Kamis, 01 November 2018


PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI PUSKESWAN KECAMATAN PAYANGAN GIANYAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Puskeswan adalah suatu tempat yang memberikan pelayanan kesehatan hewan sesuai wilayah kerja yang ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan hewan sehingga produksi dan reproduksi ternak dapat ditingkatkan secara optimal (Iqbal, 2011). Ada beberapa Puskeswan di Kabupaten Gianyar diantaranya adalah Puskeswan Sukawati, Puskeswan Blahbatuh, Puskeswan Ubud, Puskeswan Gianyar, Puskeswan Tampaksiring, Puskeswan Tegalalang dan Puskeswan Payangan.
Payangan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gianyar yang memiliki jumlah ternak yang cukup banyak, dimana mayoritas penduduk di Kecamatan Payangan adalah sebagai peternak dan petani. Hewan yang dipelihara sebagai ternak di Payangan meliputi babi, sapi, ayam petelur, ayam pedaging, ayam buras, dan itik. Sedangkan hewan kesayangan yang dipelihara adalah anjing, kucing, burung, dan ikan hias. Bidang kesehatan hewan, khususnya ternak menjadi salah satu hal yang diperhatikan oleh pemerintah.
Dengan adanya Puskewan di Kecamatan Payangan  diharapkan menjadi pusat yang dapat mencakup pelayanan kesehatan hewan di Kecamatan Payangan mulai dari pengobatan, pencegahan, monitoring penyakit dan meningkatkan produksi dari peternakan tersebut.
Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar, melalui UPT Puskeswan memberikan kesempatan yang besar untuk menunjang kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilaksanakan oleh mahasiswa PPDH Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana untuk membantu mahasiswa agar lebih mengetahui fungsi dan tugasnya sebagai calon dokter hewan.



1.2  Tujuan Kegiatan
Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan (PKL) bagi Mahasiswa Kedokteran Hewan adalah untuk mengenal dan memahami sistem kerja dinas pertanian khususnya bidang kesehatan hewan, memahami kasus penyakit hewan yang ditemukan di lapangan dan mengetahui prosedur tindakan dan pengobatan penyakit tersebut serta memahami sistem peningkatan produksi dari suatu ternak.

1.3  Manfaat Kegiatan
Dengan mengikuti Praktek Kerja Lapangan di Puskeswan Kecamatan Payangan diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan pengetahuan tentang cara menanggulangi penyakit di lapangan dan pengobatan yang tepat. Disamping itu juga dapat meningkatkan ketrampilan dalam berbagai tindakan medik meteriner.

1.4  Waktu dan Tempat Kegiatan
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan PPDH Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana ini dilaksanakan selama 4 minggu yang terhitung dari tanggal 27 Desember 2017 sampai 20 Januari 2018. Praktek Kerja Lapangan berlokasi di salah satu wilayah kerja Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar, yaitu di Puskeswan Kecamatan Payangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Gambaran Umum Puskeswan Kecamatan Payangan
Kecamatan Payangan merupakan salah satu kecamatan dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Gianyar yang memiliki luas wilayah sekitar 75,88 km2 yang terletak di daerah paling utara, yang terdiri dari 9 desa yaitu desa Puhu, Bresela, Kerta, Buahan, Buahan Kaja, Kelusa, Melinggih, melinggih Kelod, dan Bukian. Kecamatan Payangan memiliki potensi di bidang peternakan, pembangunan dibidang peternakan di Kecamatan Payangan didukung dengan keberadaan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) yang berperan dalam proses penanganan atau pelayanan kesehatan hewan.
Sasaran kegiatan puskeswan adalah mengamati dan memantau penyakit hewan strategis, pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan strategis sebagai upaya terciptanya kondisi peternakan yang sehat, kondisi lingkungan budidaya ternak yang nyaman dan aman dari ancaman penyakit hewan, serta peningkatan produk bahan asal hewan yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH).
Tujuan pelaksanaan pelayanan kesehatan hewan di Kecamatan Payangan adalah meningkatkan kesehatan hewan dengan menekan seminimal mungkin kasus penyakit hewan menular strategis, serta meningkatkan kesehatan lingkungan peternakan.
Sistem pelayanan dilakukan secara aktif dengan mendatangi peternakan ke desa-desa secara teratur dan berkelanjutan dengan prioritas sasaran desa kantong penyakit, wialayah penyebaran ternak pemerintah dan desa-desa sumber bibit yang disesuaikan dengan lokasi masing-masing dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan budaya masyarakat setempat.




2.2       Populasi Hewan Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar
Kelompok hewan ternak di Kecamatn Payangan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: kelompok ternak besar seperti sapi, kemudian kelompok ternak kecil seperti babi, sedangkan kelompok ternak unggas terdiri dari ayam petelur, ayam pedaging, dan itik. Untuk hewan kesayangan hampir sebagian masyarakat di Kecamatan Payangan memelihara anjing.  Data populasi populasi hewan di Kecamatan Payangan disajikan dalam tabel 2.1, sebagai berikut :

Tabel 2.2 Data Populasi Hewan Kecamatan Payangan Tahun 2014-2016
No
Jenis Hewan
Tahun
2014
2015
2016
1
Sapi Potong
13.487
13.262
13.187
2
Babi Landrace
53.164
49.480
48.039
3
Babi Saddle Back
1.395
1.265
1.259
4
Babi Bali
110
75
63
5
Ayam Buras
112.789
113.919
114.652
6
Ayam Ras Petelur
21.741
22.313
23.874
7
Ayam Ras Pedaging
69.253
70.294
69.427
8
Itik
18.926
19.118
19.561
9
Aneka Ternak
3.631
3.485
3.549

Sumber : Puskeswan Kecamatan Payangan (2016)
  
2.3       Jenis Penyakit Hewan Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar
Berbagai jenis peyakit hewan yang ada di Kecamatan Payangan antara lain:
a.       Infeksi Penyakit Viral : BEF, ND, Rabies
b.      Infeksi Penyakit Bakterial : Colibecilosis, Streptococcus, Cocidiosis, SE, WSC, Hog Cholera
c.       Infeksi Penyakit Parasiter : Demodekosis, Scabiosis, Helmintiasis,
d.      Penyakit Individual / Tidak Menular : Bali Zekte, Bloat, Distokia, Abortus.
Dalam peramalan wabah berdasarkan pengalaman dilapangan atas petunjuk kewaspadaan dini dari Dinas Peternakan. Perikanan dan Kelautan Kabupaten Gianyar, khususnya Bidang Peternakan sebagai berikut :
a.       Penyakit SE muncul disaat peralihan dari musim panas dan musim hujan atau sebaliknya.
b.      Penyakit BEF muncul pada musim hujan.
c.       Penyakit ND/Snot/CRD muncul saat peralihan musim.
d.      Penyakit Colibaselosis dan Coccidiosis muncul di awal musim hujan sampai dengan ahir musim hujan.
Penyakit Demodekosis dan Scabiosis muncul pada peralihan musim, biasanya awal musim panas atau penularan dari hewan satu ke hewan lainnya.

  
PETA PENYEBARAN PENYAKIT
KECAMATAN PAYANGAN




2.4       Struktur Organisasi Puskeswan Payangan Kabupaten Gianyar

NB : Kepala UPT Puskeswan belum terbentuk, dikarenakan baru terjadi perombakan struktur di Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar.

  
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilakukan di Puskeswan Kecamatan Payangan selama 4 minggu dari tanggal 27 Desember 2017 sampai 20 Januari 2018 meliputi pelayanan kesehatan ternak seperti pemberian zat besi (FE), antibiotik, potong gigi dan kastrasi pada anak babi, vaksinasi rabies, pengambilan sampel darah sapi, pengambilan sampel otak anjing, pemeriksaan kebuntingan pada sapi, sinkronisaasi dan Inseminasi Buatan pada sapi serta penangan penyakit. Kegiatan penanganan kasus kesehatan hewan dilakukan dibawah bimbingan dokter hewan dan paramedik veteriner Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Kecamatan Payangan.
3.2 Uraian Kegiatan dan Kasus
            Selama Praktek Kerja Lapangan yang di lakukan di Puskeswan Kecamatan Payangan Kegiatan dan kasus yang ditemukan dilapangan adalah sebagai berikut :
1.   Kastrasi pada Anak Babi
Kastrasi adalah usaha untuk menghilangkan fungsi reproduksi ternak jantan sebagai pejantan atau pemacak, dengan cara menghambat proses pembentukan dan pengeluaran sperma. Kastrasi dapat dilakukan dengan jalan mengikat, mengoperasi maupun memasukkan cairan tertentu ke dalam organ tubuh terntentu. Pada sapi, domba dan babi perlakuan kastrasi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan, koefisien konversi makanan, kualitas karkas (Turton, 1962). Kastrasi yang dilakukan adalah jenis kastrasi terbuka yaitu kastrasi yang dilakukan dengan melakukan pembedahan, guna mengeluarkan testes pada babi jantan, yang kemudian dipotong.
Adapun langkah kerja yang dilakukan yaitu bersihkan tangan dan alat yang akan digunakan dengan alkohol. Injeksi anak babi yang akan dikastrasi dengan antibiotik yaitu Vet-oxy yang mengandung oxytetrscyline dan Ferosol (Fe). Lalu bersihkan daerah yang akan dibedah dengan menggunakan alkohol, scrotum ditekan menggunakan ibu jari tangan kiri ke arah atas dan jari telunjuk ke arah bawah untuk memudahkan pembedahan, buat sayatan dengan pisau scalpel dari arah atas ke bawah pada kulit scrotum dan diperdalam hingga kantong testes (scrotal ligament dan fascia) untuk memudahkan proses pengeluaran testis dari kantongnya, tekan scrotum dengan jari telunjuk dan ibu jari dan keluarkan testis dari kantongnya dengan cara ditarik. Potong ligamentum skrotum dan fascia dengan cara menusuk fascia dengan ujung pisau scalpel dilanjutkan ke caudal, dorong masuk sisa  ligamentum dan fascia kedalam skrotum,hingga yang tersisa yang hanya spermatic cord yang masih berada didalam tunica vaginalis. Jepit spermatic cord dengan klem kedua, lalu potong spermatic cord persis diantara kedua jepitan dan tutup kembali bekas sayatan pada scrotum dengan cara dijahit. Setelah itu diberikan iodine.

2.      Pemberian Vitamin, Zat Besi, dan Potong Gigi Pada Anak Babi
Pemberian vitamin dan zat besi pada anak babi yang berusia 1-3 hari dilakukan untuk menghindari terjadinya anemia. Anemia pada anak babi menyusui merupakan masalah yang telah lama diketahui secara baik oleh para peternak maju. Hal ini terjadi disebabkan oleh kekurangan zat besi dimana plasenta dan ambing tidak efisien memindahkan mineral tersebut. Penambahan zat besi untuk mengatasi kekurangan zat besi pada anak babi yang tidak bersentuhan dengan tanah dapat diberikan baik melalui mulut maupun diinjeksi.
Anak babi baru  lahir juga memiliki empat pasang gigi atau delapan gigi tajam. Meskipun gigi tersebut cukup penting pada anak babi, namun gigi tersebut harus dipotong karena lebih banyak menimbulkan kerugian pada peternak seperti menyebabkan luka pada puting induk pada saat menyusui. Luka pada bagian putting menimbulkan radang yang mengakibatkan tidak keluarnya air susu dan selanjutnya bisa menyebabkan mastitis. Maka dari itu anak babi baru lahir yang berumur 1-3 hari wajib dilakukan pemotongan gigi. Gigi pada anak babi akan kembali tumbuh seiring pertumbuhan anak babi itu sendiri.
Pemotongan gigi biasanya dilakukan oleh satu orang seperti berikut: Pegang kuat anak babi dengan satu tangan dimana tiga jari menahan rahang dan ibu jari menekan dari belakang leher dengan arah berlawanan, masukkan jari telunjuk pada satu sisi dari mulut persis dibelakang gigi “jarum” mendekati ujung lidah, dengan alat pemotong gigi atau alat pemotong kuku biasa, potong gigi diatas gusi. Penting unuk menghindari pemotongan gigi sampai dasarnya, jangan membuat sudut yang tajam atau berberigi yang dapat menyababkan luka pada gusi dan lidah.
3.    Pemberian Vitamin Pada Induk Babi yang Baru Melahirkan
Pada umumnya, induk babi yang baru melahirkan akan mengalami demam, lesu, lemas, dan terkadang tidak bisa berdiri atau terbaring lemas akibat setelah melahirkan. Maka dari itu pemberian analgesik sangat diperlukan pada kasus ini agar suhu badan pada induk babi menurun dan kembali normal. Akibat dari demam biasanya akan menimbulkan gejala lain seperti hilangnya nafsu makan. Pemberian vitamin akan memicu peningkatan nafsu makan yang baik. Selain itu juga pemberian oxytocin pada indukan babi untuk meningkatkan produksi air susunya.
4.    Penanganan Kasus Anoreksia Pada Sapi
Anoreksia bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan suatu gejala klinis yang mengikuti berbagai macam penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, maupun protozoa. Pada Umumnya sapi yang terserang suatu penyakit ditandai dengan gejala anoreksia dan merupakan gejala penyakit yang sering dikeluhkan pertama kali oleh para peternak kepada dokter hewan. Anoreskia bukan hanya disebabkan oleh terserangnya penyakit saja, melainkan dapat disebabkan akibat stress karena pergantian pakan yang mendadak, perpindahan lokasi kandang maupun transportasi yang terlalu jauh. Sapi pada kasus ini mengalami anoreksia sudah hampir 36 jam. Pengobatan yang dilakukan berupa pemberian vitamin serta antibiotik. Pemberian antibiotik dilakukan untuk mengobati sekaligus mencegah kemungkinan infeksi bakteri.
5.    Pendataan Sapi Induk Wajib Bunting
Pendataan sapi betina indukan atau calon induk merupakan bagian dari program pemerintah pusat yaitu SIWAB (Sapi Betina Wajib Bunting). Pendataan dilakukan bersama dengan petugas UPT yang bekerjasama dengan kelian banjar setempat untuk mendapatkan data yang akurat seperti kenyataan di lapangan. Data yang dicatat berupa nama pemilik, identitas pemilik, umur sapi, dan status sapi. 

6.    Sinkronisasi, Pemeriksaan Kebuntingan, dan Inseminasi Buatan pada Sapi
Dari hasil pendataan diperoleh data tentang status sapi indukan atau calon induk, dari data tersebut ada beberapa yang tidak dapat mengalami birahi secara alami yang diduga akibat adanya gangguan reproduksi. Dengan diketahuinya sperti itu, maka dilakukan tindakan sinkronisasi estrus dengan memeberikan hormone PGF2α secara injeksi. Untuk sapi yang diduga bunting, dilakukan pemeriksaan kebuntingan melalui palpasi rectal. Sapi yang sudah mengalami estrus dilaporkan dari peternak ke petugas inseminator dan petugas inseminator melakukan inseminasi buatan (IB). Pada Praktek Kerja Lapangan ini, telah dilakukan beberapa kali IB di beberapa desa di Kecamatan Payangan.

7.   Pengendalian Scabies pada Babi
Scabies atau kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi tungau Sarcoptes scabiei dan bersifat zoonosis. Tungau menyerang dengan cara menginfestasi kulit inangnya dan bergerak membuat terowongan dibawah lapisan kulit (startum korneum dan lusidum) sehingga menyebabkan gatal dan kerusakan kulit. Masalah scabies sendiri masih banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama pada negara-negara berkembang dan industri. Rendahnya tingkat higenitas dan sanitasi menjadi faktor pemicu terjangkitnya penyakit ini.Disamping itu, kondisi kekurangan air dan hidup berdesakan semakin mempermudah penularan penyakit scabies dari penderita ke yang sehat (Wardhana et al., 2006).
            Penyakit scabies bersifat endemis hampir diseluruh wilayah Indonesia dan menyerang berbagai jenis hewan.Pada tahun 1981, penyakit scabies dilaporkan menduduki peringkat kedua dari penyakit yang ditemukan menyerang ternak.Umumnya prevelansi scabies meningkat saat musim hujan.Hewan muda umumnya lebih peka terhadap scabies dibandingkan dengan hewan dewasa. Faktor Prediposisi pada inang yang ikut memperparah gejala klinis scabies, antara lain kekurangan vitamin A, kekurangan protein, infestasi parasite atau penyakit lainnya. Pada hewan muda angka kematian penderita dapat mencapai 50%, tergantung kondisi hewan dan lingkungan  (Wardhana et al., 2006). Pengendalian di lapangan dilakukan dengan pemberian obat ektoparasit yaitu injeksi Wormectin pada subkutan babi.

8.        Pengendalian Colibacillosis pada Babi
Merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Escherchia coli yang bersifat akut serta dapat menyerang hewan babi, sapi dan lain-lain. Penyakit colibacillosis sering disebut mencret putih (white scour) atau diare putih pada babi sedangkan pada sapi disebut Calf Dysentri. Penularan dapat terjadi melalui makanan, pernafasan, kulit yang terluka, bakteri E.coli yang merupakan bakteri flora normal pada usus yang akan keluar bersamaan dengan feses, kemudian mencemari lantai kandang serta tempat makan dan minum, induk babi yang tidur dilantai kandang yang tercemar bakteri akan menularkan ke anak babi pada saat menyusui dan tali pusar yang terpotong.
 Gejala klinis yang tampak seperti nafsu makan menurun, tidak mau menyususi dengan induk, lemah dan lesu, dehidrasi, tugor kulit kurang baik, feses encer berwarna putih. Penanganan kasus ini dilapangan biasanya dengan memeberikan Ferosol 0,5 cc/ekor dan kombinasi obat sulfa strong dan colibact.
  
9.        Pengendalian Bovine Ephemeral Fever (BEF) pada Sapi
Penyakit Bovine Ephemeral Fever (BEF) adalah penyakit demam tiga pada sapi. Penyebab utama BEF adalah virus Rhabdovirus, yang termasuk dalam familia yang sama dengan penyakit rabies dan vesicular stomatitis. Gejala yang selalu dapat ditemukan dari penyakit BEF adalah adanya demam, dengan kenaikan suhu 2-4 oC dari suhu normalnya untuk jangka waktu1-4 hari. Gejala lain yang tampak adalah, hewan penderita tampak bergetar, depresi, kehilangan nafsu makan maupun minum, dengan frekuensi respirasi dan jantung yang meningkat dan kebengkakan sendi serta terjadi kepincangan. Kadang- kadang gejala seperti diare ataupun konstipasi dapat menyertai penyakit ini (Sendow, 2013). Pengobatan yang diberikan berupa analgesik, oxytetracysklin, dan vitamin B12.

10.    Vaksinasi Rabies
Strategi pengendalian dan pemberantasan rabies pada hewan umumnya dilakukan melalui program vaksinasi massal. Rabies dapat diberantas dengan cakupan vaksinasi yang memadai pada anjing berpemilik dan pengendalian populasi anjing jalanan. Kunci utama dalam menangani rabies adalah mencegah pada sumbernya yaitu hewan penular rabies.  Vaksin yang digunakan adalah vaksin dengan merk Rabisin. Pemberian vaksin dapat dilakukan secara injeksi Subkutan atau Intramuscular 1 ml per ekor. Anjing yang tidak divaksin di Bali lebih besar beresiko terjangkit rabies dibandingkan dengan anjing yang divaksinasi rabies.

11.    Pengambilan Sampel Darah Sapi (Monitoring Penyakit Jembrana)
                 Penyakit Jembrana (Jembrana Disease= JD) pada sapi Bali disebabkan oleh virus penyakit Jembrana (Jembrana Disease Virus= JDV) termasuk dalam kelompok retrovirus berdasarkan pada aktivitas reverse transcriptase. Virus Jembrana merupakan virus RNA dengan utas tunggal, berbentuk icosahedral dengan panjang basa 7732 pasang basa (pb) dan bersifat patogen hanya pada sapi Bali (Kertayadnya et al., 1993). Gejala umum ternak yang terserang penyakit Jembrana adalah demam tinggi, lymphadenopathy, lymphopenia, keringat darah dan mucus
yang berlebihan pada mulut dan hidung. Kematianternak akibat JDV terjadi pada 1 atau 2 minggu setelah infeksi (Wilcox et al., 1997). Diagnosis awal ini juga penting untuk menghindari terjadinya kematian pada sapi bali dan aborsi pada ternak sapi Bali betina. Sampai saat ini, deteksi JD dilakukan menggunakan uji serologis (Agustini, 2011).

12.    Pengambilan Sampel Otak Anjing (Monitoring Pengendalian Rabies)
Pengambilan otak anjing ditujukan untuk mendapatkan bagian dari otak (dasar cerebellum, hippocampus, cortex dan medulla oblongata) sebagai bahan uji untuk pemeriksaan adanya virus rabies pada hewan tersangka. Otak anjing diambil dengan cara sebagai berikut: kepala anjing yang telah mati dipotong dengan menggunakan pisau tajam pada bagian lehernya (antara tulang leher pertama dengan tulang kepala) sehingga terlihat foramen occipitale. Dengan menggunakan sedotan limun (straw) berdiameter 5 mm, sedotan limun tadi ditusukkan (sambil diputar-putar) ke kepala melalui foramen occipitale tadi dengan arah ke bagian mata. Selanjutnya sedotan limun ditarik kembali keluar secara perlahan. Pada ujung sedotan limun tadi akan diperoleh bagian jaringan jaringan otak (dasar cerebellum, hippocampus, cortex dan medulla oblongata).
Bagian sedotan limun yang mengandung jaringan otak kemudian dipotong dan dimasukkan ke dalam tabung gelas/plastik yang berisi bahan pengawet (formalin atau 50% gliserin dalam PBS). Tabung tersebut kemudian diberi tanda (nomor spesimen, jenis spesimen, spesies, bahan pengawet, lokasi dan tanggal pengambilan, pemilik anjing dll). Tabung tadi kemudian disimpan dalam boks/kotak dengan suhu dingin (berisi batu es), atau di freezer pada suhu -20 °C sampai dilakukan pengujian. Untuk tabung sampel yang berisi bahan pengawet formalin, boks/kotak penyimpanan tidak perlu dingin/berisi batu es.



BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Setelah berlangsungnya program PKL Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana di Puskeswan Payangan Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar khusunya UPT Puskeswan Payangan merupakan instansi pemerintahan dalam negeri sangat ramah dan menerima mahasiswa PKL dan merupakan tempat yang baik dalam pelaksanaan program PKL karena memberikan akses yang luas bagi mahasiswa PKL untuk belajar dan menerapkan ilmu kedokteran hewan.
2.      UPT Puskeswan Payangan mempunyai peranan penting dalam mengembangkan usaha ternak milik warga baik yang perorangan maupun kelompok dalam pencegahan dan penanggulanagan penyakit ternak serta konsultasi manajemen pemeliharaan dan reproduksi ternak.
3.      Program SIWAB yang telah digagas oleh pemerintah pusat telah berjalan dan dilakukan oleh instansi pemerintahan hingga di tingkat kecamatan yanag diselenggarakan oleh UPT Puskeswan Payanagan.
4.      Penyakit pada ternak yang dilaporkan di kecamatan Payanagan yaitu  Coccidiosis, Helminthiosis, BEF, Scabies, Demodecosis, Colibacillosis, Hog Cholera, Streptococcus, dan Rabies. Sebagaian besar dapat ditanggulagi dengan baik.
4.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan setelah program PKL di Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar antara lain:
1.        Keberadaan Puskeswan diengah-tengah masyarakat dalam pelayanan kesehatan hewan dianggap sangat penting, maka sebaiknya penempatan Puskeswan dan dokter hewan Puskeswan merata di seluruh wilayah Kabupaten Gianyar.
2.        Diperlukan peningkatan kerja, perawatan dan penataan sarana dan prasarana kantor dinas, serta pencatatan inventaris yang baik, guna menunjang kerja pegawai dinas yag optimal.
3.        Pentingnya sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat umum tidak hanya kelompok-kelompok tertentu guna meningkatan produktivitas ternak di masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Agustini NLP. 2011. Surveillans penyakit Jembrana di Provinsi Bali, Lampung dan Nangroe Aceh Darussalam. Buletin Veteriner BBVet Denpasar 23(79), 69-76
Data Monografi dan ternak Pusat Kesehatan Hewan Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar.
Iqbal, M. 2011. Startegi Penguatan kinerja pelayanan Kesehatan Hewan dalam mendukung Sistem Kesehatan hewan Nasional. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Hal : 53-71
Kertayadnya G, GE Wilcox, S Soeharsono, N Hartaningsih, RJ Coelen, RD Cook and J Brownlie. 1993. Characteristics of a retrovirus associated with Jembrana disease in Bali Cattle. Journal of Genetics Virology 74, 1765-1773.
Sendow, Indrawati. 2013. Bovine Ephemeral Fever, Penyakit Hewan Menular Yang Terkait Dengan Perubahan Lingkungan. Wartazoa 23(2) : 76-83.
Wardhana, A.H. 2006. Chrysomya bezziana Penyebab Myasis Pada Hewan dan Manusia:Permasalahan dan Penanggulangannya. Wartazoa 16(3) : 146-159.
Wilcox GE, S Soeharsono, DMN Dharma and JW Copland. 1997. Jembrana Disease and the Bovine Lentivirus. ACIAR proceedings 75,10-75





LAMPIRAN