BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit surra
atau trypanosomiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit darah trypanosoma
evansi. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit ternak yang penting dan
dapat menular dari hewan satu ke hewan lainnya (Adiwinata & Dachlan. 1969).
Penyakit ini ditularkan memlalui gigitan lalat yang dimana hospes intermediet penyakit
ini merupakan lalat seperti Tabanus sp, Stomoxys calcitrans, dan Haematobia sp yang
merupakan lalat penghisap dan penjilat darah. Agen infeksi tersebut menyebar di
daerah tropis dan non tropis yang dimana telah ditemukan di daerah Asia
tenggara, Afrika, dan Amerika selatan. Di Amerika selatan trypanosomiasis ini
biasanya menyerang pada kuda, di cina menyerang kuda, kerbau dan kuda, di timur
tengah dan afrika meyerang unta, sedangkan di daerah asia tenggara menyerang
sapi, kerbau dan kuda. Penyakit SURRA
merupakan penyakit yang dapat bersifat akut ataupun kronis (Evans. 1880). Gejala
yang dapat ditimbulkan dari penyakit ini lesu, kurus, anemia, adanya odema di
bagian dada dan bawah perut, ataupun kelumpuhan yang berakibat kematian.
Terkadang penyakit ini tidak menimbulkan gejala klinis.
Saat ini penyakit surra ini digolongkan
sebagai Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS), yang dimana Mentri Pertanian
Ir. H. Suswono, MMA telah mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
4026/Kpts./OT.140/04/2013. Pada tahun 2010 penyakit ini ditemukan pada beberapa
ternak besar di Wilayah Sumba Timur dan menyebar disebanyak enam kecamatan
yakni kecamatan Lewa, Lewa Tidas, Nggaha Ori Angu, Katala Hamulingu, Tabundung,
Wulla Waijelu dan kecamatan Ngadu Ngala, kejadian ini telah ditetapkan sebagai
Kejadian Luar Biasa. Pada Mei 2013 kejadian surra ditemukan diwilayah Banten
yang meliputi Desa Pagelaran, Pandeglang, Desa Calung Bungur, dan Lebak. Pada
September 2013, terjadi di Desa Bojong Leles, Lebak, dan pada November 2013,
kasus Surra di Kabupaten Pandeglang menyebar semakin merambah ke beberapa desa
diantaranya Jiput, Pagelaran, Menes, dan Cimanuk. Di Kota Serang, Surra menuju
Desa Curug Manis, dan Pageragung. Sementara pada Maret-April 2014, kasus Surra
terjadi di Desa Pagelaran, Desa Abuan, Mones, Kabupaten Pandeglang.
Selain ditularkan oleh parasit lalat
penyakit ini juga dapat ditularkan dengan melalui daging yang dimana hewan
carnivor dapat terinfeksi trypanosomiasis apabila memakan daging yang
mengandung trypanosoma. Penlaran melalui air susu dan selama masa kebuntingan
pernah pula dilaporkan (OIE,2009). Namun parasit ini tidak dapat bertahan hidup
diluar inang, maka resiko penularan memlalui produk asal hewan dapat di
abaikan.
Mengingat pentingnya penyakit ini maka
diperlukan pedoman untuk mengetahui secara rinci dan jelas tentang siklus
parasit penyebab penyakit tersebut sehingga memungkinkan untuk melakukan
pencegahan ataupun pengobatan. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk
menyelesaikan permasalah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Adapu
rumusan masalah yang dapat kami tentuka dari bahasan ini adalah sebagai berikut
:
1.2.1
Apa definisi
dari parasit bersel satu (protozoa) dari genus trypanosoma ?
1.2.2
Bagaimana klasifikasi
serta morfologi dari protozoa genus trypanosoma yang menyerang hewan ternak,
serta hewan lainnya ?
1.2.3
Bagaimana Siklus Hidup
dari protozoa genus trypanosoma ?
1.2.4
Bagaimana Pathogenesis
& gejala klinis dari penyakit surra ?
1.2.5
Bagaimana Diagnosa,
pencegahan, serta pengobatan dari penyakit surra ?
BAB
II
TUJUAN
DAN MANFAAT TULISAN
2.1 Tujuan Penulisan
2.1.1
Untuk mengetahui
definisi dari penyakit surra atau trypanosomiasis serta vektor penyebab
penyakitnya.
2.1.2
Untuk mengetahui
klasifikasi serta morfologi dari protozoa penyebab penyakit surra.
2.1.3
Untuk mengetahui siklus
hidup dari protozoa genus trypanosoma.
2.1.4
Untuk mengetahui
pathogenesis & gejala klinis dari protozoa genus trypanosoma.
2.1.5
Untuk mengetahui
diagnosa, pencegahan, serta pengobatan dari protozoa genus trypanosoma.
2.2 Manfaat Penulisan
2.2.1 Melalui
paper ini diharapkan kalangan mahasiswa
Universitas Udayana, khususnya Kedokteran Hewan memiliki wawasan lebih mengenai
Parasit bersel satu (protozoa) dari genus trypanosoma yang diharapkan dapat
mengatasi kasus atau kejadian surra yang terjadi.
2.2.2 Hasil tugas ini dapat menjadi arsip yang
dapat membantu untuk mengerjakan tugas yang
berhubungan dengan Parasitologi khususnya mengenai Parasit bersel satu
(protozoa) dari genus trypanosoma.
BAB
III
TINJAUAN
PUSTAKA
3.1 Definisi dan Epidemiologi
Surra dari Marathi berarti nafas berat
melalui lubang hidung merupakan penyakit yang menyerang mamalia. Surra adalah
sebuat penyakit yang bersifat akut dan kronis yang umunya fatal jika tidak
diobati. Penyakit surra ini desebabkan oleh parasit protozoa darah trypanosoma
evansi. Merupakan penyakit mamalia trypanosoma yang pertama dijelaskan di dunia
oleh Griffith Evans, 1880 pada darah kuda India dan unta. Awalnya penyakit ini
ditemukan pada unta tetapi perkembanganya merabah ke hospes lainnya seperti
kuda, anjing dan lainnya (Marc Desquesnes 2013). Penyakit surra ini bersifat zoonosis (Powar et
all 2013)
Trypanosoma evansi diduga berasal dari
T. brucei (siklis ditularkan oleh lalat tsetse), tetapi tidak lagi mampu
menjalani siklus di Glossina karena hilangnya maxicircles dari kinetoplastic
DNA mitokondria. Ketika fenomena ini terjadi tidak diketahui, dan beberapa
penulis bahkan baru-baru ini menyarankan bahwa mungkin telah terjadi dalam
beberapa kasus (Marc Desquesnes et all 2013).
Penyebaran awal T. evansi arah timur,
analisis data historis menunjukkan bahwa surra sudah hadir di India sejak zaman
dahulu, setidaknya VIII abad SM, dan ternak yang harus menderita dalam
ketiadaan pengobatan. Hal ini hadir di iklim sub-Sahara dan Mediterania tetapi
dapat ditemukan di daerah beriklim serta gurun gersang dan stepa semi kering.
(Marc Desquesnes et all 2013).
Adapun penyebaran dari trypanosoma evansi meliputi daerah pertama ditemukan Afrika bagian utara, Asia barat, tengah, selatan, tenggara dan amerika selatan.
gambar 2
lalat penyebar surra
Penularan T. evansi secara mekanis,
non-siklis, dengan lalat haematophagus seperti horseflies (Tabanus), lalat yang
stabil (Stomoxys) dan Haematobia sp yang endemik di Afrika, Asia dan Amerika
Selatan; meskipun di Amerika kelelawar vampir juga bertindak sebagai vektor
serta waduk host (Urquhartet al., 1996).
3.2 Klasifikasi
Trypanosomas termasuk dalam protozoa uniseluler berflaagel
merupakan masuk kedalam phylum
Sarcomastigophora, ordo Kinetoplastidae,
family dari Trypan-somatidae dan
genus trypanosoma, dalam Salivaria group.
Adapun sub genus dari Trypanozoon meliputi pantogen spesies seperti
T. evansi, T.
brucei and T. equiperdum (FAO, 2000).
3.3 Morfologi
Protozoa darah trypanosoma evansi ini
merupakan parasit darah yang dimana tentunya dapat ditemukan di dalam darah. Trypanosoma
evansi ini bersifat kecil, aktif membelah yang umum ukuranya 23 sampai 25 µm
dan membelah dengan binary fussion (AUSVETPLAN 2006). Di bagian tengah tubuhnya
terdapat inti yang mengandung kariosoma (trofonukleus) yang besar dan terletak
hampir sentral.
Trypanosoma evansi menyajikan
karakteristik ramping, ukuran kecil, dibandingkan dengan Trypanosoma theileri,
tapi besar dibandingkan dengan T. congolense, tipis posterior ekstremitas,
flagela bebas, gerakan aktif tetapi memproduksi terbatas perpindahan di bidang
mikroskop, dan membran bergelombang sangat terlihat yang "perangkap"
terang (cahaya mungkin tampak ditangkap di salah satu akhir parasit dan
dipindahkan ke ujung yang lain akan dirilis). Ketika diamati pada Giemsa apus
tipis, T. evansi selalu digambarkan sebagai monomorfik tipis trypomastigote
parasit. Oleh dibandingkan dengan T. brucei, itu menunjukkan bentuk ramping
sebagian besar (flagela panjang bebas dan tipis posterior ekstremitas dengan
kinetoplast kecil subterminal). Panjang rata-rata parasit adalah 24 ± 4µm (min
15 µm, maks 33 µm). (Marc Desquesnes et all 2013).
Ujung dari tubuh berbentuk lancip,
sedangkan ujung tubuh yang lain agak tumpul dan terdapat bentukan yang disebut kinetoplast.
Tubuh dari parasit ini memanjang, ramping dan meruncing dikedua ujungnya.
Pellicle lapisan luar dari sitoplasma cukup fleksibel untuk memungkinkan
tingkat gerakan tubuh. Permukaan tubuh T. evansi diselubungi oleh lapisan
protein tunggal yaitu glikoprotein yang dapat berubah-ubah bentuk (variable
surface glycoprotein). Dengan kemampuan glikoprotein yang dapat berubah bentuk,
maka T. evansi dapat memperdaya sistem kekebalan tubuh inang (host).
Konsekuensinya akan terjadi variasi antigenik (antigenic variation) dimana
tubuh akan selalu berusaha membentuk antibodi yang berbeda-beda sesuai dengan
protein permukaan yang ditampilkan oleh T. Evansi.
3.4
Siklus Hidup
Siklus hidup dari trypanosome evansi ini
sendiri hampir sama seperti trypanosome yang lain, Pada
penularan trypnosoma ke tubuh hospes melalui dua cara, yaitu dengan penularan
secara mekanik dan penularan secara biologi.
Transmisi mekanik adalah proses
spesifik, yang dapat terjadi ketika serangga menggigit memulai makan darah pada
host yang terinfeksi, mulai memakan darah yang terinfeksi, terganggu (oleh
gerakan defensif dari host, misalnya), lalat keluar dari host yang terinfeksi ,
dan tanah pada hewan lain untuk mulai makan darah lagi. Ketika serangga yang
pertama mencoba untuk memakan darah, mulut yang dapat berisi sejumlah kecil
darah melalui kekuatan kapiler, diperkirakan 1-12 nl di tabanids dan 0,03 nl di Stomoxys. Darah sisa mungkin sebagian
diinokulasi ke hewan lain pada tahap awal upaya berikutnya untuk menggigit,
ketika serangga inoculates sejumlah kecil air liur (diperlukan untuk sifat
antikoagulan nya) sebelum mengisap darah host kedua. Pada stomoxys trypanosome evansi dapat bertahan selama 48 jam setelah
makan darah infeksi.( Marc desquesnes et all 2013).
Transmisi oleh kelelawar vampir adalah
sistem biologis baru yang telah ditemukan di Amerika Latin. Kelelawar vampir
terinfeksi melalui mulut ketika mereka menghisap darah dari mangsa yang
terinfeksi (paling sering kuda atau sapi). Sebagai hospes dari T. evansi,
kelelawar dapat mengembangkan gejala klinis dan mati selama fase awal penyakit
(1 bulan). Namun, dalam kasus kelelawar yang bertahan, mengalikan parasit dalam
darah dan kemudian ditemukan dalam air liur kelelawar yang terinfeksi secara
kronis atau kelelawar yang tidak menunjukkan gejala klinis. Kemudian, kelelawar
yang terinfeksi dapat mencemari congener mereka dengan menggigit, sehingga
bertindak sebagai host perantara. Mereka juga dapat mencemari ternak, bertindak
sebagai vektor permanen, mampu mencemari hospes mereka untuk jangka waktu yang
panjang. Terakhir, dalam kasus kelelawar, trypanosome dapat ditularkan dari
penggigit untuk digigit atau sebaliknya. Karena kelelawar vampir dapat
mencemari satu sama lain, koloni vampir dapat mempertahankan T. evansi dengan
tidak adanya host utama (kuda), yang membuat mereka reservoir sejati parasit.
Ketika makan pada kuda atau sapi, kelelawar vampir adalah vektor benar,
sebanyak yang mereka memulai infeksi yang menggigit serangga kemudian dapat
menyebar ke hewan lain yang rentan. Vampir kelelawar Desmodus rotundus
bertindak sebagai tuan rumah, waduk, dan vektor biologi parasit.
1. Stadium
Leismania atau Amastigot berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai satu inti dan satu kinetoplas
serta tidak mempunyai flagela. Bersifat intraseluler. Besarnya 2-3 mikron.
2. Satdium
Leptomonas atau prosmatigot berbentuk memanjang mempunyai satu inti di tengah
dan satu flagela panjang yang keluar dari bagian anterior tubuh tempat
terletaknya kinetoplas, belum mempunyai membran bergelombang, ukurannya 15
mikron.
3. Stadium
Kritidia atau Epimastigot berbentuknya memanjang dengan kinetoplas di depan
inti yang letaknya di tengah mempunyai membran bergelombang pendek yang
menghubungkan flagela dengan tubuh parasit, ukurannya 15-25 mikron.
4. Stadium
Tripanosoma metasiklik atau Tripomastigot berbentuk memanjang dan melengkung
langsing, inti di tengah, kinetoplas dekat ujung posterior, flagela membentuk
dua sampai empat kurva membran bergelombang, ukurannya 20-30 mikron.
3.5 Pathogenesa dan Gejala Klinis
a. Pathogenesa
Patologi umum infeksi T. evansi
mencerminkan lymphoreticular aktif dari reaksi sistem kekebalan tubuh.
Perubahan patologis terlihat pada pemeriksan post mortem pada hewan yang
terinfeksi T. evansi bervariasi baik antara spesies dan antara individu dari
spesies yang sama. Gejala yang dapat ditimbulkan dari parasit ini pada sapi
termasuk kekurusan, atrofi serosa lemak, hydropericardium, splenomegali,
limfadenopati dan haemopoiesis aktif dalam sumsum tulang. Sumsum tulang merah
gelap dan hiperplastik dalam kasus akut, tetapi menjadi berhenti berkembang,
dan kekuningan pada kasus kronis. Pernah dilaporkan juga pada spesies lain termasuk
opacity kornea dan petechiation jantung pada anjing, sumbatan abomasum dan usus
kecil pada unta dan vulva pembengkakan pada kelinci.
Penyakit Tripanosomiasis ditularkan
secara mekanik melalui gigitan vektor setelah ia menghisap darah penderita,
baik hewan ternak maupun anjing. Setelah memasuki peredaran darah, trypanosoma
segera memperbanyak diri secara biner. Dalam waktu pendek penderita mengalami
parasitemia dan suhu tubuh biasanya mengalami kenaikan. Sel darah penderita
yang tersensitisasi oleh parasit segera dikenali oleh makrofag dan dimakan oleh
sel darah putih tersebut. Bila sel darah merah yang dimakan makrofag cukup banyak
anjing penderita segera mengalami anemia normositik dan normokromik. Sebagai
akibat anemia, penderita tampak lesu, malas bergerak, bulu kusam, nafsu makan
menurun dan mungkin juga terjadi oedem di bawah kulit maupun serosa (Subronto,
2006).
b. Gejala
Klinis
Tingkat keparahan dan tanda-tanda klinis
surra bervariasi sesuai dengan virulensi strain T. evansi, spesies inang dan
faktor stres lainnya pada hewan. Surra dapat menyebabkan kematian mencapai
30-100 %. Bentuk akut penyakit dapat berlangsung sampai tiga bulan dan ditandai
dengan demam, penurunan berat badan progresif, nafsu makan menurun, anemia,
kerato konjungtivitis berulang dan plak urtikaria pada leher dan sayap, edema di
dada, perut, alat kelamin dan peningkatan suhu tubuh sesuai dengan puncak parasitemia.
Tanda-tanda klinis pada kasus-kasus kronis kurang khas. Defisit produksi, lesu,
kekurusan progresif, anemia, dan demam berulang dapat diamati. Keterlibatan
sistem saraf pusat terminal umum.
Berikut
merupakan gejala klinis dari hewan yang terkena Trypanosoma evansi
§ Penyakit
surra pada unta
gejala
yang dapat ditimbulkan pada kuda ataupun unta yaitu adanya gejala akut berupa
demam tinggi, anemia, kelemahan / lesu dan dalam beberapa bulan dapat menyebabkan
kematian, tapi penyakit ini bisa bertahan 2 - 3 tahun ini disebut Tibersa.
Tanda-tanda dari penyakit ini dalah dimana hewan mengalai demam interminten
yang mencapai 41o C, dalam kurun waktu seminggu hewan akan mengalami
kepucatan serta stress dan selanjutnya akan diikuti dengan rontoknya bulu/
rambut, turunya nafsu makan dan berat badan, aborsi pada hewan bunting, oedema
(bagian perut, ambing atau skrotum, dan selubung), anemia dengan lender, dan
petekie atau perdarahan ecchymotic.
Semua
kelompok usia dapat terinfeksi tetapi surra pada umumnya mulai terjadi tak lama
setelah penyapihan. Tanda-tanda gugup kadang-kadang diamati, seperti kejang
periodik.
§ Penyakit
surra pada kuda
Pada
kuda, masa inkubasi 1-4 minggu, dan kadang-kadang sampai 8 minggu, setelah itu
muncul beberapa gejala seperti demam dengan flutuasi tinggi dengan puncak
tinggi dengan parasitemia (41,5 ° C hingga 44 ° C), lemah, lesu, anemia,
penurunan berat badan yang parah. Sementara terlihat pada kulit terjadi Letusan
kulit, perdarahan petekie pada kelopak mata, terutama membran nictitating (yang
dapat berubah kuning ketika mencapai tahap icteric), vulva dan mukosa vagina,
perdarahan ke dalam ruang anterior mata, aborsi, dan perubahan gerak, dengan
tanda-tanda gugup klasik seperti kaki belakang yang tersandung dengan kaki
depan atau sering disebut Mal de Caderas, dan edema (submaxillary, kaki,
briskets, perut, testis dan ambing) muncul setelah beberapa waktu. Hewan dapat
juga mati mendadak dan tak terduga atau menunjukkan tanda-tanda delirium dan
berjuang selama berjam-jam sebelum mereka mati kelelahan. Dengan tingkat
kematian pada kuda mencapai 50 %.
§ Penyakit
surra pada Sapi dan kerbau
Pada
sapi maupun kerbau penyakit surra kadang kadang tidak menimbulkan gejala
spesifik yang dimana tingkat kematiannya mencapai 90 %. Dampak umum yang dapat
diakibatkan oleh surra ialah anemia, kekurusan yang mengarah ke gangguan dalam
cyclicity oestrous, aborsi, dan gangguan produksi susu. Di Thailand,
tanda-tanda klinis dicatat dalam kerbau adalah demam, kekakuan, konjungtivitis,
kekurusan, edema (pembengkakan kaki), inappetence, dyspnea, anemia, penyerahan
diri, diare, aborsi, dan kematian. Tanda-tanda gugup menunjukan
meningoencephalitis. (Marc Desquesnes et all 2013).
§ Penyakit
surra pada kambing dan domba
Pada
infeksi alami tidak terlihat gejala khusus, tapi biasanya gejala surra terutama
demam (40°C), kurang nafsu makan, dan anemia. Selama hipertermia, modifikasi
perilaku seperti kelelahan atau agresivitas tiba-tiba telah diamati; anemia
bisa surut setelah 2 bulan; parasitemia umumnya rendah (10 parasit / mL) dan
menurun sampai tidak terdeteksi selama beberapa bulan. Namun, dalam kondisi
tertentu seperti pembatasan makanan atau transportasi stres, parasit bisa
kambuh ke dalam darah dan tanda-tanda klinis muncul kembali. Pada infeksi
eksperimental domba dengan isolat Nigeria T. evansi, akut dan evolusi kronis
yang diamati, dengan demam, selaput lendir pucat, epifora, kehilangan nafsu
makan, kekurusan, kusam, dan mantel berambut kasar; di evolusi akut binatang
mati dalam waktu 2 minggu; Pengamatan postmortem menunjukkan pembesaran limpa
dan kelenjar getah bening. Sedangkan pada kambing memiliki kerentanan yang
rendah terhadap penyakit ini, gejala yang ditimbulakan hamper sama seperti pada
domba tetapi pada beberapa kejadian bisa juga terdapat peradangan sendi.
§ Penyakit
surra pada Babi
Infeksi
pada babi telah lama dilaporkan sebagai sangat ringan atau tanpa gejala; Namun,
gejala-gejala seperti demam, anoreksia, kekurusan, dan aborsi. Infeksi babi
sering kronis dengan tidak hanya demam tinggi, anemia, kehilangan berat badan,
aborsi, dan ruam kulit, tetapi juga lambat dalam penerimaan rangsang, dan
kelumpuhan kaki belakang.
§ Penyakit
surra pada carnivore
Anjing
sangat rentan terhadap T. evansi, dan mereka sering menunjukkan tanda-tanda
klinis yang kuat menyebabkan kematian, kadang-kadang dalam seminggu dan paling
sering dalam waktu satu bulan dalam kasus-kasus akut, terutama pada anjing liar
yang tidak diobati dan juga kadang-kadang bahkan meskipun perawatan klinis
tanda-tanda
demam intermiten (39°C-41°C), edema di kepala, termasuk laring (dibedakan dari
rabies), edema dinding perut dan kaki, anemia, kelemahan, kurang nafsu makan
menyebabkan kekurusan dan, kadang-kadang, paresis di bagian belakangnya. Selain
itu kasus myocarditis dan tanda tanda gairah seksual juga telah dilaporkan
dalam beberapa kasus. Tanda-tanda pada mata adalah paling sering ditemukan pada
anjing, dengan konjungtivitis, lachrymation, keratitis, opacity kornea, dan /
atau tanda-tanda perdarahan, yang dapat menyebabkan fibrin deposito di ruang
anterior mata.
§ Penyakit
surra pada Hewan liar
Penyakit
surra ini juga menyerang beberapa hewan liar diantaranya yang pernah dilaporkan
adalah seperti kelelawar vampir, capybaras, coatis, babi hutan, rusa, dan hewan
pengerat. Tanda-tanda klinisnya ialah anoreksia, kelemahan, ataksia, dan
anemia, sedangkan otopsi mengungkapkan perikarditis, splenomegali dan gastritis
colitis dan enteritis. Pada badak sumatera gejala yang dapat ditimbulkan dari
surra ini seperti depresi, anoreksia, inkoordinasi, tremor otot, perdarahan
hidung, lemas, dan sesak napas diikuti dengan kematian.
3.6 Diagnosa, Pencegahan dan
Pengobatan
a. Diagnosa
Dikarenakan gejala klinis infeksi T.
evansi tidak bersifat khas (patognomonis), maka pemeriksaan gejala klinis
sebaiknya juga ditunjang dengan pengujian di laboratorium untuk konfirmasi agen
penyebab. Uji parasit, uji serologi dan uji molekuler merupakan teknik
pengujian yang digunakan untuk diagnosis konfirmatif di laboratorium.
Uji parasit diantaranya pemeriksaan
haematologi (mikroskopik), microhematocrit centrifugation technique (MHCT) dan
mouse inoculation test (MIT). Uji serologi dapat dilakukan dengan metode card
agglutination test for trypanosomes (CATT) dan enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA), sedangkan uji molekuler menggunakan polymerase chain reaction
(PCR).
Pemeriksaan haematologi dengan teknik
ulas darah tipis terkadang mengalami hambatan karena agen T. evansi hanya dapat
dideteksi pada saat terjadi parasitemia yang tinggi. Sedangkan pada kasus
infeksi yang berjalan kronis, diperlukan pemeriksaan ulas darah tebal, MHCT dan
MIT.
Untuk kepentingan diagnostik terhadap
trypanosomiasis, pengujian dengan teknik CATT memiliki sensitifitas lebih
tinggi dibandingkan teknik MIT dan MHCT. Disamping itu, teknik CATT dapat
digunakan untuk melakukan uji tapis (screening test) dan kemudian dapat
dilanjutkan dengan uji PCR untuk konfirmasi agen T. evansi.
b.
Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
terhadap tripanosomiasis meliputi tindakan pengelolaan terhadap hewan ternak
(hospes definitive, dan pengelolaan agen penyakit seperti lalat yang merupakan
hospes intermediet, menghindakan kontaminasi mekanis yang tidak disengaja,
pengelolaan penggunaan tanah, dan pengendalian biologis. Pengecekan darah
secara berkala dan pemberian obat secara berkala juga dapat membantu pencegahan
penularan penyakit ini. Melenyapkan tempat perindukan secara besar-besaran
karena lalat berkembang biak di bawah semak-semak sepanjang sungai atau di
lokasi-lokasi lain yang bersemak. Pelepasan jantan-jantan steril untuk
mengendalikan dan penyemprotan tanah dengan DDT (Levine., N.D. 1995).
c.
Pengobatan
Untuk
menyembuhkan infeksi T. evansi pada kuda dan anjing WHO menganjurkan
pemakaian kuinapiramin (antrycide), diberikan secara subkutan sebagai sulfat
yang dilarutkan dalam konsentrasi 10% dalam air dingin; dosisnya 5 mg/kg berat
badan. Suramin larutan 10%, dosis 10 mg/kg berat badan, disuntikkan IV. Diminazene
aceturat, dosis 3,5 mg/kg, disuntikkan IM, dan Isometamedium, dosis 0,25 – 0,5
mg/kg disuntikkan IM (Subronto., 2006).
BAB IV
PEMBAHASAN
Surra
atau penyakit malas merupakan penyakit yang disebabkan oleh trypanosome evansi
dan dapat menyerang hewan jenis apapun. Penyakit ini tidak bersifat zoonosis
pada spesies ini tetapi pada beberapa spesies seperti trypanosome gambiase
dapat menyebabkan penyakit tidur pada manusia. Surra sendiri bersifat akut dan
kronis yang dimana gejala dari penyakit ini sangat tidak spesifik. Penebaran
dari surra ini sendiri tergantung pada agen penyebarnya yang dimana dapat
berupa lalat ataupun hewan carnivore. Penyakit ini dapat menyebar ke seluruh
dunia dengan syarat tempat yang terjadi wabah surra merupakan tempat dengan
kondisi bio security yang kurang baik, umumnya terdapat pada Negara miskin dan
berkembang ataupun tempat yang dimana system pemeliharaan hewanya tidak
menggunakan kandang. Bentuk dari agen infeksi ini sendiri sangat kecil sekitar
23 – 25 µm, dan terdapat pada plasma darah.
Proses
terinfeksinya hewan oleh parasite darah trypanosome evansi ini dapat
diakibatkan oleh 2 vektor yaitu vector mekanik dan vector biologis, yang dimana
vector mekanik merupakan vector yang paling sering terjadi pada hewan ternak,
sedangkan vector biologis biasanya sering terjai pada hewan liar dan carnivore.
Penularan melalui vector mekanik ialah penularan via perantara berupa lalat
penghisap darah pada umumnya seperti tabanus
spp dan stomoxys. Penularannya
dimana lalat yang menghisap darah dari hewan yang mengandung trypanosome evansi
dan mengigit hewna lain maka akan menularkan trypanosome evansi itu sendiri.
Dalam
tubuh lalat trypanosome sendiri dapat bertahan ± 48 jam pada stomoxys dan 4- 8
jam pada tabanus setelah lalat memakan darah dan dapat ditularkan ke hewan
sehat dari 4 – 48 jam. Setalah memasuki tubuh hospes trypanosome akan memasuki
pembuluh darah melalui pembuluh darah kapiler ataupun selanjutnya mencapai
vena, pada darah trypanosome evansi akan membelah diri secara biner untuk
memperbanyak diri. Kecepatan dari pembelahan binernya ini sendiri belum
diketahui dengan jelas tetapi beberpa hal yang menyangkut system imun dapat
mempengaruhi pembelahanya sehingga menimbulkan gejala memerlukan beberapa waktu
yang berbeda tiap host.
Selain
itu trypanosome evansi ini sendiri dapat menghindari kejaran system imun dengan
lapisan protein tunggal yang menyelubunginya yaitu glikoprotein (variable
surface glycoprotein) dapat berubah-ubah bentuk. Saat memasuki tubuh hospess
trypanosome akn mengeluarkan antigen dasar sehingga antibody dengan cepat
bereaksi, dan sebagian besar trypanosome dapa terbunuh. Akan tetapi sebelum
antibody menyentuh mereka, trypanosome sudah menggandakan diri dan membentuk
antigen dasar yang lainnya. Sehingga terjadi Fluktuasi trypanosome dalam darah
dan juga infamasi yang bersifat kronis. Genom tripanosoma mengandung lebih dari
100 gen yang masing-masing menyandi jenis antigen berbeda. ‘Pengaktifan’ gen
tertentu melibatkan penggandaan gen itu, dan transposisi berikutnya (pemindahan
dan penyisipan) dari gen duplikat itu ke wilayah lain pada genom yang disebut
situs ekspresi. Gejala sekunder lain
seperti anorexsia, oedema, conjunctivitis, aborsi, dan penurunan produksi dapat
disebabkan oleh inflamasi yang terjadi secara terus menerus.
Penularan
secara biologis dimana sistemnya hamper sama dengan penularan secar mekanis,
melainkan perbedaannya terletak pada hospes perantara dan system perantaraanya.
Penularan secara biologis umumnya terjadi akibat kontak langsung hewan dengan
hewan yang terjangkit trypanosome. Seperti kelelawar vampire yang tertular dari
menghisap darah hewan yang terjangkit atau hewan carnivore yang terjangkit
karena mengkonsumsi daging hewan yang terjangkit trypanosome.
Penularan
surra secara sistemik biasanya disebabkan oleh vector mekanis yaitu lalat.
Sedangkan penularan secara biologis pada daging memiliki indikasi menyebabkan
zoonosis tetapi protozoa trypanosome ini tidak dapat bertahan dalam suhu panas
sehingga akan mati dalam proses pemasakan.
BAB
V
SIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penyakit surra merupakan penyakit yang
disebabkan oleh trypanosome evansi dan dapat menyerang hewan vertebrata jenis
apapun. Penyakit ini tergolong PHMS atau penyakit hewan menular strategis dan
sangat berbahaya karena bersifat akut dan kronis, juga tidak memiliki gejala
yang spesifik. Penyebaran penyakit ini sendiri tergantung pada vector
penyebarannya. Epidemiologi dari penyakit ini telah meyebar mulai dari afrika,
asia tengahm selatan dan tenggara, dan juga amerika selatan. Morfologinya
sendiri berbentuk runcing di kedua ujungnya dengan ukuran 23 – 25 µm.
ditengahnya terdapat karsioma yang terletak hampir di sentral. Siklus hidupnya
sendiri dapat beberapa fase leismania. Leptomonas, kritidia dan trypanosome.
Siklus penularannya terjadi karena 2 vektor yaitu vekto mekanik yang melalui
perantara lalat dan biologis melalui perantara daging dan darah.
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan
dari infeksi trypanosome evansi ini berbeda beda setiap hospes tetapi tidak
memiliki gejala yang amat spesifik. Umumnya gejalanya berupa demam tinggi
berulang yang diikuti dengan gejala sekunder berupa anorexsia, kelemahan,
aborsi, kekurusan dan penurunan produksi. Diagnose yang dapat dipakai untuk
mendeteksi adanya trypanosome ialah dengan melakukan uji serologi dapat dilakukan
dengan metode card agglutination test for trypanosomes (CATT). Pencegahan
tentunya mengendalikan factor lingkungan dan security kandang. Sedangkan
pengobatan dapat diberikan antrycide secara sub cutan, suramin secara intra
vena, diminazeneacceturat secara intra musculara, dan isometadium secara intra
muscular.
5.1 Saran
Adapun saran kami ialah untuk selalu
menjaga bio security dari kandang untuk mengendalikan penyakit surra maupun
penyakit lainnya mengingat sangat berbahayanya peyakit surra ini. Karena kita
tahu mencegah lebih baik dari mengebati.
DAFTAR PUSTAKA
Partoutomo, S. 2000. Deteksi Imunosupresi Akibat Infeksi Trypanosome Evansi dan Malnutrisi
pada Hewan Percobaan Kerbau Dengan Sensitisasi Kulit. Bogor: Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner Vol. 5 No.2 Th. 2000
Powar, RM et all. 2006. A Rare Case Of Human Trypanosomiasis Caused
By Trypanosoma Evansi. India: Indian Journal of Medical Microbiology, (2006)
24 (1):72-4
Desquesnes, Marc et all. “Trypanosoma
evansi and Surra: A Review and Perspectives on Origin, History, Distribution,
Taxonomy, Morphology, Hosts, and Pathogenic Effects”. International: BioMed
Research International Volume (2013), Article ID 194176, 22 pages
Desquesnes, Marc et all. “Trypanosoma
evansi and surra: A Review and Perspectives on origin, history, distribution,
taxonomy, morphology, hosts, and pathogenic effects.”. International: BioMed
Research International Volume (2013)
Dargie, James. 2006 Tsetse and Trypanosomiasis
Information. Rome: food and agriculture organization
of the united nations
Ausvetplan. 2006. Disease Strategy Surra.
Australia: Primary Industries Ministerial Council
OIE. 2008. Trypanosoma Evansi Infection
(including surra). Belgium: OIE
Terrestrial Manual 2008 Chapter
2.1.17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar