Senin, 09 Maret 2015

farmakologi veteriner : golongan dari obat anti virus

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Virus adalah micro organisme yang bersifat parasit dengan menginfeksi atau memanfaatkan sel organisme biologis mahluk hidup lainnya seperti manusia, hewan, tanaman sebagai inangnya. Virus tumbuh dan berkembang biak di sel organisme biologis mahluk hidup lain karena virus hanya terdiri dari selubung protein yang terbentuk dari DNA atau RNA saja dan tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi.
Selama bertahun-tahun terdapat anggapan bahwa sangatlah sulit untuk mendapatkan kemoterapi antivirus dengan selektivitas yang tinggi. Siklus replikasi virus yang dianggap sangat mirip dengan metabolisme normal manusia menyebabkan setiap usaha untuk menekan reproduksi virus juga dapat membahayakan sel yang terinfeksi. Bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengertian yang lebih dalam mengenai tahap-tahap spesifik dalam replikasi virus sebaga target kemoterapi anti virus, semakin jelas bahwa kemoterapi pada infeksi virus dapat dicapai dan reproduksi virus dapat ditekan dengan efek yang minimal pada sel hospes. 


1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas adapun rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut.
1)               Apa yang dimaksud dengan virus?
2)               Apa saja golongan dari obat-obat anti virus dan bagaimana kinerja dari obat- obat tersebut?

1.3    Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan paper ini adalah sebagai berikut.
1)             Untuk mengetahui yang dimaksud dengan virus.
2)             Untuk mengetahui golongan obat-obat dan kinerja dari obat yang termasuk anti virus.
1.4    Manfaat
Manfaat dari pembuatan paper ini adalah paper ini dapat membantu memberikan informasi bagi mahasiswa yang sedang dalam proses pembelajaran kerja obat-obat antivirus.


























BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Virus
         Virus ( Sansk, visham = racun ) adalah mikroorganisme hidup yang terkecil (besarnya 20-300 mikron), kecuali prion, yaitu virus penyebab penyakit sapi gila BSE dan p. Creutzfeldt-Jakob yang k.l. 100 kali lebih kecil. Virus hanya dapat dilihat dengan mikroskop-elektron ( dengan pembesaran maksimal 200.000 kali ) dan tidak dengan mikroskop biasa ( dengan pembesaran maksimal 4.000 kali ). Virus adalah jasad biologis, bukan hewan, bukan tanaman, tanpa struktur sel dan tidak berdaya untuk hidup dan memperbanyak diri secara mandiri. Virus merupakan parasit yang hanya dapat hidup di dalam sel-sel yang dimasukinya. Di situ virus memperbanyak diri dengan jalan mengambil-alih seluruh metabolismenya. Akhirnya, sel-sel tersebut mati.
Virus hanya dapat ditanggulangi oleh antibodies selama masih berada di dalam darah. Bila virus sudah masuk ke dalam sel, segera system-interferon dengan khasiat antiviralnya turun tangan, lazimnya dalam beberapa jam setelah dimulainya infeksi. Interferon adalah protein yang dibentuk oleh sel-sel terinfeksi virus dengan maksud melindungi sel-sel lain terhadap penyebaran infeksi .Virus tidak bisa membiak lagi dalam sel-sel yang telah berkontak dengan interferon. Selama bertahun – tahun terdapat anggapan bahwa sangatlah sulit untuk mendapatkan kemoterapi antivirus dengan selektivitas yang tinggi. Siklus replikasi virus yang dianggap sangat mirip dengan metabolisme normal manusia menyebabkan setiap usaha untuk menekan reproduksi virus juga dapat membahayakan sel yang terinfeksi. Bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengertian yang lebih dalam mengenai tahap-tahap spesifik dalam replikasi virus sebagai target kemoterapi antivirus, semakin jelas bahwa kemoterapi pada infeksi virus dapat dicapai dan reproduksi virus dapat ditekan dengan efek yang minimal pada sel hospes.
Siklus replikasi virus secara garis besar dapat dibagi menjadi 10 langkah: adsorpi virus ke sel (pengikatan , attachment), penetrasi virus ke sel, uncoating (dekapsidasi), transkripsi tahap awal, translasi tahap awal, replikasi genom virus, trankripsi tahap akhir, assembly virus dan penglepasan virus. HIV juga mengalami tahapan-tahapan diatas dengan beberapa modifikasi yaitu pada transkripsi awal (tahap4) yang diganti dengan reversetranscription; translasi awal (tahap5) diganti dengan integrasi; dan tahap akhir (assembly dan penglepasan) terjadi bersamaan sebagai proses “ budding “ dan diikuti dengan maturasi virus. Semua tahap ini dapat menjadi target intervensi kemoterapi.
Selain dari pada tahapan yang spesifik pada replikasi virus, ada sejumlah enzim hospes dan proses-proses yang melibatkan sel hospes yang berperan dalam sintesis protein virus. Semua proses ini juga dapat dipertimbangkan sebagai target kemoterapi antivirus.

2.2 Golongan Obat-Obat  Anti Virus
            Obat antivirus yang akan dibahas dalam tiga bagian besar yaitu pembahasan mengenai :
1.      Antivirus Hervers
2.      Anti Retrovirus
3.      Antivirus Influenza

1)      Antivirus hervers
Virus hervers dihubungkan dengan spectrum luas penyakit-penyakit, yaitu bisul dingin, essencevalitis, dan infeksi genital, yang terakhir merupakan bahaya untuk bayi baru lahir selama persalinan. Obat-obat yang efektif terhadap virus ini bekerja selama fase akut infeksi virus dan tidak memberikan efek pada fase laten. Kecuali foskarnet, obat-obat tersebut adalah analokpurin atau pirimidin yang menghambat sintesis virus DNA. Obat yang termasuk kedalam antivirus untuk herves adalah sebagai berikut :

a.   Acyclovir
Acyclovir merupakan obat antivirus yang paling banyak digunakan karena efektif terhadap virus herpers. Mekanisme kerja dari Acyclovir, suatu analog guanosin yang tidak mempunyai gugus glukosa, mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode hervers virus, timidinkinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan. Analokmonofofat diubah ke bentuk di-dantrifosfat oleh sel pejamu. Trifosfatacyclovir berpacu dengan deoksiguanosintrifosfat (dGTP) sebagai suatu subsrat untuk DNA polymerase dan masuk ke dalam DNA virus yang menyebabkan terminasi rantai DNA yang premature. Ikatan yang irrevelsibel dari template primer yang mengandung acyclovir ke DNA polymerase melumpuhkan enzim. Zat ini kurang efektif terhadap enzim penjamu.
Resistensi dari Acyclovir, Timidinkinase yang sudah berubah atau berkurang dan polymerase DNA telah ditemukan dalam beberapa strain virus yang resisten. Resistensi terhadap acyclovir disebabkan oleh mutasi pada gen timidinkinase virus atau pada gen DNA polymerase. Mekanisme kerja analog purin dan pirimidin adalah acyclovir dimetabolisme oleh enzim kinase virus menjadi senyawa intermediet. Senyawa intermediet acyclovir (obat obat seperti idosuridin, sitarabin, vidaradin, dan zidovudin) dimetabolisme lebih lanjut oleh enzim kinase sel hospes menjadi analog nukleotida, yang bekerja menghambat replikasi virus.
Indikasi dari Acyclovir adalah infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik local maupun sistemik (termasuk keratitisherpetic, herpeticensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal, dan herpes labialis.) dan infeksi VZV(varisela dan herpes zoster). Karena kepekaan acyclovir terhadap VZV kurang dibandingkan dengan HSV, dosis yang diperlukan untuk terapi kasus varisela dan zoster lebih tinggi daripada terapi infeksi HSV.
Dosis dari Acyclovir adalah untuk herpes genital yaitu 5Xsehari 200mg tablet, sedangkan untuk herpes zoster ialah 4x400mg sehari. Penggunaan topical untuk keratitis herpetic adalah dalam bentuk krim ophthalmic 3% dank rim 5% untuk herpes labialis. Untuk herpes ensefalitis, HSV berat lain nya dan infeksi VZV digunakan asiklovirintravena 30mg/kgBBperhari.
Farmakokinetik dari Acyclovir adalah pemberian obat bisa secara intravena, oral atau topical. Efektivitas pemberian topical diragukan karena obat tersebar keseluruh tubuh, termasuk cairan serebrospinal. Acyclovir sebagian dimetabolisme menjadi produk yang tidak aktif. Ekskresi ke dalam urine terjadi melalui filtrasi glomerular dan sekresi tubular.
Efek samping dari Acyclovir adalah efek sampingnya tergantung pada cara pemberian. Misalnya, iritasi local dapat terjadi dari pemberian topical, sakit kepala,  diare,  mual, dan muntah merupakan hasil pemberian oral , gangguan fungsi ginjal dapat timbul pada dosis tinggi atau pasien dehidrasi yang menerima obat secara intravena.
b.      Gancyclovir
Gancyclovir berbeda dari acyclovir dengan adanya penambahan gugus hidroksimetilpadaposisi 3’ rantai samping asikliknya. Metabolisme dan mekanisme kerjanya sama dengan acyclovir. Yang sedikit berbeda adalah pada gancyclovir terdapat karbon 3’ dengan gugus hidroksil, sehingga masih memunginkan adanya perpanjangan primer dengan template jadi gancyclovir bukanlah DNA chainterminator yang absolute seperti acyclovir.
Mekanisme kerja dari gancyclovir adalah gancyclovir diubah menjadi ancyclovirmonofosfat oleh enzim fospotranverase yang dihasilkan oleh sel yang terinfeksi sitomegalovirus. Gancyclovir monofospat merupakan sitrat fospotranverase yang lebih baik dibandingkan dengan acyclovir. Waktu paruh eliminasi gancyclovirtrifospat sedikitnya adalah 12 jam, sedangkan acyclovir hanya 1-2 jam. Perbedaan inilah yang menjelaskan mengapa gancyclovir lebih superior dibandingkan dengan acyclovir untuk terapi penyakit yang disebabkan oleh sitomegalovirus.
Resistensi dari gancyclovir adalah Sitomegalovirus dapat menjadi resisten terhadap gancyclovir oleh salah satu dari dua mekanisme penurunan fosporilasigancyclovir karena mutasi pada fospotranverase virus yang dikode oleh gen UL97 atau karena mutasi pada DNA polymerasevirus. Varian virus yang sangat resisten pada gancyclovir disebabkan karena mutasi pada keduanya ( Gen UL97 dan DNA polymerase) dan dapat terjadi resistensi silang terhadap sidofovir atau foskarnet.
Indikasi dari Gancyclovir adalah Infeksi CMV, terutama CMV retinitis pada pasien immunocompromised (misalnya : AIDS), baik untuk terapi atau pencegahan. Sediaan dan Dosis dari Gancyclovir adalah untuk induksi diberikan IV 10 mg/kg per hari (2 X 5 mg/kg, setiap 12 jam) selama 14-21 hari,dilanjutkan dengan pemberian maintenanceperoral 3000mg per hari (3 X sehari 4 kapsul @ 250 mg). Inplantsiintraocular (intravitreal) 4,5 mg gancyclovir sebagai terapi local CMV retinitis.
Efek samping dari Gancyclovir adalah mielosupresi dapat terjadi pada terapi dengan gancyclovir. Neotropenia terjadi pada 15-40 % pasien dan trombositopenia terjadi pada 5-20 %. Zidovudin dan obat sitotoksik lain dapat meningkatkan resiko toksisitas gancyclovir. Obat-obat nefrotoksik dapat mengganggu ekskresi gancyclovir. Probenesit dan acyclovir dapat mengurangi klirensrenalgancyclovir. Rekombinan koloni stimulatingfactor (G-CSF, filgastrim, lenogastrim) dapat menolong dalam penanganan neutropenia yang disebabkan oleh gancyclovir.
c.       Famcyclovir
Suatu analog asiklik dari 2’ deoksiguanosin, merupakan prodruk yang dimetabolisme menjadi cyclovir aktif. Spectrum antivirus sama dengan gancyclovir tetapi wakyu ini disetujui hanya untuk pengobatan herpes zoster akut. Obat efektif peroral. Efek samping dari famcyclovir adalah adanya rasa sakit kepala dan mual. Penelitian pada hewan percobaan menujukan peningkatan terjadinya adenokarsinomamamae dan toksisitastesticular.
d.      Trifluridin
Trifluridin telah menggantikan obat terdahulu yaitu idoksuridin pada pengobatan topical keratokonjungtivitis yang disebabkan virus herpes simpleks. Seperti idoksuridin, analog pirimidin ini masuk dalam DNA virus dan menghentikan fungsinya.
e.       Foskarnet
Tidak seperti kebanyakan obat antivirus lainnya, foskarnet bukan analog purin atau pirimidin, obat ini adalah fosfonoformat, suatu derivate pirofosfat. Meskipun aktivitas antivirus invitro cukup luas, disetujui hanya sebagai pengobatan retinitis sitomegalic pada pasien penderita HIV dengan tanggap imun yang lemah terytama jika infeksi tersebut resisiten terhadap gancyclovir. Foskarnet bekerja dengan menghamabat polimerese DNA & RNA secara reversible, yang mengakhiri elongasi rantai. Mutasi struktur polymerase menyebabkan resistensi virus. Foskarnet sukar diabsorpsi peroral harus disuntikan intravena, dan perlu diberikan berulang untuk menghindari relaps jika kadarnya turun. Tersebar merata di seluruh tubuh. Lebih dari 10% masuk matriks tulang yang secara lambat dilepaskan. Obat asli dikeluarkan oleh glamerolus dan sekresi tubular masuk urine.
Efek samping dari foskarnet adalah nefrotoksisitas, anemia, mual dan demam. Karena kelasi dengan kation divalent, hipokalsemia, hipomagnesemia juga terjadi selain itu hipokalemia, hipofospatemia, kejang, dan aretmia juga pernah dilaporkan.








Tabel 1. Profil farmakokinetik antivirus Herves

Keterangan : AUC = area under plasma concentration-time curve; CLcr = klirens kreatinin dalam mL/menit; Scr = kadar kreatinin serum; ¯, menurun; ­, meningkat; CFS = cerebrospinal fluid. * dikontraindikasi pada gagal ginjal.

2)            Anti Retrovirus
Antiretrovirus terdiri dari :
a)            Nukleusidereversetranscriptaseinhhibiror (NRTI)
b)            NNRTI (nonneokleosidereversetranscriptaseinhibitor)
c)            Proteaseinhibitor (PI)

a)           Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Reversetranskripstase (RT ) mengubah RNA virus menjadi DNA proviral sebelum bergabung dengan kromosom hospes. Karena antivirus golongan ini bekerja pada tahap awal replikasi HIV, obat obat golongan ini menghambat terjadinya infeksi akut sel yang rentan, tapi hanya sedikit berefek pada sel yang telah terinfeksi HIV. Untuk dapat bekerja, semua obat golongan NRTI harus mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes di sitoplasma. Yang termasuk komplikasi oleh obat obat ini adalah asidosilaktat dan hepatomegali berat dengan steatosis. Yang termasuk kedalam golongan obat ini diantaranya :
1)         Zidovudin
Mekanisme kerja dari zidovudin adalah targetnya yaitu enzim reversetranscriptase (RT) HIV. Zidovudin bekerja dengan cara menghambat enzim reversetranscriptase virus, setelah gugus asidotimidin (AZT) pada zidovudin mengalami fosforilasi. Gugus AZT 5’- mono fosfat akan bergabung pada ujung 3’ rantai DNA virus dan menghambat reaksi reversetranscriptase.
Resistensi dari zidovudin adalah resistensi terhadap zidovudin disebabkan oleh mutasi pada enzim reversetranscriptase. Terdapat laporan resisitensi silang dengan analog nukleosida lainnya. Spektrum aktivitas dari zidovudin adalah HIV(1&2).
Indikasi dari zidovudin adalah infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (seperti lamivudin dan abakafir). Farmakokinetik dari zidovudin adalah obat mudah diabsorpsi setelah pemasukan oral dan jika diminum bersama makanan, kadar puncak lebih lambat, tetapi jumlah total obat yang diabsorpsi tidak terpengaruh. Penetrasi melewati sawar otak darah sangat baik dan obat mempunyai waktu paruh 1jam. Sebagian besar AZT mengalami glukuronidasi dalam hati dan kemudian dikeluarkan dalam urine.
Dosis dari zidovudin adalah Zidovudin tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, tablet 300 mg dan sirup 5 mg /5ml disiperoral 600 mg / hari. Efek samping dari zidovudin adalah anemia, neotropenia, sakit kepala, mual.

2)   Didanosin
Mekanisme kerja dari didanosin adalah Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus. Resistensi dari didanosin adalah  resistensi terhadap didanosin disebabkan oleh mutasi pada reversetranscriptase. Spektrum aktivitas dari didanosin adalah HIV (1 & 2).
Indikasi dari didanosin adalah Infeksi HIV, terutama infeksi HIV tingkat lanjut, dalam kombinasi anti HIV lainnya. Farmakokinetik dari didanosin adalah karena sifat asamnya, didanosin diberikan sebagai tablet kunyah, buffer atau dalam larutan buffer. Absorpsi cukup baik jika diminum dalam keadaan puasa, karena makanan menyebabkan absorpsi kurang. Obat masuk system saraf pusat tetapi kurang dari AZT. Sekitar 55% obat diekskresi dalam urine.
Dosis dari didanosin adalah tablet dan kapsul salut entericperoral 400 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi. Efek samping dari didanosin adalah diare, pancreatitis, neuripati perifer.

3)         Zalsitabin
Mekanisme kerja dari zalsitabin adalah obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus. Resistensi dari zalsitabin adalah resistensi terhadap zalsitabin disebakan oleh mutasi pada reversetranscriptase. Dilaporkan ada resisitensi silang dengan lamivudin.  Spektrum aktivitas dari zalsitabin adalah HIV (1 & 2).
Indikasi  dari zalsitabin adalah Infeksi HIV, terutama pada pasien HIV dewasa tingkat lanjut yang tidak responsive terhadap zidovudin dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (bukan zidanudin).
Farmakokinetik dari zalsitabin adalah zalsitabin mudah diabsorpsi oral, tetapi makanan atau MALOX TC akan menghambat absorpsi didistribusi obat ke seluruh tubuh tetapi penetrasi ke ssp lebih rendah dari yang diperoleh dari AZT. Sebagai obat dimetabolisme menjadi DITEOKSIURIDIN yang inaktif. Urin adalah jalan ekskresi utama meskipun eliminasi pekal bersama metabolitnya.
Dosis dari zalsitabin adalah Diberikan peroral 2,25 mg / hari(1 tablet 0,75 mg tiap 8 jam). Efek samping dari zalsitabin adalah neuropati perifer, stomatitis, ruam dan pancreatitis.

4)          Stavudin
Mekanisme kerja dari stavudin adalah obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukkan rantai DNA virus. Resistensi dari stavudin adalah disebabkan mutasi pada RT kodon 75 dan kodon 50. Spektrum aktivitas dari stavudin adalah HIV tipe 1 dan 2. Indikasi dari stavudin adalah Infeksi HIV terutama HIV tingkat lanjut, dikombinasikan dengan anti HIV lainnya.
Farmakokinetik dari stavudin adalah Stavudin adalah analog timidin dengan ikatan rangkap antara karbon 2’ dan 3’ dari gula.Stavudin harus diubah oleh kinaseintraselular menjadi triposfat yang menghambat transcriptasereverse dan menghentikan rantai DNA. Dosis dari stavudin adalah per oral 80 mg/hari (1 kapsul 40 mg, setiap 12 jam). Efek samping dari stavudin adalah neuropatiperiver, sakit kepala, mual, ruam.

5)         Lamivudin
Mekanisme kerja dari lamivudin adalah Obat ini bekerja pada HIV RT dan HBV RT dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus. Resistensi dari lamivudin adalah disebabkan pada RT kodon 184. Terdapat laporan adanya resistensi silang dengan didanosin dan zalsitabin. Spektrum aktivitas dari lamivudin adalah HIV ( tipe 1 dan 2 ) dan HBV. Indikasi dari lamivudin adalah Infeksi HIV dan HBV, untuk infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (seperti zidovudin,abakavir).
Farmakokinetik dari lamivudin adalah ketersediaan hayati lamivudin per oral cukup baik dan bergantung pada ekskresi ginjal. Dosis dari lamivudin adalah per oral 300 mg/ hari ( 1 tablet 150 mg, 2x sehari atau 1 tablet 300 mg 1x sehari ). Untuk terapi HIV lamivudin, dapat dikombinasikan dengan zidovudin atau abakavir. Efek samping dari lamivudin adalah sakit kepala dan mual.

6)         Emtrisitabin
Mekanisme kerja dari emtrisitabin adalah merupakan derivate 5-fluorinatedlamivudin. Obat ini diubah ke bentuk triposfat oleh ensim selular. Mekanisme kerja selanjutnya sama dengan lamivudin. Resistensi dari emtrisitabin adalah resistensi silang antara lamivudin dan emtrisitabin. Indikasi dari emtrisitabin adalah Infeksi HIV dan HBV. Dosis dari emtrisitabin adalah per oral 1x sehari 200 mg kapsul. Efek samping dari emtrisitabin adalah nyeri abdomen, diare, sakit kepala, mual dan ruam.

7)         Abakavir
Mekanisme kerja dari abakavir adalah bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus. Resistensi dari abakavir adalah disebabkan mutasi pada RT kodon 184,65,74 dan 115. Spektrum aktivitas dari abakavir adalah HIV ( tipe 1 dan 2 ). Indikasi dari abakavir adalah Infeksi HIV. Dosis dari abakavir adalah per oral 600mg/hari (2 tablet 300 mg). Efek samping dari abakavir adalah mual ,muntah, diare, reaksi hipersensitif (demam, malaise, ruam), ganguan gastrointestinal.


b)      Non- Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
Merupakan kelas obat yang menghambat aktivitas enzim reverstranscriptase dengan cara berikatan ditempat yang dekat dengan tempat aktif enzim dan menginduksi perubahan konformasi pada situs akif ini. Semuasenyawa NNRTI dimetabolisme oleh sitokrom P450 sehingga cendrung untuk berinteraksi dengan obat lain.

1)         Nevirapin
Mekanisme kerja dari nevirapin adalah Bekerja pada situs alosterik tempat ikatan nonsubtract HIV-1 RT. Resistensi dari nevirapin adalah disebabkan oleh mutasi pada RT. Spektrum aktivitas dari nevirapin adalah HIV ( tipe 1 ). Indikasi dari nevirapin adalah infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan anti-HIV,lainnya terutama NRTI.
Dosis dari nevirapin adalah per oral 200mg /hari selama 14 hari pertama (satu tablet 200mg per hari), kemudian 400mg / hari (2 x 200 mg tablet). Efek samping dari nevirapin adalah ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens dan peningkatan enzim hati.

2)         Delavirdin
Mekanisme kerja dari delavirdin adalah sama dengan devirapin. Resistensi dari delavirdin adalah disebabkan oleh mutasi pada RT. Tidak ada resistensi silang dengan nefirapin dan efavirens. Spektrum aktivitas dari delavirdin adalah HIV tipe 1. Indikasi dari delavirdin adalah Infeksi HIV-1, dikombinasi dengan anti HIV lainnya terutama NRTI. Dosis dari delavirdin adalah per oral 1200mg / hari ( 2 tablet 200mg 3 x sehari ) dan tersedia dalam bentuk tablet 100mg. Efek samping dari delavirdin adalah Ruam, penningkatan tes fungsi hati, menyebabkan neutropenia.

c)      Protease Inhibitor ( PI )
Semua PI bekerja dengan cara berikatan secara reversible dengan situs aktif HIV protease. HIV-protease sangat penting untuk infektivitas virus dan penglepasanpoliprotein virus. Hal ini menyebabkan terhambatnya penglepasan polipeptida prekusor virus oleh enzim protease sehingga dapat menghambat maturasi virus, maka sel akan menghasilkan partikel virus yang imatur dan tidak virulen.
1)         Sakuinavir
Mekanisme kerja dari sakuinavir adalah sakuinavir bekerja pada tahap transisi merupakan HIV proteasepeptidomimeticinhibitor. Resistensi dari sakuinavir adalah terhadap sakuinavir disebabkan oleh mutasi pada enzim protease terjadi resistensi silang dengan PI lainnya. Spektrum aktivitas dari sakuinavir adalah HIV (1 & 2) Indikasi dari sakuinavir adalah Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lain (NRTI dan beberapa PI seperti ritonavir).
Dosis dari sakuinavir adalah per oral 3600mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X sehari) atau 1800mg / hari (3 hard gel capsule 3 X sehari), diberikan bersama dengan makanan atau sampai dengan 2 jam setelah makan lengkap. Efek samping dari sakuinavir adalah diare, mual, nyeri pada abdomen.
2)            Ritonavir
Mekanisme kerja dari ritonavir adalah sama dengan sakuinavir. Resistensi dari ritonavir adalah terhadap ritonavir disebabkan oleh mutasi awal pada proteasekodon 82. Spektrum aktivitas dari ritonavir adalah HIV (1 & 2 ). Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (NRTI dan PI seperti sakuinavir ). Dosis dari ritonavir adalah  per oral 1200mg / hari (6 kapsul 100mg, 2 X sehari bersama dengan makanan ). Efek samping dari ritonavir adalah mual, muntah , dan diare.

3)            Antivirus Untuk Influenza
Pengobatan untuk infekksi antivirus pada saluran pernapasan termasuk influenza tipe A & B, virus sinsitial pernapasan (RSV). Obat antivirus Influenza diantaranya :

a)         Amantadin dan Rimantadin
Amantadin dan rimantadin memiliki mekanisme kerja yang sama. Efikasi keduanya terbatas hanya pada influenza A saja.
Mekanisme kerja dari Amanatadin dan rimantadin adalah Amanatadin dan rimantadin merupakan antivirus yang bekerja pada protein M2 virus, suatu kanal ion transmembran yang diaktivasi oleh pH. Kanal M2 merupakan pintu masuk ion ke virion selama proses uncoating. Hal ini menyebabkan destabilisasi ikatan protein serta proses transport DNA virus ke nucleus. Selain itu, fluks kanal ion M2 mengatur pH kompartemen intraseluler, terutama aparatus Golgi.
Resistensi dari Amanatadin dan rimantadin adalah Influenza A yang resisten terhadap amantadin dan rimantidin belum merupakan masalah klinik, meskipun beberapa isolate virus telah menunjukkan tingginya angka terjadinya resistensi tersebut. Resistensi ini disebabkan perubahan satu asam amino dari matriks protein M2, resistensi silang terjadi antara kedua obat.
Indikasi dari Amanatadin dan rimantadin adalah pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A (Amantadin juga diindikasi untuk terapi penyakit Parkinson).
Farmakokinetik dari Amanatadin dan rimantadin adalah kedua obat mudah diabsorbsi oral. Amantadin tersebar ke seluruh tubuh dab mudah menembus ke SSP. Rimantadin tidak dapat melintasi sawardarah-otak sejumlah yang sama. Amantadin tidak dimetabolisme secara luas. Dikeluarkan melalui urine dan dapat menumpuk sampai batas toksik pada pasien gagal ginjal. Rimantadindimetabolisme seluruhnya oleh hati. Metabolit dan obat asli dikeluarkan oleh ginjal.
Dosis dari Amanatadin dan rimantadin adalah Amantadin dan rimantadin tersedia dalam bentuk tablet dan sirup untuk penggunaan oral. Amantadin diberikan dalam dosis 200 mg per hari ( 2 x 100 mg kapsul ). Rimantadin diberikan dalam dosis 300 mg per hari ( 2 x sehari 150 mg tablet). Dosis amantadin harus diturunkan pada pasien dengan insufisiensirenal, namun rimantadin hanya perlu diturunkan pada pasien dengan klirenskreatinin ≤ 10 ml/menit.
Efek samping dari Amanatadin dan rimantadin adalah efek samping SSP seperti kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi, insomnia, hilang nafsu makan. Rimantadin menyebabkan reaksi SSP lebih sedikit karena tidak banyak melintasi sawar otak darah. Efek neurotoksikamantadin meningkat jika diberikan bersamaan dengan antihistamin dan obat antikolinergik/psikotropik, terutama pada usia lanjut.

b)         Inhibitor Neuraminidase ( Oseltamivir, Zanamivir )
Merupakan obat amtivirus dengan mekanisme kerja yang sam terhadap virus influenza A dan B. Keduanya merupakan inhibitor neuraminidase yaitu analog asam N-asetilneuraminat ( reseptor permukaan sel virus influenza ), dan desain struktur keduanya didasarkan pada struktur neuraminidasevirion.
Mekanisme kerjanya adalah Asam N-asetilneuraminat merupakan komponen mukoprotein pada sekresi respirasi, virus berikatan pada mucus, namun yang menyebabkan penetrasi virus ke permukaan sel adalah aktivitas enzim neuraminidase. Hambatan terhadap neuraminidase mencegah terjadinya infeksi. Neuraminidase juga untuk penglepasan virus yang optimaldari sel yang terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus dan intensitas infeksi. Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya influenza dan menurunkan tingkat keparahan, jika penyakitnya berkembang.
Resistensi menyebabkan adanya hambatan ikatan pada obat dan pada hambatan aktivitas enzim neuraminidase. Dapat juga disebabkan oleh penurunan afinitas ikatan reseptor hemagglutinin sehingga aktivitas neuraminidase tidak memiliki efek pada penglepasan virus pada sel yang terinfeksi. Indikasinya yaitu terapi dan pencegahan infeksi virus influenza A dan  Dosis yang dipakai Zanamivir diberikan per inhalasi dengan dosis 20 mg per hari (2 x 5 mg, setiap 12 jam) selama 5 hari. Oseltamivir diberikan per oral dengan dosis 150 mg per hari (2 x 75 mg kapsul, setiap 12 jam) selama 15 hari. Terapi dengan zanamivir/oseltamivir dapat diberikan seawal mungkin, dalam waktu 48 jam, setelah onset gejala.
Efek samping dari obat ini adalah pada terapi zanamivir mengakibatkan gejala saluran nafas dan gejala saluran cerna, dapat menimbulkan batuk, bronkospasme dan penurunan fungsi paru reversibel pada beberapa pasien. Terapi oseltamivir mengakibatkan mual, muntah, nyeri abdomen , sakit kepala.

c)               Ribavirin
Ribavirin merupakan analog sintetik guanosin, efektif terhadap virus RNA dan DNA. Mekanisme kerja dari ribavirin adalah ribavirin merupakan analog guanosin yang cincin purinnya tidak lengkap. Setelah mengalami fosforilasiintrasel, ribavirintrifosfat mengganggu tahap awal transkripsi virus, seperti proses capping dan elongasim RNA serta menghambat sintesis ribonukleoprotein.
Resistensi dari ribavirin adalah hingga saat ini belum ada catatan mengenai resistensi terhadap ribavirin, namun pada percobaan diLaboratorium menggunakan sel, terdapat sel-sel yang tidak dapat mengubah ribavirin menjadi bentuk aktifnya.
Spektrum aktivitas dari ribavirin adalah virus DNA dan RNA, khusunya orthomyxovirus (influenza A dan B), para myxovirus ( cacar air, respiratory syncytial virus (RSV) dan arenavirus (Lassa, Junin,dll).
Indikasi dari ribavirin adalah terapi infeksi RSV pada bayi dengan resiko tinggi. Ribavirin digunakan dalam kombinasi dengan interferon-α/ pegylatedinterferon – α untuk terapi infeksi hepatitis C.
Farmakokinetik dari ribavirin adalah ribavirin infektif diberikan per oral dan intravena. Terakhir digunakan sebagai aerosol untuk kondisi infeksivirus pernapasan tertemtu, seperti pengobatan infeksi RSV. Penelitian distribusi obat pada primate menunjukkan retensi dalam semua jaringan otak. Obat dan metabolitnya dikeluarkan dalam urine. Dosis dari ribavirin adalah per oral dalam dosis 800-1200 mg per hari untuk terapi infeksi HCV/ dalam bentuk aerosol (larutan 20 mg/ml).
Efek samping dari ribavirin adalah pada penggunaan oral / suntikan ribavirin termasuk anemia tergantung dosis pada penderita demam Lassa. Peningkatan bilirubin juga telah dilaporkan Aerosol dapat lebih aman meskipun fungsi pernapasan pada bayi dapat memburuk cepat setelah permulaan pengobatan aerosoldan karena itu monitoring sangat perlu. Karena terdapat efek teratogenikpada hewan percobaan, ribavirin dikontraindikasikan pada kehamilan.






















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Virus adalah micro organisme yang bersifat parasit dengan menginfeksi atau memanfaatkan sel organisme biologis mahluk hidup lainnya seperti manusia, hewan, tanaman sebagai inangnya. Virus tumbuh dan berkembang biak di sel organisme biologis mahluk hidup lain karena virus hanya terdiri dari selubung protein yang terbentuk dari DNA atau RNA saja dan tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi.
Klasifikasi pembahasan obat antivirus adalah terdiri dari antivirus untuk herpers, antivirus untuk influenza, dan antiretrovirus yang terdiri dari nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NRTI), NNRTI (non neokleoside reverse transcriptase inhibitor), dan Proteaseinhibitor (PI),
Tujuan Terapi Virus adalah menurunkan tingkat keparahan penyakit dan komplikasinya, serta menurunkan kecepatan transmisi virus, sedangkan pasien dengan infeksi virus kronik, tujuan terapinya adalah mencegah kerusakan oleh virus orgavisceral, terutama hati, paru-paru, saluran pencernaan dan Sistem Saraf Pusat.

3.2  Saran
Saya menyadari paper ini belum seluruhnya sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat konstruktif, untuk kesempurnaan paper ini.








DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2009. Obat-Obatan Antivirus. http://blog.spot.co.id.obat-obatan antivirus//dokumenhtml diakses pada tanggal 28 November 2014

Anonymous, 2009. Farmakologi dan terapi obat antivirus. http://blog.rileks.com.//farmakologi-dan-terapi/obat//antivirus diakses pada tanggal 28 November 2014

Drs.Tan HoanTjay dan Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting ed. 6 depkes RI. Jakarta.

Gunawan, Suilistia Gan. Dkk. 1995. edisi 4. Farmakologi dan Terapi. Jakarta; Gaya baru

Gunawan, Suilistia Gan. Dkk. 2007. edisi 5. Farmakologi dan Terapi. Jakarta; Gaya baru

Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta; EGC

Mary J.Mycek, Ph.D. dkk. 1995. Ed. 2. Farmakologi Ulasan bergambar. Jakarta; EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Edisi 6. EGC:
Jakarta.
Priyanto. 2010. Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa Farmasi & Keperawatan. Leskonfi : Jakarta.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat- Obat Penting. Gramedia: Jakarta