BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kesehatan lingkungan
adalah suatu ilmu dalam mencapai keseimbangan antara lingkungan dan makhluk
hidup yang ada di lingkungan tersebut dan juga juga dalam pengelolaan
lingkungan sehingga dapat tercapai kondisi yang bersih, sehat, nyaman dan aman
serta terhindar dari gangguan berbagai macam penyakit. Ilmu Kesehatan
Lingkungan mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk
dengan berbagai macam perubahan komponen lingkungan hidup yang menimbulkan
ancaman/berpotensi mengganggu kesehatan. Di dalam kesehatan lingkungan meliputi pencemaran-pencemaran
limbah yang berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan.
Limbah adalah buangan cair dari suatu proses
produksi dan hasil ikutannya yang tidak dimanfaatkan (Manual Kesmavet, 45/1995). Komposisi Limbah teriri atas: yang pertama yaitu limbah fisik yang
meliputi warna, bau temperatur, endapan, kekeruhan, TDS serta TSS yang
dihasilkan oleh limbah tersebut, yang kedua yaitu limbah Kimia yang berupa bahan-bahan organik (karbohidrat,
lemak, protein dll), bahan
anorganik (Besi, Nitrogen, Klorida, dll), Gas
(hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), methan (CH4),
methyl merkaptan, CO2, dll) dan yang ketiga limbah biologi yang
berupa limbah binatang, tumbuhan, bakteri, protozoa dan virus.
Salah
satu limbah yang mencemari dan dapat mempengaruhi kesehatan lingkungan tersebut
adalah pencemaran udara oleh limbah kimia terutama gas-gas beracun. Gas beracun merupakan gas yang dapat
menimbulkan efek yang berbahaya bagi kesehatan, bahkan dapat mengancam jiwa
manusia atau hewan dan lingkungan sekitar. Suatu gas dikatakan beracun atau
tidak sangatlah bergantung pada seberapa banyak gas yang tercemar. Sehingga di
dalam kesehatan lingkungan, pencemaran udara oleh gas dibahas berbagai gas yang dapat menimbulkan
keracunan pada makhluk yang terkena paparan dari gas tersebut.
Gas yang sangat toksik
dapat merusak suatu organisme walaupun diberikan dalam dosis yang rendah. Oleh
karena itu toksisitas tidak dapat disebut tanpa menyinggung kuantitas (dosis)
dan waktu paparan ketika manusia atau
hewan yang terpapar oleh gas tersebut. Adapun macam-macam gas yang bersifat
toksik diantaranya Karbon monoksida (CO), Chlorine , Hydrogen sulfide ( H₂S ), Nitogen Oksida (NO), Fosgen (
Charbonyl Clorida ), dan gas ammonia.
1.2.Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan di bahas pada paper ini adalah
1. Apa saja gas-gas yang bersifat
toksik dan apakah dampak dari gas tersebut terhadap kesehatan lingkungan
terutama pada hewan yang terpapar?
2. Bagaimanakah cara gas beracun masuk ke dalam
tubuh?
3. Bagaimana cara mengatasi atau
mencegah pencemaran udara oleh gas tersebut?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai
dalam pembuatan paper ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
memenuhi tugas individu mata kuliah elektif Kesehatan Lingkungan.
2. Untuk
lebih mengenal dan memperdalam ilmu tentang gas-gas yang dapat menimbulkan
pencemaran udara oleh gas beserta penanggulangannya.
3. Untuk mengetahui bagaimana cara
gas yang toksik tersebut masuk kedalam tubuh.
1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat
dari pembuatan paper ini adalah paper ini dapat terpenuhinya tugas individu
mata kuliah elektif “ Ilmu Kesehatan Lingkungan“ dan bertambahnya wawasan
mahasiswa kedokteran hewan mengenai ilmu tentang kesehatan lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Gas-gas yang Bersifat Toksik terhadap Kesehatan Hewan
1.
Karbon
monoksida (CO)
Karbon
monoksida, dengan rumus kimia CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau,
dan tidak berasa. Karbon monoksida terdiri dari satu atom karbon yang berikatan
secara kovalen dengan satu atom oksigen. Karbon monoksida dihasilkan dari
pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa karbon. Karbon monoksida
terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam pembakaran. Karbon
monoksida mudah terbakar. Karbon monoksida merupakan salah satu polutan yang
terdistribusi paling luas di udara. Setiap tahun, CO dilepaskan ke udara dalam
jumlah yang paling banyak diantara polutan udara yang lain, kecuali CO₂. Di daerah dengan populasi tinggi, rasio mixing CO bisa
mencapai 1 hingga 10 ppmv.
Sumber
gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang bereaksi
dengan udara menghasilkan gas buangan, salah satunya adalah karbon monoksida.
Daerah dengan tingkat populasi yang tinggi dengan jalur lalu lintas yang padat
akan memiliki kadar CO yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Gas
CO juga berasal dari proses industri. Secara alami, gas CO terbentuk dari
proses meletusnya gunung berapi, proses biologi, dan oksidasi HC seperti metana
yang berasal dari tanah basah dan kotoran makhluk hidup. Selain itu, secara
alami CO juga diemisikan dari laut, vegetasi, dan tanah.
Dampak Karbon Monoksida (CO) terhadap hewan adalah karbon monoksida (CO)
apabila terhisap ke dalam paru-paru akan mengikuti peredaran darah dan akan
menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi
karena gas CO bersifat racun metabolis, yaitu gas yang bereaksi secara
metabolis dengan darah. Seperti halnya oksigen, gas CO mudah bereaksi dengan
darah (hemoglobin).
Gejala
klinis yang terjadi apabila hewan keracunan oleh karbon monoksida adalah
asphyxia (kekurangan oksigen) yang dapat mengakibatkan tubuh mengalami
kekurangan oksigen karena berkurangnya tekanan parsiil oksigen dalam darah. Kekurangan
oksigen terjadi karena adanya gas yang mengikat hemoglobin sehingga
pengangkutan oksigen ke sel jaringan oleh hemoglobin menjadi tergangggu. Dan
apabila dalam jumlah yang besar terjadinya kelainan fungsi susunan syaraf
pusat, perubahan fungsi paru-paru dan jantung, sesak napas, dan pada akhirnya
kematian.
2. Chlorine
Senyawa
klorin yang mengandung klor yang dapat mereduksi atau mengkonversi zat inert
atau zat kurang aktif dalam air, yang termasuk senyawa klorin adalah asam
hipoklorit (HOCL) dan garam hipoklorit (OCL). Gas Klorin ( Cl ) adalah gas
berwarna hijau dengan bau sangat menyengat. Berat jenis gas klorin 2,47 kali
berat udara dan 20 kali berat gas hidrogen klorida yang toksik. Gas klorin
sangat terkenal sebagai gas beracun yang digunakan pada perang dunia ke-1.
Klorin merupakan bahan kimia penting dalam industri yang digunakan untuk
klorinasi pada proses produksi yang menghasilkan produk organik sintetik,
seperti plastik (khususnya polivinil klorida), insektisida (DDT, Lindan, dan
aldrin) dan herbisida (2,4 dikloropenoksi asetat) selain itu juga digunakan
sebagai pemutih (bleaching agent) dalam pemrosesan sellulosa, industri kertas,
pabrik pencucian (tekstill) dan desinfektan untuk air minum dan kolam renang.
Terbentuknya gas klorin di udara merupakan efek samping dari proses pemutihan
(bleaching) dan produksi zat atau senyawa organik yang mengandung klor. Karena
banyaknya penggunaan senyawa klor di lapangan atau dalam industri dalam dosis
berlebihan sering kali terjadi pelepasan gas klorin akibat penggunaan yang
kurang efektif. Hal ini dapat menyebabkan terdapatnya gas pencemar klorin dalam
kadar tinggi di udara.
Dampak
dari gas klorin tersebut adalah klorin sangat potensial untuk terjadinya
penyakit pada saluran pernafasan. Pengaruh 250 ppm selama 30 menit kemungkinan
besar terjadi iritasi tinggi ketika gas tersebut terinhalasi dan dapat
menyebabkan kulit dan mata terbakar. Jika berpadu dengan udara lembab, asam
hydroklorik dan hypoklorus dapat mengakibatkan peradangan jaringan tubuh yang
terkena. Pengaruh 14 s/d 21 ppm selama 30 s/d 60 menit menyababkan penyakit
pada paru- paru seperti pnumonitis, sesak nafas, emphisema dan bronkhitis (Waldbott,
1978).
Pada
sapi dapat terjadi dyspnoe, lakrimasi dan cairan hidung profus, pada babi dapat
menimbulkan muntah, hypersalivasi dan dapat terjadi anoreksia, pada kuda dapat
terjadi urinasi, dyspnoe, kerusakan parah pada paru-paru, dan pada anjing terjadi
muntah, anoreksia, merasa haus dan gelisah.
3. Hydrogen sulfide ( H₂S )
Hidrogen sulfida
(H₂S) adalah gas tidak berwarna, mudah terbakar dengan bau yang
sangat tajam. Pada konsentrasi rendah H₂S dapat mengiritasi mata dan mengakibatkan depresi. Pada konsentrasi
tinggi dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan atas dan saat terpapar
lama dapat mengakibatkan edema paru. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika bakteri
mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktivitas anaerobik),
seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas
yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam.
Karakteristik
dari gas H2S adalah sangat beracun dan mematikan, lebih berat dari
udara sehingga cendrung berkumpul dan diam pada daerah yang rendah, pada
konsentrasi yang rendah, berbau seperti telur busuk dan dapat menimbulkan
dyspnoe, cyanosis, aktivitas reflek hilang, konvulsi.
Pada
anjing mengakibatkan anjing tersebut merasakan haus, muntah, salivasi,
dehidrasi dan anoreksia. Temuan pada post mortem di dapat seperti darah sulit
membeku, hemoragis endokardial dan laringeal, oedema paru-paru, kerusakan
hepar, ren, lien, hyperemia dan oedema saluran cerna serta oedem piamater. Pada
konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kejang, ketidakmampuan untuk
bernapas, hingga kematian.
4. Nitogen Oksida ( NO )
Nitrogen oksida sering disebut dengan NO, karena
oksida nitrogen mempunyai 2 macam bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO2 dan
gas NO. Sifat gas NO2 adalah berwarna dan berbau, sedangkan gas NO
tidak berwarna dan tidak berbau. Warna gas NO2 adalah merah
kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung. Dari seluruh jumlah NO yang
dibebaskan ke atmosfer, jumlah yang terbanyak adalah dalam bentuk NO yang
diproduksi oleh aktivitas bakteri. Akan tetapi poluasi NO dari sumber alami ini
tidak merupakan masalah karena tersebar secara merata sehingga jumlahnya
menjadi kecil. Yang menjadi masalah adalah polusi NO yang diproduksi oleh
kegiatan manusia karena jumlahnya akan meningkat hanya pada tempat-tempat
tertentu.
Konsentrasi NO di udara di daeraah perkotaan
biasanya 10-100 kali lebih tinggi daripada di udara daerah pedesaan.
Konsentrasi NO di udara daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm
(500 ppb). Seperti halnya CO, emisi nitrogen oksida dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk karena sumber utama NO yang diproduksi manusia adalah
dari pembakaran, dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan, produksi
energi dan pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NO yang
dibuat manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas alam dan bensin.
Oksida yang lebih rendah yaitu NO terdapat di atmosfer dalam jumlah lebih besar
daripada NO2 . Pembentukan NO dan NO2 mencakup
reaksi antara nitrogen dan oksigen di udara sehingga membentuk NO, kemudian
reaksi selanjutnya antara NO dengan lebih banyak oksigen membentuk NO2.
Gas nitrogen oksida (NO) ada dua macam yaitu gas nitrogen
monoksida dan gas nitrogen dioksida. Kedua macam gas tersebut mempunyai sifat
yang sangat berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. Udara yang
mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya, kecuali
bila gas NO berada dalam konsentrasi tinggi. Sifat racun
(toksisitas) gas NO2 empat kali lebih kuat daripada toksisitas gas
NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas NO2 adalah
paru-paru. Paru-paru yang terkontaminasi oleh gas NO2 akan
membengkak sehingga penderita sulit bernafas yang dapat mengakibatkan kematian.
Konsentrasi NO2 lebih tinggi dari 100 ppm bersifat
letal pada hewan percobaan, dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh
gejala edema pulmonary. Pencemaran udara oleh gas NO juga dapat menyebabkan
timbulnya Peroxy Acetil Nitrates (PAN). PAN ini menyebabkan iritasi pada mata
yang menyebabkan mata terasa pedih dan berair. Campuran PAN bersama senyawa
kimia lainnya yang ada di udara dapat menyebabkan terjadinya kanut foto kimia
atau Photo Chemistry Smog yang sangat mengganggu lingkungan.
Kadar NO di udara pada daerah perkotaan yang
berpenduduk padat akan lebih tinggi dari daerah pedesaan yang berpenduduk
sedikit. Hal ini disebabkan karena berbagai macam kegiatan yang menunjang
kehidupan manusia akan menambah kadar NO di udara, seperti
transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan sampah dan lain-lain. Pencemaran
gas NO diudara teruatama berasal dari gas buangan hasil pembakaran yang
keluar dari generator pembangkit listrik stasioner atau mesin-mesin yang
menggunakan bahan bakar gas alami.
Dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran gas nitrogen oksida
(NO) yakni mencemari udara secara visual sulit diamati karena gas tersebut
tidak berwarna dan tidak berbau. Gas NO2 bila mencemari udara
mudah diamati dari baunya yang sangat menyengat dan warnanya coklat kemerahan.
Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak
berbahaya, kecuali jika gas NO berada dalam konsentrasi tinggi. Konsentrasi gas
NO yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada system saraf yang mengakibatkan
kejang-kejang. Bila keracunan ini terus berlanjut akan dapat menyebabkan
kelumpuhan. Gas NO akan menjadi lebih berbahaya apabila gas itu teroksidasi
oleh oksigen sehinggga menjadi gas NO2.
Udara yang telah tercemar oleh gas nitrogen oksida tidak
hanya berbahaya bagi manusia dan hewan saja, tetapi juga berbahaya bagi
kehidupan tanaman. Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih
beracun daripada NO. Selama ini belum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO
yang mengakibatkan kematian.
Penelitian terhadap hewan percobaan yang dipaparkan NO
dengan dosis yang sangat tinggi, memperlihatkan gejala kelumpuhan sistem saraf
dan kekejangan. Penelitian lain menunjukkan bahwa tikus yang dipajan NO sampai
2500 ppm akan hilang kesadarannya setelah 6-7 menit, tetapi jika kemudian
diberi udara segar akan sembuh kembali setelah 4–6 menit. Tetapi jika pemajanan
NO pada kadar tersebut berlangsung selama 12 menit, pengaruhnya tidak dapat
dihilangkan kembali, dan semua tikus yang diuji akan mati. NO2
bersifat racun terutama terhadap paru.
Kadar NO2 yang lebih
tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90%
dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru ( edema
pulmonari ). Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100%
kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang.
Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia
mengakibatkan kesulitan dalam bernafas. Pada babi yang menghirup gas yg
kandungan NO 250-310 ppm dapat
mengakibatkan kematian dengan gejala seperti hyperemia & oedema alveolar
paru.
5.
Fosgen
( Charbonyl Clorida )
Fosgen adalah gas yang berasal dari tetraklorometana CCl4,
yang merupakan suatu zat cair yang tidak berwarna dan digunakan sebagai pelarut
untuk lemak. Karena zat ini bersifat tidak terbakar, maka zat ini sempat
digunakan sebagai pemadam api. Tetapi pada suhu tinggi, CCl4 dapat bereaksi
dengan uap air yang dapat membentuk gas fosgen COCl2. Gas ini juga dapat
diproduksi dengan mereaksikan gas karbon monoksida dengan gas klorin dengan
bantuan sinar matahari, gas ini sering digunakan dalam perang dunia I yang dibuat
oleh Fritz Haber.
Akibat sering digunakannya dalam perang dunia I, gas ini
ternyata menyebabkan penipisan lapisan ozon dan mengakibatkan kematian pada hewan
yang terpapar oleh gas ini, seperti contohnya unggas yang berada pada sekitaran
gas yang pada saat itu digunakan. Hal ini diperparah dengan masih disimpannya
stok dalam telaga gedung-gedung senjata ketenteraan selepas Perang Dunia II.
Tetapi dibalik fungsinya sebagai senjata di perang dunia I,
fosgen memainkan peranan besar dalam produksi farmaseutikal, racun herba, racun
serangga, buih-buih sintetik, damar, dan polimer-polimer, meskipun penggunaanya
telah dilarang karena dapat menyebabkan kerusakan ozon. Gas fosgen bersifat
korosif dan iritatif yang sangat kuat. Apabila udara tercemar dengan fosgen dan
terhirup oleh manusia atau hewan maka akan mengakibatkan penyakit pada saluran
pernafasan.
6.
Amonia (NH3)
Salah satu masalah yang biasa muncul di
peternakan ayam adalah masalah bau kandang. Bau yang menyengat terkadang
menjadi penyebab munculnya komplain dari masyarakat (jika lokasi kandang dekat
dengan pemukiman). Belum lagi adanya dampak serius terhadap kesehatan dan
produktivitas ternak maupun para pekerja kandang. Kandang yang berbau menyengat
biasanya disebabkan oleh kandungan amonia yang tinggi.
Amonia adalah gas yang
dihasilkan dari proses perombakkan sisa-sisa nitrogen yang terdapat dalam feses
oleh bakteri ureolitik. Amonia sendiri di lingkungan terdapat dalam 2 bentuk,
yaitu bentuk terikat atau terlarut dalam cairan feses (NH4OH) dan
bentuk gas (NH3). Indonesia yang beriklim tropis dengan sistem dan
tatalaksana pemeliharaan yang belum sepenuhnya benar, maka hampir bisa
dipastikan kadar gas amonia yang dihasilkan sangatlah tinggi. Keadaan ini belum
disadari sepenuhnya, apalagi dampak dari tingginya gas amonia tersebut. Sebagai
contoh nyata adalah masih banyaknya farm yang jarak antar kandangnya hanya berkisar
5 meter saja, sehingga aliran udara tidak lancar yang berakibat tertimbunnya
gas amonia di dalam kandang. Begitu juga dengan kotoran ayam (layer)
yang kadang menumpuk sampai berbulan-bulan, padahal alas kandangnya sangat
rendah dan lembab. Belum lagi jika kepadatan kandang (broiler) melebihi
ukuran standar, sehingga litter menjadi cepat basah dan
akhirnya gas amonia menumpuk dalam kandang ayam broiler tersebut.
Gas amonia mempunyai daya iritasi yang tinggi,
terutama pada mukosa membran pada mata dan saluran pernapasan ayam. Terlebih
lagi jarak antara saluran pernapasan ayam dengan feses, sebagai sumber amonia
begitu dekat (< 20 cm). Tingkat kerusakan akibat amonia sangat dipengaruhi
oleh konsentrasi gas ini.
Di dalam kandang ayam, konsentrasi amonia cukup
bervariasi antara 5-90 ppm. Sedangkan rekomendasi umum untuk kandungan amonia
yang aman dan belum menimbulkan gangguan pada ayam ialah di bawah 20 ppm (Ritz
et al., 2004). Di luar ambang batas aman ini, amonia akan menimbulkan kerugian
pada ayam, baik berupa kerusakan membran mata dan pernapasan sampai hambatan
pertumbuhan dan penurunan produksi telur (Tabel 1).
Amonia
dengan kadar tinggi secara tidak langsung juga bisa memicu kasus infeksi
penyakit saluran pernapasan seperti CRD, ND, AI, IB dan ILT. Hal ini tidak lain
disebabkan adanya kerusakan membran saluran pernapasan yang merupakan gerbang
pertahanan terhadap infeksi bibit penyakit.
Efek
lainnya ialah timbul gangguan pembentukan kekebalan tubuh, baik yang bersifat
lokal maupun humoral. Produksi kekebalan lokal (IgA) yang terdapat dalam
saluran pernapasan atas akan mengalami gangguan akibat rusaknya sel-sel epitel
oleh iritasi amonia. Sedangkan kadar amonia yang tinggi dalam darah (akibat
terhisap dalam jumlah besar) menyebabkan kerusakan pada sel-sel limfosit
sehingga produksi antibodi (IgG dan IgM) juga mengalami gangguan (North, 1984).
2.2. Cara Gas Beracun Masuk ke dalam
Tubuh
1)
Jalur
pemaparan inhalasi
Jalan masuk beberapa gas beracun adalah melalui inhalasi. Tempat
penyerapan utama terjadi di alveoli paru-paru. Tempat ini mempunyai daerah
alveolus yang besar dan aliran darah yang cepat, sehingga mendukung penyerapan.
Jalur penyerapan dari gas bagaimana pun tergantung pada kelarutan di dalam
darah.
Hampir semua gas yang merupakan pencemaran udara yang dapat
dihirup masuk melalui saluran pernapasan. Jumlah seluruh gas beracun yang
diserap melalui saluran pernapasan tergantung dari kadar udaranya di udara,
lamanya waktu pemaparan dan volume aliran udara dalam paru-paru yang dapat naik
setiap udara yang dihirup.
Paru-paru merupakan sumber pemaparan yang umum, sama seperti
kulit. Sebagian besar gas polutan menyerang paru-paru karena karakteristik
jaringan paru yang sangat tipis, sehingga memungkinkan masuk melalui
paru-paru. Selain kerusakan sistemik, gas beracun yang berhasil
masuk lewat paru-paru dapat mencederai jaringan paru-paru dan mengganggu fungsi
vitalnya pada tubuh.
2)
Jalur pemaparan dermal atau kulit
Jalan masuk dari paparan gas yang penting
ialah penyerapan melalui kulit. Kontak antara suatu gas dengan kulit
menghasilkan 4 kemungkinan sebagai
berikut :
1.
Kulit dapat bereaksi sebagai penghalang (pembatas) yang efektif.
2.
Gas dapat bereaksi dengan
kulit dan menghasilkan kerusakan jaringan.
3.
Gas dapat menghasilkan sensitisasi kulit
4.
Gas dapat menembus ke dalam pembuluh darah yang berada di bawah
kulit dan masuk ke dalam aliran darah.
Prosesnya dapat merupakan gabungan dari
pengendapan gas di atas permukaan kulit yang diikuti oleh penyerapan melalui
kulit. Gas dapat diserap melalui kulit
dan menghasilkan efek yang sistemik. Kulit adalah jalur pemaparan yang paling
umum dari suatu zat kimia atau gas. Secara umum, kulit merupakan penghalang
yang kuat bagi suatu zat masuk kedalam tubuh. Jika zat kimia atau gas tidak
dapat menembus kulit, toksisitasnya tergantung pada derajat absorpsi yang
berlangsung. Seperti halnya bahan yang mengandung baik senyawa polar maupun
nonpolar. Semakin besar absorpsinya, maka semakin besar kemungkinan zat
tersebut mengeluarkan efek toksik. Zat kimia akan lebih banyak
diabsorpsi melalui kulit yang rusak dibandingkan kulit yang utuh. Begitu
menembus kulit, maka zat tersebut akan memasuki aliran darah dan terbawa ke
seluruh tubuh. bahan tersebut akan masuk ke organ tubuh sesuai dengan aliran
darah yang mendorong terjadinya difusi melalui dinding kapiler dan membrane
sel.
Kemampuan suatu zat atau gas yang mengendappada kulit untuk
menembus kulit dipengaruhi sifat kelarutannya dalam lemak (fat soluble). Gas yang tidak larut dalam lemak akan lebih mudah
untuk terbawa masuk ke dalam tubuh. Bahan kimia yang berupa gas dapat mengikat jaringan atau organ.
Ikatan tersebut dapat terjadi secara akumulasi atau pada konsentrasi yang
tinggi dalam jaringan. Jika ikatan tersebut kuat dan merupakan ikan kovalen
ireversibel maka efeknya akan benar-benar beracun.
Iritasi adalah suatu kondisi dimana adanya efek akibat kontak
berkepanjangan dengan suatu zat kimia tertentu. Gejala dari iritasi adalah
setelah waktu pemaparan kulit, maka kulit akan mengering, terasa nyeri,
mengalami pendarahan, dan pecah-pecah. Jika kontak dengan bahan tersebut tidak
terjadi lagi, maka kulit akan sembuh seperti sedia kala.
Dermatitias kontak alergik merupakan satu tipe tunda penyakit
kulit akibat sensitivitas. Gejalanya antara lain kulit ruam, bengkak,
gatal-gatal, dan melepuh. Gejala tersebut akan hilang jika kontak dengan gas
berbahaya terhenti.
3)
Jalur pemaparan lewat mata
Gas yang mengandung zat-zat beracun apabila
mengenai mata, gas tersebut dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir mata,
hidung, tenggorokan, dan perut. Efek yang dapat ditimbulkan gas ini adalah mata
sulit berkedip dan terasa seperti terbakar. Namun, efek ini diperkirakan akan
hilang sejam setelah terkena paparan gas beracun tersebut. Namun, beberapa
penelitian terbaru menunjukkan bahwa iritasi pada pernapasan dan mulut bisa
berlangsung hingga sebulan. Reaksi mata ketika terkena gas air mata adalah
bertahan (defensif). Kemudian terjadi sensasi seperti terbakar, mata berair,
memerah, dan kornea melebar, dan pada akhirnya dapat terjadi kebutaan.
2.3. Pencegahan terhadap
Pencemaran Gas
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak
pencemaran gas tersebut misalnya
-
Membatasi atau mengurangi pemakaian benda-benda yang menghasilkan
gas beracun tersebut seperti contohnya pemakaian kendaraan yang tiggi, sehingga
CO2 yang dihasilkan sangat tinggi di lingkungan, serta mengurangi
pemakaian bahan-bahan dari plastic yang dipakai sekali seperti kantong plastic
atau pembungkus makanan dari bahan plastic dikarenakan bahan plastic memiliki
sifat anorganik yang tidak dapat diurai oleh mikroorganisme sehingga banyak
masyarakat yang setelah menggunakan bahan plastic tersebut untuk pemusnahannya
yaitu dengan cara dibakar, pembakaran tersebut akan menghasilkan CO2
yang dihasilkan ke lingkungan itu sangat tinggi yang bersifat toksik bagi
makhluk hidup yang ada di sekitarnya.
-
Untuk mengatasi CO2 agar dilakukannya penanaman pohon
sehingga gas yang dihasilkan berupa CO2 bisa diserap oleh tumbuhan
untuk berfotosintesis,
-
Menjauhi pemukiman yang padat serta menjauhi tempat penindustrian
sehingga limbah yang berupa gas yang dihasilkan tidak terhirup oleh hewan-hewan
yang ada di sekitarnya,
-
Rutin melakukan pembersihan kandang ternak dikarenakan kotoran
atau feses yang dihasilkan itu dapat menghasilkan gas amonia yang merupakan gas
beracun bagi tubuh.
-
Membuat kandang yang mempunyai ventilasi atau lubang angin sehingga
udara yang masuk dan keluar seimbang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesehatan lingkungan adalah suatu ilmu dalam
mencapai keseimbangan antara lingkungan dan makhluk hidup yang ada di
lingkungan tersebut dan juga juga dalam pengelolaan lingkungan sehingga dapat
tercapai kondisi yang bersih, sehat, nyaman dan aman serta terhindar dari
gangguan berbagai macam penyakit. Ilmu Kesehatan Lingkungan mempelajari
dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk dengan berbagai macam
perubahan komponen lingkungan hidup yang menimbulkan ancaman/berpotensi
mengganggu kesehatan.
Di dalam kesehatan lingkungan meliputi pencemaran-pencemaran limbah yang
berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan. Salah satu pencemaran yang dapat
mempengaruhi kesehatan lingkungan tersebut adalah pencemaran udara oleh gas gas
beracun. Adapun macam-macam gas yang bersifat toksik pada hewan diantaranya Karbon
monoksida (CO), Chlorine , Hydrogen sulfide ( H₂S ), Nitogen Oksida (NO), Fosgen (
Charbonyl Clorida ), dan gas ammonia. Hampir semua paparan gas yang bersifat toksik ini menyerang
saluran pernafasan karena terjadi melalui gas yang terhirup yang tersebar
mengikuti udara.
3.2 Saran
Saran yang sekiranya dapat
dilakukan yaitu diantaranya :
1)
Menjauhi
daerah yang sudah terpapar oleh gas yang bersifat toksik tersebut.
2)
Bila
adanya hewan yang keracunan gas beracun
maka lakukan:
-
Berikan
pengobatan atau bantuan pernafasan.
-
Kirim
segera ke Rumah Sakit Hewan atau Klinik
Hewan terdekat.
-
Hubungi
Dokter Hewan.
DAFTAR PUSTAKA
DR.P.V. 1995. Chadha, Karbon
Monoksida, Ilmu Forensik dan Toksikologi, Edisi 5 , Penerbit Widya Medika
Jakarta,
Olson, KR, 2004. Cargbon MoNOide, Poisoning & Drug
Overdose, Fourth edition, Mc. Graw Hill, Singapore,
Keluarga
Mahasiswa Kimia.2011.Gas Fosgen.Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan
Alam Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Sentra Informasi
Keracunan Badan POM, 2001. Pedoman
Penatalaksanaan Keracunan Untuk Rumah Sakit, Karbon Monoksida, Jakarta.
Soeripto
M. 2008. Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI
Widyastuti, Palupi. 2000. Bahaya Bahan Kimia Bagi
Kesehatan dan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar