahun terakhir dari tahun 2012-2016.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil
Berikut adalah data penyakit strategis yang dirangkum dari data Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung  selama tahun 2012 – 2016 :
Tabel 4.1 Rangkuman Data Penyakit Strategis Kabupaten Klungkung tahun 2012-2016
No.
Penyakit Strategis
Jenis hewan
Jumlah Kejadian pada Tahun-
Jumlah
2012
2013
2014
2015
2016

1
Hog Cholera
Babi
27
11
9
6
0
53
2
Streptococcus
Babi
485
324
346
588
412
2516
3
BEF
Sapi
722
684
759
924
759
3815
4
Colibacillosis
 Babi
2499
1331
1408
1408
905
7572
Sapi
7
2
7
0
5
5
Coccidiosis
Sapi
558
342
429
633
502
2471
Anjing
1
0
3
3
0
6

Scabies

Babi
883
449
509
524
347
3379
Kambing
131
39
23
124
155
Anjing
0
24
84
37
29
Sapi
18
6
18
26
3
7
Helmin
Sapi
799
558
1297
1186
687
7687
Babi
1097
466
523
412
272
Kambing
17
11
31
122
125
Anjing
0
3
67
13
1
8
Lain-lain
Sapi
167
225
371
405
224
2995
Babi
1112
232
68
92
49


Kambing
0
0
18
32
0



Gambar 4.1 Diagram penyakit strategis di Kabupaten Klungkung tahun 2012-2016 (Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung, 2018)

   Dari beberapa jenis penyakit strategis yang terdata di Dinas Pertanian. Kabupaten Klungkung, berikut adalah penjabaran lebih lanjut dari kasus Hog Cholera pada tahun 2012 – 2016 :


Tabel 4.2 Jumlah kasus Hog Cholera dan populasi babi yang ada di Kabupaten Klungkung tahun 2012-2016

Gambar 4.2 Diagram populasi babi Kabupaten Klungkung tahun 2012-2016
 Gambar 4.3 Diagram kejadian Hog Cholera di Kabupaten Klungkung pada tahun 2012-2016


Jika data tersebut dihitung prevalensinya, kasus Hog Cholera di Kabupaten Klungkung tahun 2012-2016 memiliki prevalensi masing-masing :

Prevalensi tahun 2012 = 0,07%
Prevalensi tahun 2013 = 0,03%
Prevalensi tahun 2014 = 0,02%
Prevalensi tahun 2015 = 0,02%
Prevalensi tahun 2016 = 0%

4.2  Pembahasan
Catatan data penyakit strategis Kabupaten Klungkung menunjukkan bahwa kasus Hog Cholera pada beberapa tahun 2012-2015 secara berturut-turut menunjukkan sebanyak 27, 11,9 ,6 ,dan tidak ada kasus pada tahun 2016. Total jumlah kasus Hog Cholera pada babi tahun 2012 hingga tahun 2016 adalah 53, dimana ini merupakan 0,17% dari seluruh kejadian penyakit strategis di Kabupaten Klungkung.
Di Kabupaten Klungkung, terdapat 3 jenis peternakan babi yaitu babi lokal, saddleback dan landrace. Ketiganya merupakan jenis babi yang termasuk populasi rentan terhadap penyakit Hog Cholera . Populasi babi pada Kabupaten Klungkung dari tahun 2012 hingga tahun 2016 secara berurutan adalah 35.619, 34.418, 36.832, 26.205, dan 31.048.
Dari perhitungan ini juga dapat disimpulkan bahwa prevalensi penyakit Hog Cholera selama dari tahun 2012-2016 yaitu 0,07% pada tahun 2012 ; 0,03% , pada tahun 2013; 0,02% ,pada tahun 2014; 0,02%, pada tahun 2015 dan 0% pada tahun 2016.  Prevalensi penyakit Hog Cholera yang tinggi terjadi pada tahun 2012. . Data tersebut menunjukkan terjadi perubahan pada jumlah kejadian Hog Cholera di Kabupaten Klungkung. dimana dari tahun ke tahun mengalami penurunan jumlah kasus. Data tersebut sesuai dengan pernyataan Tenaya dan Diarmita (2013) yang menyatakan bahwa Hog Cholera di Provinsi Bali yang cenderung sudah dapat dikendalikan. Pengendalian untuk mengatasi penyakit Hog Cholera adalah vaksinasi dan stamping out (Subronto, 2003). Vaksinasi yang diberikan akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi terhadap virus Hog Cholera sehingga antibodi akan terdeteksi pada babi yang divaksinasi. Pada babi yang tidak divaksinpun ada kemungkinan ditemukan antibodi. Hal ini bisa terjadi karena babi sudah mengalami infeksi alam ataupun sudah memiliki maternal antibodi (Szent-Ivanyi, 1977; van Oirschot, 2003).
Kejadian Hog Cholera biasanya terjadi akibat tertular dari babi yang sakit atau akibat dari bahan asal hewan yang mengandung agen penyakit. Upaya penanggulangan penyakit, manajemen kesehatan ternak yang buruk, suhu dingin atau lingkungan yang lembab.
Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan menerapkan manajemen lalu lintas hewan yang baik, apabila ada hewan atau bahan asal hewan yang masuk ke daerah harus dilengkapi dengan surat-surat kesehatan dari tempat asal hewan. Upaya lain yang dapat dilakukan yaitu dengan mengadakan sosialisasi kepada peternak tentang penyakit tersebut, vaksinasi, sanitasi, dan disarankan kepada peternak jika pada ternaknya ditemukan gejala penyakit yang mengarah ke Hog Cholera agar segera melapor kepada dinas peternakan atau dokter hewan setempat supaya dapat dilakukan tindakan sesegera mungkin.














BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1    Simpulan
Dari data yang didapat di Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Klungkung dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain :
1.      Berdasarkan pengamatan lapangan, tabulasi data sekunder, dan sitasi artikel ilmiah, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi kejadian outbreak Hog Cholera di Kabupaten Klungkung. Angka kejadian kasus Hog Cholera dari tahun 2012 hingga 2016 secara berturut-turut adalah 27, 11, 9, 6, dan 0. Total jumlah kasus Hog Cholera pada babi tahun 2012 hingga tahun 2016 adalah 53, dimana ini merupakan 0,17% dari seluruh kejadian penyakit strategis di Kabupaten Klungkung.
2.      Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan menerapkan manajemen lalu lintas hewan yang baik, sosialisasi kepada peternak tentang penyakit tersebut, vaksinasi, sanitasi, dan disarankan kepada peternak jika pada ternaknya ditemukan gejala penyakit yang mengarah ke Hog Cholera agar segera melapor kepada dinas peternakan atau dokter hewan setempat supaya dapat dilakukan tindakan sesegera mungkin.
5.2    Saran
1.      Perlu dilakukan sosialisasi kepada peternak tentang penyakit tersebut, dan disarankan kepada peternak jika pada ternaknya ditemukan gejala penyakit yang mengarah ke Hog Cholera agar segera melapor kepada dinas peternakan atau dokter hewan setempat supaya dapat dilakukan tindakan sesegera mungkin.
2.      Disarankan menerapkan manajemen lalulintas hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan antar daerah untuk mencegah terjadinya Hog Cholera, dan didukung oleh pemberian pakan yang mampu memenuhi kebutuhan tubuh hewan.



DAFTAR PUSTAKA

Ardana, IBK. dan Putra, DKH. 2008. Ternak Babi; Manajemen Reproduksi, Produksi, dan Penyakit. Cetakan Pertama. Udayana University Press.
Berata, IK., Winaya, IBO., Suarjana, IGK., Suardana, IBK.2009, Pemberantasan Penyakit dan Vaksinasi Hog Cholera Pada Ternak Babi Di Desa Kelating Tabanan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Dahle, J . and Liess, B. 1995. Comparative Study With Clones Classical Swine Fever Virus Strains Alfort And, Glentorf: Clinical, Pathologi Cal, Virological and Serological Findings In Weaner Pigs . Wiener Tierarztliche Monatsschrift 82: 232-238.
Departemen of Agriculture, Fisheries and Forestry (DAFF), 2008. Classical Swine Fever. Departemen of Agriculture, Fisheries and Forestry. Australia. http://www.daff.gov.au/animal-plant-health/pests-diseases-weeds/animal/ swinefever. Tanggal Akses 10 April 2018.
Gambaran Umum Wiayah Kabupaten Klungkung. 2012. https://www.slideshare .net / fitriwardhono/gambaran-wilayah-kabupaten-klungkung. Diakses pada tanggal 10 April 2018
Gregg, D. 2002. Update On Classical Swine Fever (Hog Cholera). J Swine Health Prod 10(1). Hal. 33-37.Harkness, JW. 1985 . Classical Swine Fever Dan Its Diagnosis: A Current View. Vet. Rec. 116: 288-293.
Horzinek. 1981. Non Arthropod Borne Toga Viruses. Academic Press, New Work.
OIE. 2008. Classical swine fever (hog cholera) dalam OIE Terrestrial Manual. www.oie.int. hal. 1092-1106.
Ratundima, EM., Suartha, IN., Mahardhika, IGNK..2012.  Deteksi Antibodi  Terhadap Virus Classical Swine Fever Dengan Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay.  Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(2) : 217 – 227
Ressang, AA. 1973. Studieson Thepathogenesis Of Hog cholera. I. Demonstrationof Hog Cholera Virus Subsequent To Oral Exposure. Zb/. Vet. Med. B 20: 256-271.
Suartha, IN., Mahardika, IGNK., Dewi, CIAS., Nursanty, KD., Kote, YLS., Handayani, AD., Suartini, GAA. 2008. Penerapan teknik Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction untuk peneguhan diagnosis penyakit Distemper pada anjing. Jurnal Veteriner, Vol.9 No.1: 25-32.
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia). Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta
Szent-Ivanyi, T., 1977. Eradication of classical swine fever in Hungary. Proceedings of the CEC Seminar on Hog Cholera/Classical Swine Fever and African Swine Fever. EUR 5904 EN, Hannover, pp. 443–440.
Tarigan, S., Bahm, S., Sarosa, A. 1997. Hog Cholera pada Babi. Balai Penelitian Veteriner. Wartazoa. Vol. 6 No. 1
Tenaya, IWM. dan Diarmita, IK. 2013. Gambaran Situasi dan Hasil Surveilan Penyakit Hog Cholera di Wilayah Kerja BBVet Denpasar 2009-2012. Buletin Veteriner. Vol. 25 No. 82 :1-9
Terpstra, C. 1991 . Hog Cholera: An Update Of Present Knowledge. British Vet . J. 147: 397406.
Thiel, HJ ., Stark, R., Weiland, E., Rumenapf, T. and Meyers, G. 1991. Hog Cholera Virus : Molecular Composition Of Virions From A Pestivirus. J. Viro 65: 4705-4712
Van Oirschot, JT. 1979. Experimental Production Of Congenital Persistent Swine Fever Infections. Ii. Effect On Functionsof Theimmune System. Veterinary Microbiology 101, 201-215
Van Oirschot, JT. 2003. Vaccinology of Classical Swine Fever: From Lab to Field. Veterinary Microbiology 96, 367-384.
Wirata, IW., Chandra, IAS., Narendra, IGN., Wiyana, IBO., Suardana, IBK., Mahardika, IGNK. 2010. Konfirmasi Virus Classical Swine Fever dari Kasus-Kasus Tersangka pada Babi di Bali Tahun 2007-2008 dengan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Laboratorium Biomedik Veteriner, Universitas Udayana, Denpasar. Jurnal Veteriner. Vol. 11 No. 3 : 144-151
Wood, L., Brockman, S., Harkness, J. W. And Edwards, S. 1988. Classical Swine Fever: Virulence Dan Tissue Distribution Of A 1986 English Isolate In Pigs. Vet. Rec. 122: 391394.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar