Sabtu, 12 Desember 2015

Kesehatan lingkungan ( pencemaran limbah kimia oleh gas )

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kesehatan lingkungan adalah suatu ilmu dalam mencapai keseimbangan antara lingkungan dan makhluk hidup yang ada di lingkungan tersebut dan juga juga dalam pengelolaan lingkungan sehingga dapat tercapai kondisi yang bersih, sehat, nyaman dan aman serta terhindar dari gangguan berbagai macam penyakit. Ilmu Kesehatan Lingkungan mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk dengan berbagai macam perubahan komponen lingkungan hidup yang menimbulkan ancaman/berpotensi mengganggu kesehatan. Di dalam kesehatan lingkungan meliputi pencemaran-pencemaran limbah yang berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan.
Limbah adalah buangan cair dari suatu proses produksi dan hasil ikutannya yang tidak dimanfaatkan (Manual Kesmavet, 45/1995). Komposisi Limbah teriri atas: yang pertama yaitu limbah fisik yang meliputi warna, bau temperatur, endapan, kekeruhan, TDS serta TSS yang dihasilkan oleh limbah tersebut, yang kedua yaitu limbah Kimia yang  berupa bahan-bahan organik (karbohidrat, lemak, protein dll), bahan anorganik (Besi, Nitrogen, Klorida, dll), Gas (hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), methan (CH4), methyl merkaptan, CO2, dll) dan yang ketiga limbah biologi yang berupa limbah binatang, tumbuhan, bakteri, protozoa dan virus.
Salah satu limbah yang mencemari dan dapat mempengaruhi kesehatan lingkungan tersebut adalah pencemaran udara oleh limbah kimia terutama gas-gas beracun.  Gas beracun merupakan gas yang dapat menimbulkan efek yang berbahaya bagi kesehatan, bahkan dapat mengancam jiwa manusia atau hewan dan lingkungan sekitar. Suatu gas dikatakan beracun atau tidak sangatlah bergantung pada seberapa banyak gas yang tercemar. Sehingga di dalam kesehatan lingkungan, pencemaran udara oleh gas dibahas berbagai gas yang dapat menimbulkan keracunan pada makhluk yang terkena paparan dari gas tersebut.
Gas  yang sangat toksik dapat merusak suatu organisme walaupun diberikan dalam dosis yang rendah. Oleh karena itu toksisitas tidak dapat disebut tanpa menyinggung kuantitas (dosis) dan waktu paparan  ketika manusia atau hewan yang terpapar oleh gas tersebut. Adapun macam-macam gas yang bersifat toksik diantaranya Karbon monoksida (CO), Chlorine , Hydrogen sulfide ( HS ), Nitogen Oksida (NO), Fosgen ( Charbonyl Clorida ), dan gas ammonia.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas pada paper ini adalah
1.      Apa saja gas-gas yang bersifat toksik dan apakah dampak dari gas tersebut terhadap kesehatan lingkungan terutama pada hewan yang terpapar?
2.      Bagaimanakah cara gas beracun masuk ke dalam tubuh?
3.      Bagaimana cara mengatasi atau mencegah pencemaran udara oleh gas tersebut?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan paper ini adalah sebagai berikut :
1.   Untuk memenuhi tugas individu mata kuliah elektif Kesehatan Lingkungan.
2.   Untuk lebih mengenal dan memperdalam ilmu tentang gas-gas yang dapat menimbulkan pencemaran udara oleh gas beserta penanggulangannya.
3.   Untuk mengetahui bagaimana cara gas yang toksik tersebut masuk kedalam tubuh.

1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat dari pembuatan paper ini adalah paper ini dapat terpenuhinya tugas individu mata kuliah elektif “ Ilmu Kesehatan Lingkungan“ dan bertambahnya wawasan mahasiswa kedokteran hewan mengenai ilmu tentang kesehatan lingkungan.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Gas-gas yang Bersifat Toksik terhadap Kesehatan Hewan

1.      Karbon monoksida (CO)
Karbon monoksida, dengan rumus kimia CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Karbon monoksida terdiri dari satu atom karbon yang berikatan secara kovalen dengan satu atom oksigen. Karbon monoksida dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa karbon.  Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam pembakaran. Karbon monoksida mudah terbakar. Karbon monoksida merupakan salah satu polutan yang terdistribusi paling luas di udara. Setiap tahun, CO dilepaskan ke udara dalam jumlah yang paling banyak diantara polutan udara yang lain, kecuali CO. Di daerah dengan populasi tinggi, rasio mixing CO bisa mencapai 1 hingga 10 ppmv.
Sumber gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang bereaksi dengan udara menghasilkan gas buangan, salah satunya adalah karbon monoksida. Daerah dengan tingkat populasi yang tinggi dengan jalur lalu lintas yang padat akan memiliki kadar CO yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Gas CO juga berasal dari proses industri. Secara alami, gas CO terbentuk dari proses meletusnya gunung berapi, proses biologi, dan oksidasi HC seperti metana yang berasal dari tanah basah dan kotoran makhluk hidup. Selain itu, secara alami CO juga diemisikan dari laut, vegetasi, dan tanah.
Dampak Karbon Monoksida (CO) terhadap hewan adalah karbon monoksida (CO) apabila terhisap ke dalam paru-paru akan mengikuti peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat racun metabolis, yaitu gas yang bereaksi secara metabolis dengan darah. Seperti halnya oksigen, gas CO mudah bereaksi dengan darah (hemoglobin).
Gejala klinis yang terjadi apabila hewan keracunan oleh karbon monoksida adalah asphyxia (kekurangan oksigen) yang dapat mengakibatkan tubuh mengalami kekurangan oksigen karena berkurangnya tekanan parsiil oksigen dalam darah. Kekurangan oksigen terjadi karena adanya gas yang mengikat hemoglobin sehingga pengangkutan oksigen ke sel jaringan oleh hemoglobin menjadi tergangggu. Dan apabila dalam jumlah yang besar terjadinya kelainan fungsi susunan syaraf pusat, perubahan fungsi paru-paru dan jantung, sesak napas, dan pada akhirnya kematian.
2.      Chlorine
Senyawa klorin yang mengandung klor yang dapat mereduksi atau mengkonversi zat inert atau zat kurang aktif dalam air, yang termasuk senyawa klorin adalah asam hipoklorit (HOCL) dan garam hipoklorit (OCL). Gas Klorin ( Cl ) adalah gas berwarna hijau dengan bau sangat menyengat. Berat jenis gas klorin 2,47 kali berat udara dan 20 kali berat gas hidrogen klorida yang toksik. Gas klorin sangat terkenal sebagai gas beracun yang digunakan pada perang dunia ke-1. Klorin merupakan bahan kimia penting dalam industri yang digunakan untuk klorinasi pada proses produksi yang menghasilkan produk organik sintetik, seperti plastik (khususnya polivinil klorida), insektisida (DDT, Lindan, dan aldrin) dan herbisida (2,4 dikloropenoksi asetat) selain itu juga digunakan sebagai pemutih (bleaching agent) dalam pemrosesan sellulosa, industri kertas, pabrik pencucian (tekstill) dan desinfektan untuk air minum dan kolam renang. Terbentuknya gas klorin di udara merupakan efek samping dari proses pemutihan (bleaching) dan produksi zat atau senyawa organik yang mengandung klor. Karena banyaknya penggunaan senyawa klor di lapangan atau dalam industri dalam dosis berlebihan sering kali terjadi pelepasan gas klorin akibat penggunaan yang kurang efektif. Hal ini dapat menyebabkan terdapatnya gas pencemar klorin dalam kadar tinggi di udara.
Dampak dari gas klorin tersebut adalah klorin sangat potensial untuk terjadinya penyakit pada saluran pernafasan. Pengaruh 250 ppm selama 30 menit kemungkinan besar terjadi iritasi tinggi ketika gas tersebut terinhalasi dan dapat menyebabkan kulit dan mata terbakar. Jika berpadu dengan udara lembab, asam hydroklorik dan hypoklorus dapat mengakibatkan peradangan jaringan tubuh yang terkena. Pengaruh 14 s/d 21 ppm selama 30 s/d 60 menit menyababkan penyakit pada paru- paru seperti pnumonitis, sesak nafas, emphisema dan bronkhitis (Waldbott, 1978).
Pada sapi dapat terjadi dyspnoe, lakrimasi dan cairan hidung profus, pada babi dapat menimbulkan muntah, hypersalivasi dan dapat terjadi anoreksia, pada kuda dapat terjadi urinasi, dyspnoe, kerusakan parah pada paru-paru, dan pada anjing terjadi muntah, anoreksia, merasa haus dan gelisah.
3.      Hydrogen sulfide ( HS )
Hidrogen sulfida (HS) adalah gas tidak berwarna, mudah terbakar dengan bau yang sangat tajam. Pada konsentrasi rendah HS dapat mengiritasi mata dan mengakibatkan depresi. Pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan atas dan saat terpapar lama dapat mengakibatkan edema paru. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktivitas anaerobik), seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam.
Karakteristik dari gas H2S adalah sangat beracun dan mematikan, lebih berat dari udara sehingga cendrung berkumpul dan diam pada daerah yang rendah, pada konsentrasi yang rendah, berbau seperti telur busuk dan dapat menimbulkan dyspnoe, cyanosis, aktivitas reflek hilang, konvulsi.
Pada anjing mengakibatkan anjing tersebut merasakan haus, muntah, salivasi, dehidrasi dan anoreksia. Temuan pada post mortem di dapat seperti darah sulit membeku, hemoragis endokardial dan laringeal, oedema paru-paru, kerusakan hepar, ren, lien, hyperemia dan oedema saluran cerna serta oedem piamater. Pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kejang, ketidakmampuan untuk bernapas, hingga kematian.
4.      Nitogen Oksida ( NO )
Nitrogen oksida sering disebut dengan NOkarena oksida nitrogen mempunyai 2 macam bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NOdan gas NO. Sifat gas NO2 adalah berwarna dan berbau, sedangkan gas NO tidak berwarna dan tidak berbau. Warna gas NOadalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung. Dari seluruh jumlah NO yang dibebaskan ke atmosfer, jumlah yang terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh aktivitas bakteri. Akan tetapi poluasi NO dari sumber alami ini tidak merupakan masalah karena tersebar secara merata sehingga jumlahnya menjadi kecil. Yang menjadi masalah adalah polusi NO yang diproduksi oleh kegiatan manusia karena jumlahnya akan meningkat hanya pada tempat-tempat tertentu.
Konsentrasi NO di udara di daeraah perkotaan biasanya 10-100 kali lebih tinggi daripada di udara daerah pedesaan. Konsentrasi NO di udara daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi nitrogen oksida dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NO yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran, dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan, produksi energi dan pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NO yang dibuat manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas alam dan bensin. Oksida yang lebih rendah yaitu NO terdapat di atmosfer dalam jumlah lebih besar daripada NO. Pembentukan NO dan NO2 mencakup reaksi antara nitrogen dan oksigen di udara sehingga membentuk NO, kemudian reaksi selanjutnya antara NO dengan lebih banyak oksigen membentuk NO2.
Gas nitrogen oksida (NO) ada dua macam yaitu gas nitrogen monoksida dan gas nitrogen dioksida. Kedua macam gas tersebut mempunyai sifat yang sangat berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya, kecuali bila gas NO berada dalam konsentrasi tinggi. Sifat racun (toksisitas) gas NO2 empat kali lebih kuat daripada toksisitas gas NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas NO2 adalah paru-paru. Paru-paru yang terkontaminasi oleh gas NO2 akan membengkak sehingga penderita sulit bernafas yang dapat mengakibatkan kematian.
Konsentrasi NO2 lebih tinggi dari 100 ppm bersifat letal pada hewan percobaan, dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala edema pulmonary. Pencemaran udara oleh gas NO juga dapat menyebabkan timbulnya Peroxy Acetil Nitrates (PAN). PAN ini menyebabkan iritasi pada mata yang menyebabkan mata terasa pedih dan berair. Campuran PAN bersama senyawa kimia lainnya yang ada di udara dapat menyebabkan terjadinya kanut foto kimia atau Photo Chemistry Smog yang sangat mengganggu lingkungan.
Kadar NO di udara pada daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi dari daerah pedesaan yang berpenduduk sedikit. Hal ini disebabkan karena berbagai macam kegiatan yang menunjang kehidupan manusia akan menambah kadar NO di udara, seperti transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan sampah dan lain-lain. Pencemaran gas NO diudara teruatama berasal dari gas buangan hasil pembakaran yang keluar dari generator pembangkit listrik stasioner atau mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar gas alami.
Dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran gas nitrogen oksida (NO) yakni mencemari udara secara visual sulit diamati karena gas tersebut tidak berwarna dan tidak berbau. Gas NO2 bila mencemari udara mudah diamati dari baunya yang sangat menyengat dan warnanya coklat kemerahan. Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya, kecuali jika gas NO berada dalam konsentrasi tinggi. Konsentrasi gas NO yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada system saraf yang mengakibatkan kejang-kejang. Bila keracunan ini terus berlanjut akan dapat menyebabkan kelumpuhan. Gas NO akan menjadi lebih berbahaya apabila gas itu teroksidasi oleh oksigen sehinggga menjadi gas NO2.
Udara yang telah tercemar oleh gas nitrogen oksida tidak hanya berbahaya bagi manusia dan hewan saja, tetapi juga berbahaya bagi kehidupan tanaman. Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Selama ini belum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian.
Penelitian terhadap hewan percobaan yang dipaparkan NO dengan dosis yang sangat tinggi, memperlihatkan gejala kelumpuhan sistem saraf dan kekejangan. Penelitian lain menunjukkan bahwa tikus yang dipajan NO sampai 2500 ppm akan hilang kesadarannya setelah 6-7 menit, tetapi jika kemudian diberi udara segar akan sembuh kembali setelah 4–6 menit. Tetapi jika pemajanan NO pada kadar tersebut berlangsung selama 12 menit, pengaruhnya tidak dapat dihilangkan kembali, dan semua tikus yang diuji akan mati. NO2 bersifat racun terutama terhadap paru.
Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru ( edema pulmonari ). Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas. Pada babi yang menghirup gas yg kandungan NO 250-310 ppm  dapat mengakibatkan kematian dengan gejala seperti hyperemia & oedema alveolar paru.
5.      Fosgen ( Charbonyl Clorida )
Fosgen adalah gas yang berasal dari tetraklorometana CCl4, yang merupakan suatu zat cair yang tidak berwarna dan digunakan sebagai pelarut untuk lemak. Karena zat ini bersifat tidak terbakar, maka zat ini sempat digunakan sebagai pemadam api. Tetapi pada suhu tinggi, CCl4 dapat bereaksi dengan uap air yang dapat membentuk gas fosgen COCl2. Gas ini juga dapat diproduksi dengan mereaksikan gas karbon monoksida dengan gas klorin dengan bantuan sinar matahari, gas ini sering digunakan dalam perang dunia I yang dibuat oleh Fritz Haber.
Akibat sering digunakannya dalam perang dunia I, gas ini ternyata menyebabkan penipisan lapisan ozon dan mengakibatkan kematian pada hewan yang terpapar oleh gas ini, seperti contohnya unggas yang berada pada sekitaran gas yang pada saat itu digunakan. Hal ini diperparah dengan masih disimpannya stok dalam telaga gedung-gedung senjata ketenteraan selepas Perang Dunia II.
Tetapi dibalik fungsinya sebagai senjata di perang dunia I, fosgen memainkan peranan besar dalam produksi farmaseutikal, racun herba, racun serangga, buih-buih sintetik, damar, dan polimer-polimer, meskipun penggunaanya telah dilarang karena dapat menyebabkan kerusakan ozon. Gas fosgen bersifat korosif dan iritatif yang sangat kuat. Apabila udara tercemar dengan fosgen dan terhirup oleh manusia atau hewan maka akan mengakibatkan penyakit pada saluran pernafasan.

6.      Amonia (NH3)
Salah satu masalah yang biasa muncul di peternakan ayam adalah masalah bau kandang. Bau yang menyengat terkadang menjadi penyebab munculnya komplain dari masyarakat (jika lokasi kandang dekat dengan pemukiman). Belum lagi adanya dampak serius terhadap kesehatan dan produktivitas ternak maupun para pekerja kandang. Kandang yang berbau menyengat biasanya disebabkan oleh kandungan amonia yang tinggi.
                  Amonia adalah gas yang dihasilkan dari proses perombakkan sisa-sisa nitrogen yang terdapat dalam feses oleh bakteri ureolitik. Amonia sendiri di lingkungan terdapat dalam 2 bentuk, yaitu bentuk terikat atau terlarut dalam cairan feses (NH4OH) dan bentuk gas (NH3). Indonesia yang beriklim tropis dengan sistem dan tatalaksana pemeliharaan yang belum sepenuhnya benar, maka hampir bisa dipastikan kadar gas amonia yang dihasilkan sangatlah tinggi. Keadaan ini belum disadari sepenuhnya, apalagi dampak dari tingginya gas amonia tersebut. Sebagai contoh nyata adalah masih banyaknya farm yang jarak antar kandangnya hanya berkisar 5 meter saja, sehingga aliran udara tidak lancar yang berakibat tertimbunnya gas amonia di dalam kandang. Begitu juga dengan kotoran ayam (layer) yang kadang menumpuk sampai berbulan-bulan, padahal alas kandangnya sangat rendah dan lembab. Belum lagi jika kepadatan kandang (broiler) melebihi ukuran standar, sehingga litter menjadi cepat basah dan akhirnya gas amonia menumpuk dalam kandang ayam broiler tersebut.
Gas amonia mempunyai daya iritasi yang tinggi, terutama pada mukosa membran pada mata dan saluran pernapasan ayam. Terlebih lagi jarak antara saluran pernapasan ayam dengan feses, sebagai sumber amonia begitu dekat (< 20 cm). Tingkat kerusakan akibat amonia sangat dipengaruhi oleh konsentrasi gas ini.
Di dalam kandang ayam, konsentrasi amonia cukup bervariasi antara 5-90 ppm. Sedangkan rekomendasi umum untuk kandungan amonia yang aman dan belum menimbulkan gangguan pada ayam ialah di bawah 20 ppm (Ritz et al., 2004). Di luar ambang batas aman ini, amonia akan menimbulkan kerugian pada ayam, baik berupa kerusakan membran mata dan pernapasan sampai hambatan pertumbuhan dan penurunan produksi telur (Tabel 1).
Amonia dengan kadar tinggi secara tidak langsung juga bisa memicu kasus infeksi penyakit saluran pernapasan seperti CRD, ND, AI, IB dan ILT. Hal ini tidak lain disebabkan adanya kerusakan membran saluran pernapasan yang merupakan gerbang pertahanan terhadap infeksi bibit penyakit.
Efek lainnya ialah timbul gangguan pembentukan kekebalan tubuh, baik yang bersifat lokal maupun humoral. Produksi kekebalan lokal (IgA) yang terdapat dalam saluran pernapasan atas akan mengalami gangguan akibat rusaknya sel-sel epitel oleh iritasi amonia. Sedangkan kadar amonia yang tinggi dalam darah (akibat terhisap dalam jumlah besar) menyebabkan kerusakan pada sel-sel limfosit sehingga produksi antibodi (IgG dan IgM) juga mengalami gangguan (North, 1984).
2.2. Cara Gas Beracun Masuk ke dalam Tubuh
1)      Jalur pemaparan inhalasi
Jalan masuk beberapa gas beracun adalah melalui inhalasi. Tempat penyerapan utama terjadi di alveoli paru-paru. Tempat ini mempunyai daerah alveolus yang besar dan aliran darah yang cepat, sehingga mendukung penyerapan. Jalur penyerapan dari gas bagaimana pun tergantung pada kelarutan di dalam darah.
Hampir semua gas yang merupakan pencemaran udara yang dapat dihirup masuk melalui saluran pernapasan. Jumlah seluruh gas beracun yang diserap melalui saluran pernapasan tergantung dari kadar udaranya di udara, lamanya waktu pemaparan dan volume aliran udara dalam paru-paru yang dapat naik setiap udara yang dihirup.
Paru-paru merupakan sumber pemaparan yang umum, sama seperti kulit. Sebagian besar gas polutan menyerang paru-paru karena karakteristik jaringan paru yang sangat tipis, sehingga memungkinkan masuk melalui paru-paru.  Selain kerusakan sistemik, gas beracun yang berhasil masuk lewat paru-paru dapat mencederai jaringan paru-paru dan mengganggu fungsi vitalnya pada tubuh.
2)      Jalur pemaparan dermal atau kulit
Jalan masuk dari paparan gas yang penting ialah penyerapan melalui kulit. Kontak antara suatu gas dengan kulit menghasilkan 4  kemungkinan sebagai berikut :
1.      Kulit dapat bereaksi sebagai penghalang (pembatas) yang efektif.
2.      Gas  dapat bereaksi dengan kulit dan menghasilkan kerusakan jaringan.
3.      Gas dapat menghasilkan sensitisasi kulit
4.      Gas dapat menembus ke dalam pembuluh darah yang berada di bawah kulit dan masuk ke dalam aliran darah.
Prosesnya dapat merupakan gabungan dari pengendapan gas di atas permukaan kulit yang diikuti oleh penyerapan melalui kulit. Gas dapat diserap melalui kulit dan menghasilkan efek yang sistemik. Kulit adalah jalur pemaparan yang paling umum dari suatu zat kimia atau gas. Secara umum, kulit merupakan penghalang yang kuat bagi suatu zat masuk kedalam tubuh. Jika zat kimia atau gas tidak dapat menembus kulit, toksisitasnya tergantung pada derajat absorpsi yang berlangsung. Seperti halnya bahan yang mengandung baik senyawa polar maupun nonpolar. Semakin besar absorpsinya, maka semakin besar kemungkinan zat tersebut mengeluarkan efek toksik.  Zat kimia akan lebih banyak diabsorpsi melalui kulit yang rusak dibandingkan kulit yang utuh. Begitu menembus kulit, maka zat tersebut akan memasuki aliran darah dan terbawa ke seluruh tubuh. bahan tersebut akan masuk ke organ tubuh sesuai dengan aliran darah yang mendorong terjadinya difusi melalui dinding kapiler dan membrane sel.
Kemampuan suatu zat atau gas yang mengendappada kulit untuk menembus kulit dipengaruhi sifat kelarutannya dalam lemak (fat soluble). Gas  yang tidak larut dalam lemak akan lebih mudah untuk terbawa masuk ke dalam tubuh. Bahan kimia yang berupa gas dapat mengikat jaringan atau organ. Ikatan tersebut dapat terjadi secara akumulasi atau pada konsentrasi yang tinggi dalam jaringan. Jika ikatan tersebut kuat dan merupakan ikan kovalen ireversibel maka efeknya akan benar-benar beracun.
Iritasi adalah suatu kondisi dimana adanya efek akibat kontak berkepanjangan dengan suatu zat kimia tertentu. Gejala dari iritasi adalah setelah waktu pemaparan kulit, maka kulit akan mengering, terasa nyeri, mengalami pendarahan, dan pecah-pecah. Jika kontak dengan bahan tersebut tidak terjadi lagi, maka kulit akan sembuh seperti sedia kala.
Dermatitias kontak alergik merupakan satu tipe tunda penyakit kulit akibat sensitivitas. Gejalanya antara lain kulit ruam, bengkak, gatal-gatal, dan melepuh. Gejala tersebut akan hilang jika kontak dengan gas berbahaya terhenti.

3)      Jalur pemaparan lewat mata
Gas yang mengandung zat-zat beracun apabila mengenai mata, gas tersebut dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir mata, hidung, tenggorokan, dan perut. Efek yang dapat ditimbulkan gas ini adalah mata sulit berkedip dan terasa seperti terbakar. Namun, efek ini diperkirakan akan hilang sejam setelah terkena paparan gas beracun tersebut. Namun, beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa iritasi pada pernapasan dan mulut bisa berlangsung hingga sebulan. Reaksi mata ketika terkena gas air mata adalah bertahan (defensif). Kemudian terjadi sensasi seperti terbakar, mata berair, memerah, dan kornea melebar, dan pada akhirnya dapat terjadi kebutaan.




2.3. Pencegahan terhadap Pencemaran Gas
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak pencemaran gas tersebut misalnya 
-          Membatasi atau mengurangi pemakaian benda-benda yang menghasilkan gas beracun tersebut seperti contohnya pemakaian kendaraan yang tiggi, sehingga CO2 yang dihasilkan sangat tinggi di lingkungan, serta mengurangi pemakaian bahan-bahan dari plastic yang dipakai sekali seperti kantong plastic atau pembungkus makanan dari bahan plastic dikarenakan bahan plastic memiliki sifat anorganik yang tidak dapat diurai oleh mikroorganisme sehingga banyak masyarakat yang setelah menggunakan bahan plastic tersebut untuk pemusnahannya yaitu dengan cara dibakar, pembakaran tersebut akan menghasilkan CO2 yang dihasilkan ke lingkungan itu sangat tinggi yang bersifat toksik bagi makhluk hidup yang ada di sekitarnya.
-          Untuk mengatasi CO2 agar dilakukannya penanaman pohon sehingga gas yang dihasilkan berupa CO2 bisa diserap oleh tumbuhan untuk berfotosintesis,
-          Menjauhi pemukiman yang padat serta menjauhi tempat penindustrian sehingga limbah yang berupa gas yang dihasilkan tidak terhirup oleh hewan-hewan yang ada di sekitarnya,
-          Rutin melakukan pembersihan kandang ternak dikarenakan kotoran atau feses yang dihasilkan itu dapat menghasilkan gas amonia yang merupakan gas beracun bagi tubuh.  
-          Membuat kandang yang mempunyai ventilasi atau lubang angin sehingga udara yang masuk dan keluar seimbang.









BAB III
PENUTUP
3.1   Kesimpulan
Kesehatan lingkungan adalah suatu ilmu dalam mencapai keseimbangan antara lingkungan dan makhluk hidup yang ada di lingkungan tersebut dan juga juga dalam pengelolaan lingkungan sehingga dapat tercapai kondisi yang bersih, sehat, nyaman dan aman serta terhindar dari gangguan berbagai macam penyakit. Ilmu Kesehatan Lingkungan mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk dengan berbagai macam perubahan komponen lingkungan hidup yang menimbulkan ancaman/berpotensi mengganggu kesehatan. Di dalam kesehatan lingkungan meliputi pencemaran-pencemaran limbah yang berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan. Salah satu pencemaran yang dapat mempengaruhi kesehatan lingkungan tersebut adalah pencemaran udara oleh gas gas beracun. Adapun macam-macam gas yang bersifat toksik pada hewan diantaranya Karbon monoksida (CO), Chlorine , Hydrogen sulfide ( HS ), Nitogen Oksida (NO), Fosgen ( Charbonyl Clorida ), dan gas ammonia. Hampir semua paparan gas yang bersifat toksik ini menyerang saluran pernafasan karena terjadi melalui gas yang terhirup yang tersebar mengikuti udara.

3.2     Saran
 Saran yang sekiranya dapat dilakukan yaitu diantaranya :
1)         Menjauhi daerah yang sudah terpapar oleh gas yang bersifat toksik tersebut.
2)         Bila adanya hewan yang  keracunan gas beracun maka lakukan:
-          Berikan pengobatan atau bantuan pernafasan.
-          Kirim segera ke Rumah Sakit  Hewan atau Klinik Hewan terdekat.
-          Hubungi Dokter Hewan.





DAFTAR PUSTAKA

DR.P.V. 1995. Chadha, Karbon Monoksida, Ilmu Forensik dan Toksikologi, Edisi 5 , Penerbit Widya Medika Jakarta,
Olson, KR, 2004.  Cargbon MoNOide, Poisoning & Drug Overdose, Fourth edition, Mc. Graw Hill, Singapore,
Keluarga Mahasiswa Kimia.2011.Gas Fosgen.Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Sentra Informasi Keracunan Badan POM, 2001. Pedoman Penatalaksanaan Keracunan Untuk Rumah Sakit, Karbon Monoksida, Jakarta.
Soeripto M. 2008. Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI

Widyastuti, Palupi. 2000. Bahaya Bahan Kimia Bagi Kesehatan dan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.

 

 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar