Kamis, 01 November 2018


VULNUS LACERATUM PADA EKOR ANJING LOKAL

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Anjing merupakan  hewan peliharaan yang  dapat  dengan mudah beradaptasi dengan manusia, sehingga anjing banyak dijadikan sebagai teman kesayangan (Setyarini et al, 2013). Anjing merupakan salah satu dari hewan peliharaan, namun kenyataan dilapangan hampir kebanyakan orang memelihara anjing dengan cara dilepas atau tidak dikandangkan. Padahal ini dapat menimbulkan kekhawatiran kepada hewan kesayangan tersebut, karena lepas dari pengawasan si pemilik (Rahardjo, 2016).
Anjing tidak terlepas dari berbagai penyakit yang dapat menyerangnya, baik yang bersifat infeksius maupun non infeksius. Penyakit dari agen infeksius contohnya adalah infeksi bakteri, virus, jamur, dan parasit, sedangkan agen non-infeksius seperti trauma, gangguan metabolisme, kekurangan nutrisi dan masih banyak lagi gangguan kesehatan yang membutuhkan penanganan.
Dalam kehidupannya, hewan dapat mengalami trauma akibat terkena benda panas, tumpul maupun benda tajam dapat menyebabkan luka. Luka atau vulnus adalah hilang atau rusaknya sebagian komponen jaringan tubuh. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul diantaranya hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri dan kematian sel (Kaplan & Hentz, 1992).
Vulnus dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kontaminasinya dan penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya, terdapat beberapa jenis vulnus diantaranya adalah vulnus excoriasi, vulnus punctum, vulnus contussum, vulnus insivum, vulnus schlopetorum, vulnus morsum, vulnus perforatum, vulnus amputatum, vulnus combustum, dan vulnus laceratum.  Luka yang sering terjadi pada anjing salah satunya adalah vulnus laceratum.
Vulnus laceratum merupakan terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan. Secara umum vulnus laceratum dapat dibagi menjadi dua yaitu simple bila hanya melibatkan kulit, dan kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya.
Penanganan yang dapat diberikan pada anjing yang mengalami vulnus adalah dengan metode operasi yang pada umumnya dengan menjahit atau menutup luka, sehingga dapat mengurangi terjadinya infeksi dan dapat mempercepat kesembuhan. Tindakan lainnya juga dapat diterapkan pada hewan yang mengalami vulnus adalah salah satu contohnya vulnus laceratum yang terjadi pada ekor anjing dapat dilakukan dengan operasi tail docking untuk mengurangi kontinuitas vulnus yang dialami (Diesel et al., 2010). Tail docking atau caudectomy adalah amputasi atau pemotongan sebagian dari ekor hewan.

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan ini untuk mengetahui bagaimana cara penanganan kasus vulnus laceratum serta penangan pasaca operasi pada anjing lokal.

1.3  Manfaat
Manfaat penulisan laporan ini  diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan menambah keterampilan mahasiswa dalam penanganan kasus vulnus laceratum pada anjing lokal.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Vulnus
Luka atau vulnus adalah suatu diskontinuitas jaringan yang abnormal, baik di dalam maupun pada permukaan tubuh. Luka dapat terjadi karena trauma yang berasal dari luar atau berasal dari dalam karena gesekan fragmen tulang yang patah, rusaknya kulit dari infeksi atau tumor ganas (Ridhwan, 2002). Menurut Suriadi (2007), luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.
Menurut Radosław (2012) Vulnus laceratum adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping, biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Vulnus laceratum adalah luka yang terjadi akibat trauma oleh benda yang tidak tajam, misalnya tepi meja, terkena bagian dari kendaraan bermotor dan sebagainya, tapi tidak rata.
Menurut Ismail (2009), berdasarkan kedalaman dan luas luka dibagi menjadi 4 stadium. Stadium I yaitu jika luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit. Stadium II jika luka terjadi pada bagian lapisan kulit atau lapisan epidermis dan bagian atas dermis yang ditandai dengan adanya tanda klinis berupa abrasi atau lubang yang dangkal. Stadium III yaitu diskontinuitas keseluruhan kulit meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan namun tidak mengenai otot. Stadium IV yaitu luka yang telah mencapai lapisan otot, tendon, dan tulang dengan adanya destruksi atau kerusakan yang luas.
Menurut Mansjoer (2008), penyembuhan luka dapat terjadi secara Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer), Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder), Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier). Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) adalah penyembuhan luka yang terjadi setelah dilakukannya pertautan tepi luka yang biasanya dilakukan dengan teknik penjahitan. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) adalah penyembuhan luka yang terjadi lebih lama karena biasanya luka tetap dalam kondisi terbuka. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) adalah luka yang dibiarkan tetap terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridemen, setelah luka bersih maka dilakukan pertautan. Proses penyembuhan luka pada umumnya terdiri dari 3 fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturase (remodelling) (Nagori dan Solanki, 2011).
Berdasarkan penyebabnya, terdapat beberapa jenis vulnus diantaranya adalah vulnus excoriasi, vulnus punctum, vulnus contussum, vulnus insivum, vulnus schlopetorum, vulnus morsum, vulnus perforatum, vulnus amputatum, vulnus combustum, dan vulnus laceratum. Salah satu vulnus yang terjadi pada seekor anjing adalah vulnus laceratum atau luka robek.

2.2  Etiologi
Vulnus laceratum adalah luka terbuka yang ditimbulkan oleh goresan benda sedikit tumpul atau tidak terlalu tajam. Vulnus laceratum dapat disebabkan oleh karena terjadi kekerasan, benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan sehingga kontinuitas jaringan terputus. Tepi luka berbentuk garis tidak teratur dan jaringan kulit disekitar luka juga mengalami kerusakan (Junaidi, 2011).

2.3  Tanda Klinis
Tanda klinis yang terlihat adalah adanya luka pada ekor bagian bawah dengan luka robek yang menanah dan membusuk hingga terlihat tulang ekornya.

2.4  Diagnosis
Diagnosis didapatkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesa diketahui bahwa anjing dipelihara dilepas di sekitaran rumah, depan rumah si pemilik adalah jalan umum yang sering dilalui kendaraan bermotor. Hal ini memungkinkan bahwa ekor anjing tersebut terlindas oleh kendaraan bermotor mengakibatkan terjadinya vulnus laceratum. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya luka terbuka pada daerah ekor. 

2.5  Prognosa
Pada kasus vulnus laceratum prognosis ditentukan dari tingkat keparahan yang ditimbulkan. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, maka prognosis pada kasus vulnus laceratum pada anjing lokal ini adalah fausta. Hal tersebut dikarenakan vulnus laceratum yang terjadi dapat dihilangkan dengan cara operasi tail docking selain itu juga anjing kasus merupakan anjing yang dengan umur muda sehingga proses penyembuhan dapat berjalan dengan cepat (Fatmah, 2006).

2.6  Penanganan
Penanganan yang dilakukan untuk meminimalisir kontinuitas dari vulnus laceratum yang terjadi pada ekor anjing adalah dengan operasi tail docking. Caudectomy atau tail docking (pemotongan sebagian ekor), dimana pada umumnya dilakukan untuk keperluan komestika, namun pada indikasi yang terjadi perubahan-perubahan akibat trauma, infeksi, tumor, dan fistula perianal dapat dilakukan tail docking atau caudectomy. Ekor harus dipotong dari 2 sampai 3 cm dari batas normal dari jaringan jaringan ketika menghilangkan tumor atau perubahan akibat dari trauma (Fossum, 2002).


BAB III
MATERI DAN METODE

3.1  Materi
3.1.1 Hewan
A. Anamnesa
Anjing dipelihara dilepaskan di sekitar rumah. Menurut pemilik, anjing mengalami luka pada bagian bawah ekor akibat terlindas oleh sebuah motor.  Karena anjing tersebut kurang diperhatikan oleh pemilik, maka ekor anjing yang mengalami luka tersebut semakin membesar, menanah dan membusuk sampai terlihat tulang ekornya.
B. Signalement Hewan
Nama Pemilik                : Chintya
Nama hewan                  : Juliard
Jenis hewan                    : Anjing               
Ras/breed                       : Lokal
Warna rambut                : Coklat
Jenis kelamin                  : Betina
Berat badan                   : 1 kg
Umur                              : 2 bulan
C. Status Present
CRT                               : <2 detik
Suhu                               : 38,80C
Frekuensi napas : 60 x/menit    
Frekuensi jantung          : 164 x/menit
Pulsus                             : 100 x/menit

3.1.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah stetoskop, pencukur rambut, termometer, scapel, mata pisau, gunting, arteri clamp, needle holder, pinset, spuite, jarum operasi (segitiga) dan  Elizabeth collar. Bahan yang digunakan adalah benang cat gut 3/0, benang silk 3/0, hipafix, tampon, alkohol 70%, dan iodine. Obat-obatan yang dipersiapkan adalah atropin sulfat, xilazin, dan ketamin. Antibiotik yang digunakan Betamox LA dan enbatic powder obat luar untuk proses pengeringan luka. Pemberian betametason sebagai anti inflamasinya.

3.2  Metode
3.2.1 Pra Operasi
1. Persiapan ruang operasi
Ruang operasi dibersihkan dari kotoran dan meja operasi disterilisasi dengan alkohol 70%.
2. Persiapan alat
Sterilisasi pada alat-alat bedah bertujuan untuk menghilangkan seluruh mikroba yang terdapat pada alat-alat bedah, agar jaringan dan pembuluh darah tidak terkontaminasi.
3. Persiapan pasien
Persiapan pasien (hewan) dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik secara lengkap meliputi pencatatan signalemen, status present, serta fungsi sistem tubuh dari pasien. Pasien yang akan dioperasi harus dipuasakan selama 12 jam. Daerah yang akan dioperasi dibersihkan terlebih dahulu dengan mencukur rambut sekitar daerah operasi agar tidak mengganggu proses operasi.
4. Persiapan perlengkapan operator dan asisten.







3.2.2 Teknik Operasi
Teknik operasi pada kasus vulnus laceratum adalah sebagai berikut :
1.      Anjing direstrain, dibersihkan dan diberikan antiseptik pada daerah yang akan dioperasi. Kemudian dianastesi umum dan kulit pada ekor didorong ke depan menuju pangkal ekor.
2.      Pemasangan torniquet (karet gelang untuk membendung aliran darah) pada pangkal ekor untuk mengurangi pendarahan.
3.      Kulit ekor yang ditarik ke arah tubuh dibuat irisan  setengah lingkaran pada bagian dorsal  dan ventral dari ekor. Arteri caudalis lateralis kiri dan kanan dan arteri caudalis mediana diikat.
4.      Ekor dipotong di belakang ikatan pembuluh darah dengan menyisakan 3 ruas os coccygeal. Kulit dijahit dengan benang non absorable secara simple interupted.
5.      Setelah selesai dijahit kemudian luka kemudian diberi iodine dan ditaburi enbatic powder untuk selanjutnya ditutup dengan menggunakan kasa steril untuk mengupayakan terjadinya kondisi ideal luka supaya proses penyembuhan luka tidak mengalami gangguan (Umah dan Kurniawan, 2012).
6.      Anjing dipasangkan Elizabeth collar untuk mencegah anjing menggigit jahitan operasi.

3.2.3 Pasca Operasi
Setelah dilakukan pembedahan diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi dengan memberikan  antibiotik Betamox LA secara intramuscular, salep betametason 1% secara topikal untuk anti radang, enbatic powder dan iodine pada jahitan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil
Hasil pemeriksaan keadaan pasien setelah operasi selama satu  minggu dan dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Tabel pengamatan post-operasi anjing kasus selama 7 hari
Pengamatan
(hari ke)
Hasil
Terapi
1 dan 2
Jahitan pada ekor masih basah. Nafsu makan dan minum normal. Defekasi dan urinasi normal. Aktivitas menurun dan lemas.

Pemberian antibiotik Betamox LA secara intramuskular, salep betametason 1%, dan enbatic powder dan iodine pada luka jahitan.

3
Jahitan pada ekor masih basah akan tetapi kulit ekor terlihat mulai menyatu. Nafsu makan dan minum normal. Defekasi dan urinasi normal. Aktivitas mengalami peningkatan.

Pemberian salep betametason 1%  secara topikal , dan enbatic powder dan iodine pada luka jahitan.

4
Jahitan sudah mengering namun kulit ekor belum menyatu sempurna. Nafsu makan dan minum normal. Defekasi dan urinasi normal. Aktivitas sudah normal
Pemberian enbatic powder dan iodine pada luka jahitan.

5 dan 6
Jahitan sudah mengering dan kulit ekor sudah menyatu. Nafsu makan dan minum normal. Defekasi dan urinasi normal. Aktivitas normal seperti biasanya.

Pemberian enbatic powder dan iodine pada luka jahitan
7
Jahitan sudah dilepas dan kulit ekor sudah menyatu. Nafsu makan dan minum normal. Defekasi dan urinasi normal. Aktivitas normal seperti biasanya.

Pemberian enbatic powder dan iodine pada luka jahitan

4.2  Pembahasan
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik hewan didiagnosa mengalami vulnus laceratum  pada daerah ekor. Luka yang terjadi bersifat kronis, hal tersebut diketahui dari lama luka yang sudah berjalan 1 minggu. Hewan kasus termasuk kedalam vulnus laceratum stadium IV, dikarenakan luka robek yang dialami sangat parah dari kerusakan kulit sampai terlihat tulang, hal ini sesuai dengan pernyataan Ismail (2009), bahwa keadaan kedalaman dan luas luka pasien termasuk ke dalam Stadium IV yaitu luka yang telah mencapai lapisan otot, tendon, dan tulang dengan adanya destruksi atau kerusakan yang luas sehinnga perlu diberikan penanganan bedah karena luka yang dalam dan lebar. Tindakan pembedahan yang dilakukan yaitu operasi tail docking atau amputasi ekor agar tidak terjadi kontinuitas luka, sehingga dapat mempercepat proses kesembuhan serta menghindari luka dari kontaminasi.
Vulnus Laceratum pada Ekor Anjing Kasus

Tail docking pada ekor yang mengalami vulnus laceratum

Pada hari pertama diberikan antibiotik Betamox LA 0,1 ml secara intramuskular dan serbuk enbatic powder pada daerah jahitan kemudian ditutup dengan kasa steril dan leukoplas, selain itu diberikan juga salep betametason 1%. Betamox LA yaitu antibiotik yang termasuk dalam golongan amoxicillin inject. Amoxicillin adalah antibiotik penisilin bakterisidal yang memiliki sprektum luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Amoxicillin mempunyai sprektum antibiotik serupa dengan ampisilin. Beberapa keuntungan amoxicillin dibanding ampisilin adalah amoxicillin lebih cepat dan baik pada saluran pencernaan tidak tergantung adanya makanan. Amoxiciliin dieksresikan dalam bentuk tidak berubah di dalam urin (Ramadhani et al., 2012). Sedangkan pemberian salep betametason 1% adalah bertujuan untuk meredakan peradangan atau pembengkakan yang terjadi pada daerah operasi.
Setelah dilakukan operasi anjing ditempatkan pada tempat yang kering dan bersih, dikandangkan dan dipakaikan Ellisabeth Collar. Pada hari pertama sampai hari ketiga, jahitan pada ekor masih terlihat basah dan kulit ekor belum tampak menyatu. Nafsu makan dan minum pasien sudah mulai normal. Defekasi dan urinasi anjing terpantau normal.
Mulai dari hari keempat  pasca operasi jahitan sudah tampak mengering namun kulit ekor belum menyatu sempurna. Nafsu makan dan minum pasien tampak normal, defekasi dan urinasi normal. Pengobatan yang diberikan yaitu pemberian enbatic powder dan iodine pada jahitan. Pada hari kelima  dan keenam pasca operasi jahitan sudah mengering dan kulit ekor sudah menyatu, untuk pengobatannya yaitu dengan pemberian enbatic powder dan iodine pada jahitan. Pada hari ketujuh jahitan sudah dilepas dan kulit ekor sudah menyatu. Nafsu makan dan minum dari pasien normal. Defekasi dan urinasi normal, sedangkan aktivitas pasien normal seperti biasanya.
Pentingnya memberikan antibiotik dan antiradang setelah operasi  secara teratur sangat membantu proses kesembuhan luka jahitan. Perawatan dan pengamatan juga perlu diperhatikan pasca operasi seperti kebersihan kandang dan luka operasi yang perlu dijaga kebersihannya.


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1  Simpulan
      Berdasarkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik anjing didiagnosa mengalami vulnus laceratum pada bawah ekor. Penanganan yang dilakukan pada kasus ini dengan teknik operasi tail docking (amputasi ekor). Tail docking dilakukan untuk meminimalisir kontinuitas dari vulnus laceratum yang terjadi. Hasil pengamatan pasca operasi menunjukkan bahwa vulnus laceratum yang dialami oleh anjing sembuh dengan jahitan menutup pada hari ketujuh.

5.2  Saran
Diharapkan memberikan perhatian khusus kepada hewan pasca operasi guna untuk mempercepat kesembuhan luka pada hewan. Untuk mencegah terjadinya vulnus laceratum menjadi kronis pada anjing diharapkan pemilik anjing perlu memperhatikan kondisi dari hewan peliharaannya sehingga apabila terjadi trauma segera diambil tindakan medis.



DAFTAR PUSTAKA
Diesel, G., Pfeiffer, D., Crispin, S., Brodbelt, D. 2010. Risk factors for tail injuries in Great Britain. Vet. Rec. 166:812-817.
Fatmah, 2006. Respons Imunitas Yang Rendah Pada Tubuh Manusia Usia Lanjut. Makara, Kesehatan, Vol. 10 (1): 47-53
Fossum, T.W., Hedlund, Hugle, D.A., Johnson, A.L., Willard, M.D. Carroll. 2002. Small Animal Surgery. Mosby Singapore
Ismail. 2009. Luka Bakar dan Perawatannya. Jakarta : Balai Pustaka
Junaidi. 2011.Pedoman Pertolongan Pertama Yang Harus Dilakukan Saat Gawat Dan Darurat Medis. Yogyakarta : Andi Offset
Kaplan, N.E.,  Hentz, V.R. 1992. Emergency management of skin and soft tissue wounds, an illustrated guide, little brown. Boston : USA.
Mansjoer, A. 2008. Kapita selekta kedokteran edisi 3, jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Nagori, B.D., Solanki, R. 2011. Role Of Medicinal Plants In Wound Healing. Research Journal of Medicinal Plant. 5(4):392-405.
Radosław. 2012. First Aid In Cases Of Wounds, Fractures, As Well As Thermal And Chemical Burns. Military Pharmacy and Medicine.Vol 2 : 15 – 24
Rahardjo, P.2016. Laporan Kasus Vulnus Sclopetorum Pada Anjing Lokal. Fakutas Kedokteran Hewan Universitas Udayana: Denpasar
Ramadhani, N.F., Ramadhani, Z.F., Hakhi, R., Milati, A., Andiaty, E., dan Djen, N.R. 2012. Formulasi Amoxicillin Dry Suspension. Referat. Universitas Isal Indonesia. Yogyakarta.
Ridhwan, I. 2002. Pengantar Ilmu Bedah Umum Veteriner. Penerbit Syiah Kuala University Press, Darussalam Banda Aceh.
Setyarini, E., Putra, D., Purnawan, A. 2013. The Analysis Of Comparison Of Expert System Of Diagnosing Dog. IJCSI International Journal of Computer Science Issues. 10 (2); 576-584.
Suriadi. 2007. Manajemen Luka. STIKEP Muhammadiyah. Pontianak
Umah, K., dan Kurniawan, A. 2012. Hidrogen Peroxida & NaCl 0,9% Mempercepat Penyembuhan Luka Pada Pasien Vulnus Appertum. Journals of Ners Community. 3(2): 177.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar