Nasal Polyposis
1.1
Etiologi
Polip hidung merupakan suatu penyakit inflamasi
kronis pada membran mukosa hidung dan sinus prenasal. Bentukan polip bisa bulat
atau lonjong dengan permukaan licin dan warna translusen seperti agar-agar.
Beberapa ahli menyebutkan bahwa polip adalah penonjolan mukosa rongga hidung
dan merupakan pseudomotor. Kata polip sendiri berasal dari bahasa
yunani”Poly-Pous” yang artinya berkaki banyak. Sejak pada jaman Hipocrates
tahun 460-370 SM. Demikian juga di Mesir dan India sejak 1000-4000 tahun SM.
Nasal Poliposis disebabkan oleh berbagai hal seperti alergi, adanya infeksi
oleh jamur seperti jamur Aspergillus, adapula beberapa teori yang mengemukaakn bahwa
nasal poliposis merupakan suatu kondisi yang diakibatkan oleh inflamasi kronis
pada hidung dan sinus prenasal yang ditandai dengan adanya edema dan infiltrasi
seluler.
1.2
Patogenesa
Pada tahap awal akan ditemukan edema mukosa yang
ditemui pada daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan
interseluler, sehingga mukosa yang sembab akan menjadi polipoid. Bila proses
terus berlanjut, mukosa yang sembab akan semakin membesar dan kemudian akan
turun kedalam rongga hidung dan akan berbentuk seperti tangkai, yang akan
menjadi polip.
Polip yang terbentuk pada kavum nasi terjadi akibat
dari proses peradangan yang berlangsug dalam waktu yang cukup lama. Penyebab
umunya adalah sinusitis kronis dan rinitis yang disebabkan oleh alergi. Dalam
jangka waktu yang lama, vasodilatasi darah pada submukosa akan menyebabkan
edema mukosa. Mukosa akan berubah menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan
pada akhirnya akan membentuk suatu struktur bernama polip yang pada umumnya
terjadi pada sinus maksila dan kemudian pada sinus etmoid. Polip akan terus
membesar dan kemudian akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin
dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang
memiliki riwayat rinitis alerg terutama pada rinitis alergi perennial karena
Indonesia yang tidak memiliki variasi musim sehingga alergen dapat ditemukan
sepanjang tahun. Begitu sampai pada kavum nasi, polip akan terus membesar dan
dapat menyebabkan obstruksi pada meatus media
Gejala klinis dari nasal poliposis adalah
penyumbatan rongga hisung namun tergantung dari tempat dan ukuran dari polip
itu sendiri. Penderita nasal poliposis menunjukkan gejala seperti adanya
leleran pada hidung, tersumbatnya lubang hidung, Anosmia ( Tidak dapat mencium
bau) atau Hyposmia yang merupakan karakteristik dari penyakit nasal poliposis
ini.
1.3
Gejala Klinis
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung
adalah adanya sumbatan pada hidung. Sumbatan ini tidak akan hilang dan
timbulnya akan semakin membesar dan keluhannya akan semakin berat yang
menyebabkan hiposmia atau anosmia. Sumbatan polip pada sinus prenasal akan
menyebabkan sinusitis, apabila penyebabnya alergi maka gejala yang utama ialah
bersin dan iritasi di hidung.
Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali
harus dibedakan dengan konka hidung yang menyerupai polip ( konka polipoid ).
Perbedaan polip dan konka polipoid adalah:
·
Bertangkai
·
Mudah digerakkan
·
Konsistensi
lunak
·
Tidak nyeri saat
ditekan
·
Tidak mudah
berdarah
·
Pada pemakaian
vasokonstriktor ( Kapas Adrenalin ) tidak mengecil.
1.4
Diagnosa
Ada
beberapa cara untuk melakukan diagnosa dengan cara:
1.
Anamnesis dan Pemeriksaan
Fisik
Dalam sebuah penelitian retrospektif, gejala awal
yang berupa sumbatan hidung (62%), rinorrhea (64%), san sesak nafas (38%).
Keluhan kronis termasuk batuk (60%), gangguan tidur (37%), dan Anosmia (12%).
Pemeriksaan
fisik nasal poliposis seperti terjadinya deformitas wajah, polip yang meluas
dari akar hidung, dan proptosis. Anterior rhinoskopi dan pemeriksaan endoskopi
dapat ditemukan adanya kongesti dan hiperemia dari mukosa hidung, adanya
sekresi yang berlimpah, polip yang mengembung pada mukosa hidung.
Nasal
poliposis merupakan subkelompok dari cronic Rhinositis (CRS), dimana pada
pasien yang enderita Cystic Fibrosis (CF) pada umumnya ditemukannya temuan
radiografi yang luas dengan tidak ditemukannya gejala dan tanda-tanda
endoskopik
2.
Perbandingan
Perbandingan diagnosa dari sinus prenasal pada
pasien Cystic Fibrosis memiliki ciri-ciri khusus seperti Frontal dan Hipoplasia
sinus sphenoid. Cystic Test merupakan perbandingan yang merupakan standar emas
sebagai tolak ukur untuk perencanaan pembedahan namun, Cystic Test tidak dapat
digunakan sebagai tolak ukur untuk intervensi klinis atau bedah untuk Cronic
Rhinositis.
1.5
Terapi dan Pencegahan
1.
Terapi
Terapi pada nasal poliposis bertujuan untuk
mengecilkan atau menghilangkan nasal polip dari hidung sehingga gejala
klinisnya dapat dikurangi, baik dengan obat-obatan maupun prosedur operasi.
Obat
yang digunakan untuk mengurangi reaksi peradangan, sehingga dapat membantu
mengurangi ukuran polip dan meredakan gejala hidung tersumbat antara lain:
a.
Obat Semprot
Steroid
Semprot Hidung: Flutikason (Veramyst, Flonase), Budesonide (Rhinocort), dan
Mometasone.
b.
Steroid Oral
atau Injeksi dapat digunakan apabila terapi dengan semprotan tidak bekerja
efektif namun tidak dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama karena
memiliki efek samping yang serius, seperti retensi cairan, hipertensi, dan
glukoma contohnya: Prednison 50mg/hari atau deksametason selama 10 hari
kemudian dosis diturunkan perlahan-lahan. Dan untuk pemberian secara injeksi
contohnya: Triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5cc, setiap 5-7 hari
sekali.
c.
Golongan
Antihistamin dan Antibiotik juga dapat digunakan untuk mengobati alergi atau
infeksi sinus yang dapat menyebabkan peradangan pada hidung
2.
Pencegahan
Pencegahan Nasal Poliposis dapat dilakukan dengan
cara:
1.
Menghindari
hal-hal dapat memberikan kontribusi untuk terjadinya peradangan atau iritasi
sinus, seperti alergen, polusi udara dan bahan kimia
2.
Selalu menjaga
kebersihan tubuh hewan. Ini merupakan salah satu cara untuk melindungi hewan dari
infeksi bakteri dan virus yang dapat menyebabkan peradangan pada hidung dan
sinus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar