BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sejarah
kesehatan masyarakat (kesmas), terdapat 2 tokoh mitologi Yunani yang sangat
berperan yaitu Asclepius dan Higeia. Asclepius yaitu sebagai seorang dokter
pertama yang sering mengobati penyakit dengan baik, sedangkan Higeia adalah
seorang asisten Asclepius, yang kemudian diceritakan sebagai istrinya, Higeia
juga telah melakukan berbagai usaha kesehatan. Diantara mereka ada perbedaan
pendapat tentang penanganan masalah kesehatan sebagai berikut:
-
Asclepius melakukan pengobatan setelah
penyakit tersebut menyerang seseorang.
-
Higeia lebih menganjurkan untuk
melakukan upaya secara ilmiah untuk penyembuhan penyakit tersebut.
Dari mitos Yunani
Asclepius dan Higea tersebutlah kemudian terciptanya dua pendekatan untuk menagani
masalah kesehatan yaitu penanganan kesehatan dengan cara pengobatan (kuratif)
dan penanganan dengan melakukan pencegahan terhadap penyakit dan meningkatkan
kesehatan (promotif). Dalam perkembangannya menjadikan adanya dua profesi yaitu
pelayanan kesehatan kuratif (Curative
Health Care) dan pelayanan pencegahan (Preventive
Health Care). Adapun perbedaan dari kedua profesi tersebut ialah :
No
|
Aspek
|
Kuratif
|
Preventif
|
1
2
3
|
- Sasaran
(pasien)
- Kontak
terhadap pasien
- Jarak
hubungan dengan pasien
- Pendekatan
- Sistem
penanganan
|
- Individu
- Hanya
sekali
- Cenderung
jauh
- Bersifat
reaktif
- Partial
(hanya biologis)
|
- Masyarakat
- Sering
- Bersifat
kemitraan
- Proaktif
- Utuh(biologis,
psikologis, dan social)
|
Pada
Kesehatan Masyarakat Veteriner, hubungan antara kesehatan/penyakit hewan dengan
manusia sangat erat kaitannya dimana para ahli di World Health Organization (WHO)/ Food Agriculture Organization
(FAO) pada tahun 1950, telah membahas tentang persoalan penyakit hewan yang
sangat penting dari segi kesehatan manusia dan dari segi ekonominya. Definisi
dari hubungan kesehatan hewan dengan manusia yakni suatu aktivitas yang
dilakukan dengan tujuan pencegahan dan pengembangan kesehatan dengan cara
memanfaatkan kombinasi dari sumber daya dan ilmu pengetahuan dengan penekanan
terhadap kesehatan manusia dan hewan. Ruang lingkup dari kesehatan masyarakat
veteriner (Veterinary Publich Health)
diantaranya :
-
Berperan dalam pencegahan, pengawasan,
dan pembasmian penyakit (zoonosis),
-
Berperan dalam pengawasan terhadap bahan
makanan yang berasal dari hewan,
-
Berperan dalam sanitasi lingkungan dan,
-
Berperan dalam pendidikan dan riset.
Di
Indonesia, Kesehatan Masyarakat veteriner berkembang sejak abad ke-20, yakni di
Surabaya, Jakarta, dan Semarang pada tahun 1911 dan di Bandung pada tahun 1917
dimana pada saat itu Pemerintah menugaskan dokter hewan di tiap Kotamadya untuk
mengawasi kesehatan hewan, kesehatan susu, kesehatan daging sehingga sampai di
konsumen berada dalam keadaan utuh dan tetap sehat.
Hubungan
antara Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) dengan Kesehatan Masyarakat Veteriner
diatur dalam Undang-undang nomor 6 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Menurut Undang-Undang nomor 6
tahun 1967 pasal 1 ayat 1 menyebutkan kesmavet ialah segala urusan yang
berhubungan dengan hewan dan bahan-bahan yang berasal dari hewan yang secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.
BAB II
APLIKASI EPIDEMIOLOGI DALAM
KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
Epidemiologi merupakan ilmu yang
mempelajari ihwal penyebaran penyakit serta determinan yang mempengaruhi
penyakit tersebut. Adapun 3 elemen yang tercakup di dalamnya yakni :
1.
Semua penyakit, baik infeksius maupun
non infeksius
2.
Populasi,, menyangkut distribuasi
penyakit pada populasi (manusia/hewan) atau kelompok
3.
Pendekatan ekologi
Dalam pendekatan ekologi yaitu mengkaji
tentang terjadinya atau penyebaran suatu penyakit yang ditentukan oleh 3 faktor
utama yaitu orang atau hewan yang menjadi sasaran penyebaran penyakit, tempat
diaman terjadinya penyakit tersebut dan waktu terjadinya penyakit.
Dalam epidemiologi terdapat 3 pokok pendekatan atau metode yaitu
:
1.
Epidemiologi Deskriptif
Merupakan
pengumpulan data dasar factor penentu kejadian penyakit yang terdiri atas :
hospes, agen penyakit dan lingkungan tempat terjadinya penyakit. Dalam hospes
di dalamnya berperan umur dan jenis kelamin yang menjadi variable yang selalu
diperhatikan dikarenakan hewan yang berumur muda lebih rentan terkena penyakit
dan pada jenis kelamin, jenis kelamin betina lebih sering terserang penyakit
brucellosis dan trichomoniasis. Kejadian tersebut diduga karena factor genetic
dan perbedaan hormonal.
2. Epidemiologi
Analitik
Dalam
pendekatan ini dilakukan penelusuran ulang ke belakang dengan menganalisis
berbagai data yang ada hubungannya dengan penyakit tersebut, untuk dapat
menemukan penyebab penyakit tersebut. Adapun 2 studi dalam epidemiologi ini
yaitu :
a) Studi
Riwayat Kasus
Membandingkan dua
kelompok orang atau hewa yang mengalami penyakit dan kelompok yang tidak
terkena yang kemudian di uji dengan stastistik apakah ada perbedaan yang
bermakna dari kedua kelompok tersebut.
b) Studi
Kohort
Membandingkan
sekelompok hewan yang terpapar pada agen penyakit, kemudian kelompok hewan lain
yang jenisnya sama tetapi tidak dipaparkan (kelompok control) oleh agen
penyebab penyakit, dan kemudian dicari perbedaan dari kedua kelompok tersebut.
3. Epidemiologi
Eksperimen
Menguji
atau dilakukannya percobaan kepada kelompok subjek kemudian dibandingkan dengan
kelompok control.
Dalam pengukuran epidemiologi yang
bertujuan untuk melihat bagaimana penyebaran kesakitan (morbiditas) dan
kematian (mortalitas) menurut berbagai sifat hospes, lingkungan dan waktu.
Adapun ukuran dasar yang digunakan dalam hubungan dengan morbiditas adalah incidence rate, prevalence rate, attack
rate, sedangkan pada ukuran dasar yang digunakan pada mortalitas yaitu crude
death rate, age specificdeath rate, cause death specific.
Pada konsep dasar terjadinya
penyakit, penyebaran penyakit diakibatkan oleh berbagai factor diantaranya dari
agen penyebab, hospes, dan lingkungan. Penyakit menular yaitu penyakit yang
dapat berpindah dari satu hewan ke hewan yang lain baik itu secara langsung
atau melalui perantara, penyakit tersebut dipengaruhi juga oleh agen penyebab,
hospes, dan jalannya penyebaran penyakit tersebut.
Pencegahan
dan penanggulangan untuk mengatasi penyakit menular dilakukan dengan 3
pendekatan atau cara yang dilakukan diantaranya: eleminasi reservoir (sumber
penyakit), memutus mata rantai penularan, dan melindungi kelompok-kelompok
hewan yang rentan terkena penyakit. Dalam pencegahan juga dapat dilakukan
dengan tindakan preventif yaitu dengan melakukan imunisasi atau pada hewan
dikenal dengan nama vaksinasi. Imunisasi atau vaksinasi dilakukan dengan tujuan
untuk memicu kekebalan tubuh agar kebal terhadap suatu penyakit. Adapun factor
yang mempengaruhi kekebalan tubuh yaitu antara lain umur, jenis kelamin,
kehamilan, gizi dan trauma.
BAB
IV
KESEHATAN
LINGKUNGAN
Masalah
kesehatan merupakan masalah yang kompleks, dimana factor yang mempengaruhi
kesehatan tersebut meliputi keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan
kesehatan. Kesehatan lingkungan merupakan suatu kondisi atau keadaan lingkungan
yang optimal sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan
yang optimal. Ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain adalah perumahan,
pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembuangan sampah,
pembuangan limbah, kandang hewan atau ternak dll.
Rumah
merupakan salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Syarat rumah
yang sehat meliputi bahan bangunan dengan kondisi baik, adanya ventilasi untuk
menjaga aliran udara masuk ke dalam rumah, cahaya yang cukup, luas bangunan
yang cukup untuk penghuni di dalamnya dan fasilitas-fasilitas yang harus
dimiliki yaitu seperti penyediaan air bersih, pembuangan tinja, pembuangan
limbah, fasilitas dapur, dan ruang berkumpul kelurga dan biasanya apabila hidup
di pedesaan maka rumah tersebut memiliki fasilitas seperti gudang untuk
menyimpan hasil panen dan kandang untuk ternak.
Pada
kesehatan lingkungan, sampah merupakan sesuatu yang dapat mempengaruhi keadaan
lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dimana sampah merupakan suatu bahan atau
benda padat yang tidak digunakan lagi dalam kegiatan manusia dan dibuang.
Sampah-sampah yang dibuang tersebut berasal dari pemukiman atau sampah rumah
tangga, sampah yang berasal dari tempat-tempat umum, sampah perkantoran, sampah
jalan raya, sampah industry, sampah pertanian, sampah pertambangan, dan
sampah-sampah yang berasal dari peternakan atau perikanan.
Pengelolaan sampah
meliputi pengumpulan, pengangkuta, sampai dengan pemusnahan atau pengolahan
sampah sehingga sampah tidak menjadi gangguan dalam kesehatan lingkungan. Pada
pengumpulan sampah, sampah dikumpulkan dengan tanggung jawab dari masing-masing
rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah tersebut. Pengumpulan yang
sederhana dilakukan dengan membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan
dan kemudian diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS) dan selanjutnya
dibawa ke tempat penampungan akhir (TPA).
Pada pemusnahan dan
pengolahan sampah dilakukan melalui berbagai cara diantaranya adalah dengan
ditanam dengan membuat lubang kemudian mengubur sampah dengan tanah, dengan
cara dibakar pada tungku pembakaran, pengolahan sampah dengan cara daur ulang
apabila itu sampah anorganik seperti plastic, dan pada sampah organic seperti dedaunan dapat
dijadikan pupuk untuk pertanian.
Air limbah atau air buangan
adalah sisa air yang dibuang yang berasala dari rumah tangga, industry, maupun
tempat-tempat lainnya. Pada umumnya air limbah mengandung zat yang membahayakan
bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Maka dari itu
dilakukanlah pengolahan air limbah yang dimaksudkan untuk melindungi lingkungan
hidup terhadap pencemaran air limbah tersebut. Adapun cara yang dapat dilakukan
yaitu dengan cara pengenceran (mengencerkan sampai mencapai konsentrasi
terendah) kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Yang kedua yaitu dengan
kolam oksidasi dimana cara ini dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari ,
algae, bakteri, dan oksigen untuk proses pembersihan alamiah. Yang ketiga dapat
dilakukan dengan irigasi yaitu air limbah dialirkan kedalam parit-parit terbuka
yang digali dan air akan merembes masuk ke dalam tanah melalui dasar dan
dinding-dinding parit tersebut.
BAB V
SANITASI DAN HIGIENE DALAM PROSES
PRODUKSI
DAN PENANGANAN PANGAN
Dalam
masalah hygiene dan sanitasi memegang peranan yang sangat penting karena keterkaitannya dengan aspek kehidupan yaitu
kesehatan. Berbagai masalah akibat adanya kontaminasi dan infeksi oleh mikroba
seperti masalah keracunan makanan dapat dengan mudah diatasi bila control
terhadap hygiene dan sanitasi ditingkatkan. Kunci untuk mengontrol pertumbuhan
mikroba pada produk makanan di pabrik pengolahan makanan adalah program hygiene
dan sanitasi yang efektif.
Prinsip
pertama dari sanitasi adalah membersihkan yaitu dengan upaya menghilangkan
mikroba yang berasal dari sisa makanan dan tanah yang mungkin dapat menjadi
media yang baik bagi pertumbuhan mikroba dan yang prinsip yang kedua yaitu
penggunaan zat kimia, dengan cara menggunakan zat kimia atau metode fisika
untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme yang tertinggal pada
permukaan alat dan mesin pengolah
makanan.
Adapun
sumber-sumber dari kontaminasi yaitu meliputi bahan baku mentah, peralatan atau
mesin yang berkontak langsung dengan makanan, peralatan untuk sterilisasi
panas, air untuk pengolahan makanan, air pendingin kaleng, dan peralatan atau
mesin yang menangani poduk akhir (post process handling equipment). Prosedur
untuk melaksanakan hygiene dan sanitasi harus disesuaikan degan jenis atau tipe
mesin. Standar yang digunakan yaitu pre
rinse, pembersihan, pembilasan, pengecekan visual, penggunaan desinfektan,
pembersihan akhir dan drain dry.
Meskipun
panas dan sinar ultraviolet sangat efektif untuk proses sanitasi, hingga kini
industri makanan masih sangat tergantung pada desinfektan kimiawi. Desinfektan
tersebut akan membasmi sebagian besar mikroba, walaupun tidak 100% tetapi
setidaknya dapat mengurangi jumlah dari mikroba tersebut, pengurangan jumlah
mikroba dapat mempengaruhi patogenitas dari mikroba tersebut. Bahan-bahan yang
digunakan sebagai desinfektan yaitu klorin, iodosphor, senyawa ammonium
kuartener,surfaktan yang bersifat amfoter dan asam basa kuat.
Higiene
dan kesehatan karyawan ternyata berpengaruh terhadap kualitas produk akhir dari
hasi produksi industry makanan. Maka dari itu diperlakukanlah prosedur standar
bagi hygiene dan kesehatan karyawan terutama bagi mereka yang berkontak
langsung dengan pengolahan makanan. Prosedur tersebut direncanakan dalam tiga
bidang yang berkaitan dan harus dilaksanakan secara terpadu yang diantaranya
yaitu yang pertama seleksi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan karyawan, yang
kedua : pendidikan dan pengawasan hygiene dan sanitasi, dan yang ketiga :
praktek hygiene dan sanitasi di pabrik.
Tidak
hanya karyawan yang dituntut untuk hygiene, tetapi juga pabrik dituntut untuk
hygiene dan mempunyai sanitasi yang
baik. System dari hygiene dan sanitasi pada pabrik meliputi keberihan ruangan
dan pakaian kerja yang bersih, bangunan dan kontruksi yang ideal sehingga dapat
mencegah kontamiasi oleh mikroba.
Prinsip
sanitasi yang diterapkan dalam SPOS (Standar Prosedur Operasi Sanitasi) menjadi
8 kunci sanitasi, yaitu
Kunci
1. Keamanan air,
Kunci
2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan,
Kunci
3. Pencegahan kontaminasi ulang
Kunci
4. Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet,
Kunci
5. Proteksi dari bahan kontaminan,
Kunci
6. Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksik dengan benar,
Kunci 7. Pengawasan kondisi kesehatan
personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi dan,
Kunci
8. Menghilangkan hama dari unit pengolahan.
BAB VI
RESIDU DAN CEMARAN MIKROBA PADA
PRODUK PANGAN ASAL HEWAN
DI INDONESIA
Ketelitian
pengamatan terhadap adanya kandungan residu dalam makanan merupakan salah satu
upaya untuk menjaga agar makanan yang dikonsumsi manusia memiliki resiko
membahayakan kesehatan sekecil mungkin. Residu di definisikan sebagai kandungan
zat yang tidak diinginkan yang tertinggal dalam makanan atau lingkungan
sekitar. Usaha yang dilakukan untuk meminilasir adanya residu yaitu berdasarkan
prinsip Quality Assurence yang harus
dilaksanakan oleh pihak industry peternak, mulai tingkat pemasok, sampai
tingkat pengolah, sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi.
Akhir-akhir
ini, setiap negara mulai menetapkan Maximum
Residu Level (MRL) saebagai persyaratan yang sah dari produk bahan makanan
asal hewan yang akan diperdagangkan. Yang dimaksudkan dengan MRL yaitu batas
angka tertinggi residu yang masih diperbolehkan berada dalam makanan.
Pemerintah terus berusaha memberikan jaminan terhadap produk pangan asal hewan
yaitu telah dilakukannya monitoring dan surveilens residu dan cemaran mikroba
pada produk asal hewan dengan harapan dapat mengantisipasi kemungkinan hal-hal
yang membahayakan konsumen serta dampaknya terhadap perdangan produk asal hewan
impor maupun ekspor.
Adapun
tujuan dari dilakukannya monitoring dan surveilens residu dan cemaran mikroba
yaitu untuk mendapatkan gambaran secara garis besar kandungan residu yang ada
dalam bahan makanan asalA hewan maupun lingkungan peternakan di Indonesia dan
sekaligus mengetahui tingkat pencemarannya dan memperkenalkan konsep Quality Assurence untuk pengawasan
produk makanan asal hewan pada setiap saat pemrosesan mulai dari bahan mentah
sampai dengan pada produk akhir.
Dalam
garis besarnya residu terdiri atas tiga kelompok besar yaitu diantaranya
1. Residu
Alamiah yaitu residu yang didapatkan secara alamiah dalam lingkungan sekitar
dan pada umumnya terdiri dari residu mineral dan mikrobiologik. Residu alamiah
ini dibagi menjadi tiga kelompok diantaranya
a. Geogenik
yaitu logam yang diarbsorpsi oleh tanaman dan masuk ke dalam rantai makanan
b. Anthropogenic
yaitu logam yang mengkontamiasi tanah dan hewan lebih dari batas alamiah akibat
perbuatan manusia.
c. Biogenic
yaitu residu yang selalu ada secara alamiah
pada makanan (mycotoxin dan phytotoxin)
2. Residu
yang Disebabkan oleh Manusia
Contoh dari rsidu ini
yaitu kandungan dari pestisida sintetis yang dapat menimbulkan residu pada
hewan apabila diberikan oleh manusia atau terkontaminasi secara tidak sengaja.
3. Residu
Sekunder
Residu yang mencakup semua zat yang
kemudian dihasilkan dalam jumlah yang berlebihan selama perlakuan dan
pemrosesan lebih lanjut terhadap makanan.
Di
samping itu, residu dapat digolongkan dengan cara lain yaitu
1. Homobiotik contohnya
hormone dan vitamin
2. Xenobiotic
contohnya antibiotic dan pestisida
Resiko
ancaman yang diakibatkan oleh residu adalah keracunan, akumulasi dalam
jaringan, efek mutagenic, efek karsinogenik, induksi resisten, penekanan
terhadap daya tahan tubuh dan potensi alergi. Kesadaran dengan adanya residu
tersebut sangat penting diketahui oleh para konsumen, sehingga konsumen dapat
memilih makanan asal hewan yang aman dan
bebas dari bahaya residu. Tidak hanya konsumen, pemerintah juga seharusnya
memberi sosialisasi ke masyarakat tentang bahaya residu dan memonitoring
produsen-produsen sehingga prosuden dapat memproduksi produk asal hewan yang
aman dari residu.
BAB VII
ADITIF PADA MAKANAN
Aditif
makanan adalah bahan yang ditambahkan
atau dicampurkan sewaktu mengolah makanan
untuk meningkatkan mutu, yang termasuk di dalamnya yaitu pewarna,
penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan, pengawet, pengemulsi,
antigumpal, pemucat dan pengental.
Pada umumnya bahan tambahan dapat dibagi
menjadi dua bagian besar yaitu
-
Aditif
sengaja, yaitu aditif yang diberikan secara sengaja untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi,
cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa,
dan lain sebagainya.
-
Aditif
tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah yang sangat kecil sebagai akibat
dari proses pengolahan.
Adapun zat aditif yang sering dicampur
dalam makanan dikelompokan menjadi :
1. Zat
pengikat logam ( Sekuestran )
Suatu zat yang ditambahkan dalam
pengolahan makanan dengan tujuan menstabikan bahan makanan tersebut. Sekuestran
dapat mengikat logam dalam ikatan kompleks, sehingga dapat mengalahkan pengaruh
buruk dari logam tersebut.
2. Zat
antikerak
Zat yang bersifat higroskopik yang
ditambahkan pada bahan makanan yang kemudian akan melapisi partikel bahan dan
menyerap air yang berlebihan atau membentuk
campuran senyawa yang tak dapat larut
3. Zat
pemantap
Ion trivalent adalah salah satu zat
yang dipakai dengan tujuan mebuat tekstur makanan menjadi dank eras dan renyah.
4. Zat
pemanis sintetik
Zat yang dapat menimbulkan rasa
manis atau membantu dalam mempertajam rasa manis tetapi kalori yang dihasilkan
jauh lebih rendah dibandingkan gula.
5. Zat
penjernih larutan
Bentonit adalah salah satu zat
penjernih yang digunakan dalam pencegahan pengendapan dalam protein sehingga
tidak menjadi keruh.
6. Zat
pemucat
Bahan
pemucat berfungsi dalam mengoksidasi makanan, diantaranya zat bensoil
peroksida.
7. Asidulan,
zat pengasam
Asidulan merupakan senyawa kimia yang
bersifat asam yang ditambahkan dalam proses pengolahan makanan dengan tujuan
sebagai penegas rasa dan warna.
8. Pengembang
adonan
Bahan-bahan yang digunakan sebagai pngembang adalah
bahan-bahan yang menghasilkan CO2
9. Zat
pengawet
-
Zat pengawet organic
Zat yang digunakan yaitu asam
sorbet, asam propionate, asam benzoate, asam asetat, dan epoksida
-
Zat pengawet anorganik
Zat yang digunakan yaitu ssulfit,
nitrat, dan nitrit
10. Surfaktan
Bahan yang digunakan dalam
pengolahan pangan untuk meningkatkan mutu produk dan mengurangi kesulitan
penanganan bahan yang mudah rusak.
-
Pengental, bahan makanan yang berupa
cairan dapat dikentalkan dengan bahan gumi dan bahan polimer sintetik
-
Pembasah
a. Pembasahan
permukaan yang berlapis lilin
b. Pembasahan
kapiler
c. Pembasahan
tepung
BAB VIII
SENYAWA BERACUN DALAM BAHAN PANGAN
Dalam bahan
pangan sering kali terdapat berbagai senyawa kimia yang kadang-kadang bersifat
beracun sehingga dapat membahayakan kesehatan yang mengkonsumsinya. Bahaya yang
ditimbulkan dapat berupa bahaya
keracunan yang akut atau kronis dan dapat menimbulkan perubahan sifat
(mutagen).
Secara
garis besar, senyawa beracun dalam bahan makanan dapat digolongkan menjadi tiga
golongan yaitu :
1.
Senyawa Beracun Alamiah
Bahan
makanan yang secara alamiah mengandung berbagai senyawa yang beracun. Contohnya
yaitu :
a. Alkaloid
dalam kentang
b. Alkaloid pirolizidina
yang bersifat karsinogenik
c. Kafein
dalam the, kopi, coklat, cola dan berbagai minuman penyegar
d. Mimosin
dan leukonin dalam biji lamtoro atau
petai cina
e. Asam jengkolat dalam
biji jengkol
f. Pakirizida
pada biji bengkuang
g.
Saponin
h. Goitrogen pada
tanaman Coniferae
i.
Gosipol
dalam biji kapas
2.
Senyawa Racun dari Mikroba
Keracunan
oleh mikroba disebut juga intoksikasi
yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung
senyawa beracun yang diproduksi mikroba, baik itu bakteri atau kapang.
Contoh dari senyawa beracun yang dihasilkan oleh mikroba yaitu :
a. Clostridium botulinum,
senyawa racunnya disebut botulinin yang
bersifat neurotoksik, keracunan terjadi akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung
botulinin atau botulisme.
b. Pseudomonas cocovenenans,
senyawa racun yang dihasilkan disebut dengan toksoflavin dan asam bongkrek. Kedua senyawa tersebut diproduksi
dalam tempe bongkrek yang bahan utamanya yaitu ampas kelapa.
c.
Staphylococcus
aureus, senyawa racun yang dihasilkan disebut dengan enterotoksin yang dapat menyebabkan
gastroenteritis.
d.
Mikotoksin
dan Aflatoksin, mikotoksin merupakan senyawa beracun
yang diproduksi oleh kapang atau jamur. Mikotoksin
yang terkenal yaitu aflatoksin, Aflatoksin merupakan senyawa beracun yang dihasilkan oleh jamur
Aspergillus flavus aatau Aspergillus parasiticus.
3.
Residu dan Pencemaran
a. Pestisida,
yang termasuk insektisida, fungisida, dan rodentisida. Penggunaan pestisida
tersebut dapat meninggalkan residu pada bahan pangan yang dapat membahayakan
konsumennya.
b. Kontaminasi Radioaktif,
dapat terjadi pada air dan bahan pangan
melalui isotop radioaktif yang terjadi
secara alami dari debu radioaktif.
c. Kontaminasi Merkuri,
terjadi ketika mengkonsumsi ikan yang
telah terkontaminasi oleh merkuri. Contohnya adalah kasus pada merkuri di
teluk Minamata. Kontaminasi merkuri tersebut berasal dari buangan sisa industri
yang di alirkan ke sungai-sungai yang bermuara pada teluk tersebut.
BAB
IX
GIZI DAN PANGAN MENURUT PENDEKATAN
KESEHATAN MASYARAKAT
Gizi
kurang adalah semua hal yang berkaitan dengan ketidakcukupan makanan (diet), termasuk penyerapan dan
pencucian makanan yang tidak sempurna sehingga timbulnya penyakit yang muncul
sebagai gejala klinis serta makanan yang tidak mencukupi secara kualitas dan
kuantitas. Kekurangan pangan (poor diet) tidak
hanya berakibat terjadinya penyakit,
melainkan juga penting dalam hubungannya dengan riwayat alamiah dari penyakit
lain. Penyakit mudah berkembang ketika
terjadi gizi kurang.
Penyebab terjadinya gangguan kesehatan dipengaruhi
oleh factor Penyebab / agen (P), Inang / host (I) dan Lingkungan (L). Awal
mulanya adalah P menyerang I kemudian apabila reaksi I kuat dalam artianya
status imun dan gizinya baik maka P tidak mudah menyerang I. Apabila daya tahan
I rendah maka P akan lebih mudah menyerang I. Interaksi dari keduanya itu
terjadi dengan perantara lingkungan. Apabila L yang baik akan meningkatkan daya
tahan I dan apabila lingkungan itu buruk maka akan meningkatkan daya serang P.
Gambar. Keseimbangan antara Faktor Penyebab (P),
Inang (I), dan Lingkungan (L)
1.
Factor yang berpengaruh terhadap
komponen inang
a.
Umur,
pada inang atau host yang umurnya muda lebih sering terkena penyakit
dikarenakan daya tahan tubuhnya yang belum sempurna.
b.
Jenis
kelamin, contohnya pada kasus anemia gizi yang lebih berat
di derita oleh wanita daripada pria.
c.
Kelompok
etnik atau ras, dapat menentukan tingkat kepekaan
dikarenakan perbedaan genetic.
d.
Jenis
pekerjaan, penyakit yang didapatkan pada tempat kerja atau
keadaan lingkungan sekitarnya
2.
Factor yang berpengaruh pada
komponen Penyebab (P)
a. Dosis,
merupakan banyak atau jumlah penyebab penyakit yang mengganggu tubuh dari
inang.
b. Virulensi,
merupakan daya infeksi, daya invasi (kemampuan untuk menyebar) dan daya
patogenik dari komponen penyebab.
c. Port
de’entery,
meruapakan jalan masuk atau pintu kontak antar penyebab dan inang.
Contohnya saluran pernafasan, saluran pencernaan atau menempel di kulit.
3.
Factor yang berpengaruh pada
komponen Lingkungan (L)
a. Lingkungan Biologis,
contohnya yaitu dari segi kebiasaan makan, di daerah beriklim dingin makanan
pokoknya adalah gandum dan pada daerah beriklim tropis dan subtropis makanannya
adalah gandum. Hal itu mempengaruhi
lingkungan biologis yang merupakan komponen dari penyebab dan terjadinya
kontak antara penyebab penyakit dan inangnya.
b. Lingkungan Alam (fisik),
perubahan iklim yang dapat mempengaruhi
potensi serta interaksi antara penyebab penyakit dan inangnya.
c. Lingkungan Sosial, berupa
jarak fisik dan jarak kejiwaan. Apabila
kejiwaan dalam keadaan drop atau stress maka penyebab lebih mudah menyerang
inang.
d. Lingkungan Ekonomi.
Golongan Ekonomi yang rendah dapat
mempengaruhi gizi yang rendah juga dikarenakan makanan yang dimakan tidak
mempunyai gizi yang cukup yang mempengaruhi daya tahan tubuh.
Upaya Pencegahan Timbulnya Gangguan
Kesehatan
1. Pencegahan Tingkat Pertama,
cara yang dapat dilakukan yaitu pra-patogenesis dengan cara peningkatan kesehatan dan perlindungan khusus.
2. Pencegahan Tingkat Kedua, pencegahan
yang diberikan pada masa pathogenesis, yaitu berupa diagnosis dini dan pengobatan secepatnya.
3. Pencegahan Tingkat Ketiga, pencegahn
yang diberikan pada masa pathogenesis tahap lanjut dan pascapatogenesis.
BAB
X
PERANAN PANGAN HEWANI DALAM
PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT
Konsumsi
makanan di negara-negara maju khususnya Amerika Serikat bersifat kompleks dan
bervariasi. Bahan pangan asal hewan sangat bermanfaat bagi tubuh, kandungan dari bahan pangan hewani sangat
diperlukan bagi tubuh untuk menjaga tubuh tetap
mempunyai nilai gizi yang baik sehingga tubuh akan menjadi sehat.
Adapaun kandungan atau komposisi dari daging yang di konsumsi yaitu :
1. Protein
Protein merupakan sumber asam amino
yang diperlukan untuk membangun dan memelihara jaringan tubuh disamping berperan di dalam pengaturan berbagai proses
di dalam tubuh. Protein daging sebagian besar terdapat dalam otot dan jaringan ikat. Daging
segar tanpa lemak mengandung 19%-23% protein. Pada daging yang telah dimasak
dapat terjadi penurunan kadar air dan lemak sebesar 25%-30%. Tingginya
kandungan pada daging mengakibatkan daging merupakan sumber protein yang
berkualitas tinggi. Protein memiliki
kemampuan untuk memacu pertumbuhan yang
cepat bila di konsumsi, maka protein hewani dianggap memiliki nilai
biologis yang tinggi.
2. Lemak
dan Kalori
Kandungan
lemak dalam daging umumnya bervariasi. Jumlah lemak dari daging tergantung dari
jumlah lemak yang terikat di dalam otot dan di antara otot, serta jumlah lemak
bebas setelah proses pemotongan dan penetelan. Komponen lemak yang ditinjau dari sudut gizi yaitu trigliserida, fosfolopida, kolesterol dan dalam jumlah tertentu
lemak dari lemak pelarut protein. Para ahli
gizi menyarankan untuk mengkonsumsi
kolesterol tidak lebih dari 300mg kolesterol/hari dikarenakan mengkonsumsi
kolesterol yang tinggi dapat mengakibatkan atau memberikan kontribusi
meningkatkan peluang terserang penyakit kardiovaskuler.
3. Karbohidrat
Daging segar mengandung
karbohidrat kurang dari 1%. Sebagian besar karbohidrat berada dalam bentuk glikogen dan asam laktat. Hati adalah tempat
penyimpanan utama dari glikogen, sehingga sebagian besar karbohidrat dalam
tubuh hewan terdapat pada organ hati.
4. Mineral
Daging umumnya
merupakan sumber segala mineral kecuali
kalsium. Adapun kandungan dari mineral dalam daging yaitu Fe, Mg, K,
Sodium, Z, dan Cu. Fe diperlukan oleh tubuh untuk mensintesis hemoglobin,
myoglobin, dan enzim-enzim tertentu.
5. Vitamin
Daging merupakan sumber dari
vitamin B kompleks yang sangat baik, tetapi minim kandungan vitamin C, kecuali
hati yang minim vitamin A, D, E. K. kandungan vitamin yang tinggi di dalam
daging yaitu thiamine, riboflavin,
niacin, vit B6 dan vit B12.
Jenis Daging dan Olahan Daging
Jenis atau macam daging memiliki
kandungan protein yang berbeda-beda jika dibandingkan dengan otot. Produk
daging olahan komposisinya dapat ditingkatkan
atau diturunkan tergantung permintaan konsumen. Banyak produk olahan saat
ini yang menawarkan kandungan rendah
protein dan lemaknya yang tinggi.
Penurunan Gizi Selama Pemasakan
Pada
dasarnya, nilai gizi protein daging selama proses pemanasan atau pemasakan
tidak berubah, begitu juga kandungan mineralnya. Beberapa vitamin mungkin larut
terutama apabila dimasak dengan menggunakan air. Thiamine pada dasarnya dirusak
oleh pemanasan dan metode pengolahan lainnya. Untuk mempertahankan kandungan
gizi dari daging, dripping mesti
diselamatkan dan air digunakan untuk pengolahan makanan lainnya.
Label Gizi
Label
tentang gizi dari suatu produk daging
recahan mesti disediakan sebagai sumber informasi bagi konsumen yang peduli
akan komposisi diet. Informasi mengenai komposisi yang tersedia dalam Nutrition
Facts didasarkan atas analisis kimia atau berdasarkan perhitungan dari database
dan formulasi produk.
BAB
XI
GIZI MASYARAKAT
Dalam
kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari makanan, makanan yang
dikonsumsi harus mengandung zat-zat tertentu untuk memelihara proses di dalam
tubuh, memperoleh energi, mengatur metabolisme tubuh serta berperan dalam
mekanisme pertahanan tubuh terhadap suatu penyakit. Zat-zat yang terkandung
dalam makanan disebut dengan gizi. Zat –zat makanan yang diperlukan
dikelompokan menjadi 5 macam yaitu protein,
lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Fungsi dari zat makanan tersebut
anatara lain :
a.
Protein,
di dapatkan dengan mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan (protein nabati) dan mengkonsumsi makanan dari hewan (protein hewani). Fungsi protein adalah untuk membangun sel-sel yang rusak,
membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormone serta membentuk zat inti energy.
b. Lemak, fungsinya
adalah untuk menghasilkan kalori
terbesar dalam tubuh manusia, sebagai pelarut vitamin A, D, E, K, dan sebagai pelindung pada bagian tubuh tertentu.
c. Karbohidrat, fungsinya
yaitu pembentuk energi yang paling
murah, karena pada umumnya karbohidrat terdapat pada makanan pokok seperti
jagung, beras, gandum dll
d. Vitamin, fungsi
pada masing-masing vitamin antara lain :
-
Vitamin
A berfungsi
sebagai pertumbuhan sel-sel epitel dan sebagai pengatur kepekaan rangsangan
terhadap sinar pada saraf dan mata.
-
Vitamin
B1 berfungsi
sebagai metabolism karbohidrat, keseimbangan air dalam tubuh penyerapan zat
lemak dalam usus
-
Vitamin
B2 berfungsi
dalam proses oksidasi dalam sel
-
Vitamin
B6 berfungsi
pembentuk sel darah dan proses
pertumbuhan saraf
-
Vitamin
C berfungsi
sebagai activator dalam perombakan
protein dan lemak, pembentukan trombosit
-
Vitamin
D berfungsi
sebagai pengatur kadar fosfor dan
mempengaruhi kerja kel. Endokrin
-
Vitamin
E mencegah
pendarahan dan berfungsi pada sel yang sedang membelah
-
Vitamin
K berfungsi
dalam pembentukan protrombin dalam proses pembekuan darah
e. Mineral, berfungsi
sebagai zat yang aktif dalam
metabolisme, struktur sel dan jaringan.
Gizi
Klinik dan Gizi Masyarakat
Gizi klinik (clinical nutrition) merupakan cabang ilmu gizi kesehatan
perorangan atau individu yang sedang menderita gangguan kesehatan akibat
kekurangan atau kelebihan gizi. sifat dari gizi
klinik adalah lebih menitikberatkan pada kuratif
daripada preventif dan promotifnya. Sedangkan gizi masyarakat (community
nutrition) berkaitan dengan gangguan gizi pada kelompok masyarakat, sifat
dari gizi masyarakat lebih ditekankan pada pencegahan
(preventif) dan peningkatan (promotif).
Penyakit
Gizi
Konsumsi gizi makanan pada seseorang
dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan (status gizi). Apabila status gizi seseorang tidak seimbang dengan
kebutuhan tubuh, maka akan terjadi kesalahan gizi (malnutrition). Malnutrition menyangkut kelebihan nutrisi (overnutrition) dan kekurangan gizi (undernutrition). Penyakit atau gangguan
kesehatan yang terjadi akibat kelebihan dan kekurangan gizi diantaranya seperti
berikut;
a. Penyakit
kurang kalori dan protein (KKP)
b. Penyakit
kegemukan (obesitas)
c. Anemia
(penyakit kekurangan darah)
d. Zerophthalmia
(defisiensi vitamin A)
e. Penyakit
gondok endemic
Kelompok
Rentan Gizi
Kelompok
rentan gizi adalah suatu kelompok dalam masyarakat yang paling mudah menderita
gangguan kesehatan atau rentan karena kekurangan gizi. Kelompok yang rentan
tersebut diantaranya : kelompok bayi, kelompok dibawah lima tahun, kelompok anak sekolah, kelompok remaja, kelompok ibu
hamil dan menyuusui serta kelompok usia lanjut.
BAB XII
JAMINAN
KEAMANAN PANGAN MELALUI PENERAPAN PROGRAM HACCP
(Hazard Analysis Critical Control Point)
(Hazard Analysis Critical Control Point)
Pada beberapa negara di dunia mulai mengubah
sistem keamanan pangannya yakni dari prinsip “end product testing” menuju aplikasi HACCP. Negara-negara yang
mengadopsi aplikasi dari HACCP baik
melalui standar maupun regulasinya, dengan diadopsinya HACCP menjadi standar di
beberapa negara, maka industri pangan mendapatkan rekomendasi secara jelas
untuk menerapkan HACCP dan dengan meningkatnya menjadi regulasi di beberapa
negara tersebut, sehingga ada suatu tendensi bahwa HACCP yang akan menjadi
suatu kewajiban untuk diterapkan pada industri pangan.
Pada dasarnya ada 7 prinsip dari HACCP
diantaranya adalah :
1)
Analisis
Bahaya (Hazard Analysis), Analisis
bahaya yang termasuk dalam bahaya jenis pangan yang dapat mempengaruhi secara
negative atau membahayakan konsumen yaitu bahaya biologis, bahaya kimia dan
bahaya fisik.
2)
Identifikasi
Titik Kendali Kritis ( Critical Control
Point ), pada tahap ini merupakan kunci dalam menurunkan atau mengeliminasi
bahaya yang sudah diidentifikasi. Titik kritis pengawasan diidentifikasi
sebagai setiap tahap dalam proses produksi yang apabila tidak terawasi dengan
baik, maka akan dapat menimbulkan tidak amannya pangan dan kerugian ekonomi.
3)
Menetapkan
Batas Kritis (Critical Limit), dalam
menetapkan batas kritis tidak boleh terlalu dilampaui, karena batas kritis
sudah merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya yang timbul dapat
dikontrol.
4)
Penetapan
Prosedur Pemantauan (Monitoring
Procedures), merupakan suatu tidakan pengujian atau observasi yang dicatat
oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP. Ada 5 cara monitoring CCP
diantaranya : observasi visual, evaluasi sensori, pengujian fisik, pengujian
kimia, dan pengujian mikrobiologi.
5)
Penetapan
Tindakan Koreksi (Corrective Action),
adalah prosedur yang harus dilaksanakan ketika kesalahan serius atau kritis
ditemukan atau batas kritis terlampaui. Apabila terjadi kegagalan dalam
pengawasan pada CCP, maka tindakan koreksi harus segera dilaksanakan.
6)
Penetapan
Prosedur Verifikasi (Verification),
merupakan cara-cara atau pengujian untuk mengidentifikasi semua pelaksanaan
program HACCP. Penetapan produk verifikasi terdiri dari 2 macam verifikasi
yaitu verifikasi internal atau verifikasi yang dilakukan oleh produsen dan
verifikasi eksternal yang dilakukan oleh inspektur HACCP dari lembaga
verifikasi.
7)
Penetapan
Prosedur Sistem Rekaman dan Dokumentasi (Record
Keeping System), Penetapan prosedur sistem remakan dan dokumentasi merupakan tahap akhir yang memiliki fungsi
mendokumentasikan bahwa critical limit pada CCP tidak dilampaui, jika critical
limit terlampaui, dengan adanya dokumen ini, maka dapat diketahui apakah
kesalahan tersebut dapat diatasi atau tidak, record keeping dapat menjamin
pelacak produk dari awal hingga akhir.
Langkah-langkah Implementasi Sistem HACCP (HACCP System Implementation Procedures)
yang kemudian sebagai langkah awal penerapan dari HACCP yang terdiri dari
a)
Pembentukan
Tim HACCP
b)
Deskrripsi
Produk
c)
Identifikasi
Tujuan Penggunaan
d)
Penyusunan
Diagram Alir, dan
e)
Melakukan
Verifikasi Lapang Diagram Alir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar