Senin, 09 Maret 2015

Penyakit surra atau trypanosomiasis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Penyakit surra atau trypanosomiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit darah trypanosoma evansi. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit ternak yang penting dan dapat menular dari hewan satu ke hewan lainnya (Adiwinata & Dachlan. 1969). Penyakit ini ditularkan memlalui gigitan lalat yang dimana hospes intermediet penyakit ini merupakan lalat seperti Tabanus sp, Stomoxys calcitrans, dan Haematobia sp yang merupakan lalat penghisap dan penjilat darah. Agen infeksi tersebut menyebar di daerah tropis dan non tropis yang dimana telah ditemukan di daerah Asia tenggara, Afrika, dan Amerika selatan. Di Amerika selatan trypanosomiasis ini biasanya menyerang pada kuda, di cina menyerang kuda, kerbau dan kuda, di timur tengah dan afrika meyerang unta, sedangkan di daerah asia tenggara menyerang sapi, kerbau dan kuda.  Penyakit SURRA merupakan penyakit yang dapat bersifat akut ataupun kronis (Evans. 1880). Gejala yang dapat ditimbulkan dari penyakit ini lesu, kurus, anemia, adanya odema di bagian dada dan bawah perut, ataupun kelumpuhan yang berakibat kematian. Terkadang penyakit ini tidak menimbulkan gejala klinis.
Saat ini penyakit surra ini digolongkan sebagai Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS), yang dimana Mentri Pertanian Ir. H. Suswono, MMA telah mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026/Kpts./OT.140/04/2013. Pada tahun 2010 penyakit ini ditemukan pada beberapa ternak besar di Wilayah Sumba Timur dan menyebar disebanyak enam kecamatan yakni kecamatan Lewa, Lewa Tidas, Nggaha Ori Angu, Katala Hamulingu, Tabundung, Wulla Waijelu dan kecamatan Ngadu Ngala, kejadian ini telah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa. Pada Mei 2013 kejadian surra ditemukan diwilayah Banten yang meliputi Desa Pagelaran, Pandeglang, Desa Calung Bungur, dan Lebak. Pada September 2013, terjadi di Desa Bojong Leles, Lebak, dan pada November 2013, kasus Surra di Kabupaten Pandeglang menyebar semakin merambah ke beberapa desa diantaranya Jiput, Pagelaran, Menes, dan Cimanuk. Di Kota Serang, Surra menuju Desa Curug Manis, dan Pageragung. Sementara pada Maret-April 2014, kasus Surra terjadi di Desa Pagelaran, Desa Abuan, Mones, Kabupaten Pandeglang.
Selain ditularkan oleh parasit lalat penyakit ini juga dapat ditularkan dengan melalui daging yang dimana hewan carnivor dapat terinfeksi trypanosomiasis apabila memakan daging yang mengandung trypanosoma. Penlaran melalui air susu dan selama masa kebuntingan pernah pula dilaporkan (OIE,2009). Namun parasit ini tidak dapat bertahan hidup diluar inang, maka resiko penularan memlalui produk asal hewan dapat di abaikan.
Mengingat pentingnya penyakit ini maka diperlukan pedoman untuk mengetahui secara rinci dan jelas tentang siklus parasit penyebab penyakit tersebut sehingga memungkinkan untuk melakukan pencegahan ataupun pengobatan. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalah tersebut.
1.2  Rumusan Masalah
Adapu rumusan masalah yang dapat kami tentuka dari bahasan ini adalah sebagai berikut :
1.2.1        Apa definisi dari parasit bersel satu (protozoa) dari genus trypanosoma ?
1.2.2        Bagaimana klasifikasi serta morfologi dari protozoa genus trypanosoma yang menyerang hewan ternak, serta hewan lainnya ?
1.2.3        Bagaimana Siklus Hidup dari protozoa genus trypanosoma ?
1.2.4        Bagaimana Pathogenesis & gejala klinis dari penyakit surra ?
1.2.5        Bagaimana Diagnosa, pencegahan, serta pengobatan dari penyakit surra ?





BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT TULISAN

2.1 Tujuan Penulisan
2.1.1        Untuk mengetahui definisi dari penyakit surra atau trypanosomiasis serta vektor penyebab penyakitnya.
2.1.2        Untuk mengetahui klasifikasi serta morfologi dari protozoa penyebab penyakit surra.
2.1.3        Untuk mengetahui siklus hidup dari protozoa genus trypanosoma.
2.1.4        Untuk mengetahui pathogenesis & gejala klinis dari protozoa genus trypanosoma.
2.1.5        Untuk mengetahui diagnosa, pencegahan, serta pengobatan dari protozoa genus trypanosoma.

2.2 Manfaat Penulisan
2.2.1     Melalui paper ini diharapkan  kalangan mahasiswa Universitas Udayana, khususnya Kedokteran Hewan memiliki wawasan lebih mengenai Parasit bersel satu (protozoa) dari genus trypanosoma yang diharapkan dapat mengatasi kasus atau kejadian surra yang terjadi.
2.2.2     Hasil tugas ini dapat menjadi arsip yang dapat membantu untuk mengerjakan tugas yang berhubungan dengan Parasitologi khususnya mengenai Parasit bersel satu (protozoa) dari genus trypanosoma.








BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi dan Epidemiologi
Surra dari Marathi berarti nafas berat melalui lubang hidung merupakan penyakit yang menyerang mamalia. Surra adalah sebuat penyakit yang bersifat akut dan kronis yang umunya fatal jika tidak diobati. Penyakit surra ini desebabkan oleh parasit protozoa darah trypanosoma evansi. Merupakan penyakit mamalia trypanosoma yang pertama dijelaskan di dunia oleh Griffith Evans, 1880 pada darah kuda India dan unta. Awalnya penyakit ini ditemukan pada unta tetapi perkembanganya merabah ke hospes lainnya seperti kuda, anjing dan lainnya (Marc Desquesnes 2013).  Penyakit surra ini bersifat zoonosis (Powar et all 2013)
Trypanosoma evansi diduga berasal dari T. brucei (siklis ditularkan oleh lalat tsetse), tetapi tidak lagi mampu menjalani siklus di Glossina karena hilangnya maxicircles dari kinetoplastic DNA mitokondria. Ketika fenomena ini terjadi tidak diketahui, dan beberapa penulis bahkan baru-baru ini menyarankan bahwa mungkin telah terjadi dalam beberapa kasus  (Marc Desquesnes et all 2013).
Penyebaran awal T. evansi arah timur, analisis data historis menunjukkan bahwa surra sudah hadir di India sejak zaman dahulu, setidaknya VIII abad SM, dan ternak yang harus menderita dalam ketiadaan pengobatan. Hal ini hadir di iklim sub-Sahara dan Mediterania tetapi dapat ditemukan di daerah beriklim serta gurun gersang dan stepa semi kering. (Marc Desquesnes et all 2013).





Adapun penyebaran dari trypanosoma evansi meliputi daerah pertama ditemukan Afrika bagian utara, Asia barat, tengah, selatan, tenggara dan amerika  selatan.





gambar 2 lalat penyebar surra
Penularan T. evansi secara mekanis, non-siklis, dengan lalat haematophagus seperti horseflies (Tabanus), lalat yang stabil (Stomoxys) dan Haematobia sp yang endemik di Afrika, Asia dan Amerika Selatan; meskipun di Amerika kelelawar vampir juga bertindak sebagai vektor serta waduk host (Urquhartet al., 1996).

3.2 Klasifikasi
Trypanosomas  termasuk dalam protozoa uniseluler berflaagel merupakan masuk kedalam phylum  Sarcomastigophora, ordo Kinetoplastidae,  family dari Trypan-somatidae  dan genus  trypanosoma,  dalam Salivaria  group.  Adapun sub genus dari Trypanozoon meliputi pantogen spesies seperti T.  evansi,  T.  brucei and  T.  equiperdum (FAO,  2000).

3.3 Morfologi
Protozoa darah trypanosoma evansi ini merupakan parasit darah yang dimana tentunya dapat ditemukan di dalam darah. Trypanosoma evansi ini bersifat kecil, aktif membelah yang umum ukuranya 23 sampai 25 µm dan membelah dengan binary fussion (AUSVETPLAN 2006). Di bagian tengah tubuhnya terdapat inti yang mengandung kariosoma (trofonukleus) yang besar dan terletak hampir sentral.






Trypanosoma evansi menyajikan karakteristik ramping, ukuran kecil, dibandingkan dengan Trypanosoma theileri, tapi besar dibandingkan dengan T. congolense, tipis posterior ekstremitas, flagela bebas, gerakan aktif tetapi memproduksi terbatas perpindahan di bidang mikroskop, dan membran bergelombang sangat terlihat yang "perangkap" terang (cahaya mungkin tampak ditangkap di salah satu akhir parasit dan dipindahkan ke ujung yang lain akan dirilis). Ketika diamati pada Giemsa apus tipis, T. evansi selalu digambarkan sebagai monomorfik tipis trypomastigote parasit. Oleh dibandingkan dengan T. brucei, itu menunjukkan bentuk ramping sebagian besar (flagela panjang bebas dan tipis posterior ekstremitas dengan kinetoplast kecil subterminal). Panjang rata-rata parasit adalah 24 ± 4µm (min 15 µm, maks 33 µm). (Marc Desquesnes et all 2013).
Ujung dari tubuh berbentuk lancip, sedangkan ujung tubuh yang lain agak tumpul dan terdapat bentukan yang disebut kinetoplast. Tubuh dari parasit ini memanjang, ramping dan meruncing dikedua ujungnya. Pellicle lapisan luar dari sitoplasma cukup fleksibel untuk memungkinkan tingkat gerakan tubuh. Permukaan tubuh T. evansi diselubungi oleh lapisan protein tunggal yaitu glikoprotein yang dapat berubah-ubah bentuk (variable surface glycoprotein). Dengan kemampuan glikoprotein yang dapat berubah bentuk, maka T. evansi dapat memperdaya sistem kekebalan tubuh inang (host). Konsekuensinya akan terjadi variasi antigenik (antigenic variation) dimana tubuh akan selalu berusaha membentuk antibodi yang berbeda-beda sesuai dengan protein permukaan yang ditampilkan oleh T. Evansi.

3.4 Siklus Hidup








Siklus hidup dari trypanosome evansi ini sendiri hampir sama seperti trypanosome yang lain, Pada penularan trypnosoma ke tubuh hospes melalui dua cara, yaitu dengan penularan secara mekanik dan penularan secara biologi.
Transmisi mekanik adalah proses spesifik, yang dapat terjadi ketika serangga menggigit memulai makan darah pada host yang terinfeksi, mulai memakan darah yang terinfeksi, terganggu (oleh gerakan defensif dari host, misalnya), lalat keluar dari host yang terinfeksi , dan tanah pada hewan lain untuk mulai makan darah lagi. Ketika serangga yang pertama mencoba untuk memakan darah, mulut yang dapat berisi sejumlah kecil darah melalui kekuatan kapiler, diperkirakan 1-12   nl di tabanids dan 0,03   nl di Stomoxys. Darah sisa mungkin sebagian diinokulasi ke hewan lain pada tahap awal upaya berikutnya untuk menggigit, ketika serangga inoculates sejumlah kecil air liur (diperlukan untuk sifat antikoagulan nya) sebelum mengisap darah host kedua. Pada stomoxys trypanosome evansi dapat bertahan selama 48 jam setelah makan darah infeksi.( Marc desquesnes et all 2013).
Transmisi oleh kelelawar vampir adalah sistem biologis baru yang telah ditemukan di Amerika Latin. Kelelawar vampir terinfeksi melalui mulut ketika mereka menghisap darah dari mangsa yang terinfeksi (paling sering kuda atau sapi). Sebagai hospes dari T. evansi, kelelawar dapat mengembangkan gejala klinis dan mati selama fase awal penyakit (1 bulan). Namun, dalam kasus kelelawar yang bertahan, mengalikan parasit dalam darah dan kemudian ditemukan dalam air liur kelelawar yang terinfeksi secara kronis atau kelelawar yang tidak menunjukkan gejala klinis. Kemudian, kelelawar yang terinfeksi dapat mencemari congener mereka dengan menggigit, sehingga bertindak sebagai host perantara. Mereka juga dapat mencemari ternak, bertindak sebagai vektor permanen, mampu mencemari hospes mereka untuk jangka waktu yang panjang. Terakhir, dalam kasus kelelawar, trypanosome dapat ditularkan dari penggigit untuk digigit atau sebaliknya. Karena kelelawar vampir dapat mencemari satu sama lain, koloni vampir dapat mempertahankan T. evansi dengan tidak adanya host utama (kuda), yang membuat mereka reservoir sejati parasit. Ketika makan pada kuda atau sapi, kelelawar vampir adalah vektor benar, sebanyak yang mereka memulai infeksi yang menggigit serangga kemudian dapat menyebar ke hewan lain yang rentan. Vampir kelelawar Desmodus rotundus bertindak sebagai tuan rumah, waduk, dan vektor biologi parasit.
1.      Stadium Leismania atau Amastigot berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai satu inti dan satu kinetoplas serta tidak mempunyai flagela. Bersifat intraseluler. Besarnya 2-3 mikron.
2.      Satdium Leptomonas atau prosmatigot berbentuk memanjang mempunyai satu inti di tengah dan satu flagela panjang yang keluar dari bagian anterior tubuh tempat terletaknya kinetoplas, belum mempunyai membran bergelombang, ukurannya 15 mikron.
3.      Stadium Kritidia atau Epimastigot berbentuknya memanjang dengan kinetoplas di depan inti yang letaknya di tengah mempunyai membran bergelombang pendek yang menghubungkan flagela dengan tubuh parasit, ukurannya 15-25 mikron.
4.      Stadium Tripanosoma metasiklik atau Tripomastigot berbentuk memanjang dan melengkung langsing, inti di tengah, kinetoplas dekat ujung posterior, flagela membentuk dua sampai empat kurva membran bergelombang, ukurannya 20-30 mikron.

3.5 Pathogenesa dan Gejala Klinis
a.       Pathogenesa
Patologi umum infeksi T. evansi mencerminkan lymphoreticular aktif dari reaksi sistem kekebalan tubuh. Perubahan patologis terlihat pada pemeriksan post mortem pada hewan yang terinfeksi T. evansi bervariasi baik antara spesies dan antara individu dari spesies yang sama. Gejala yang dapat ditimbulkan dari parasit ini pada sapi termasuk kekurusan, atrofi serosa lemak, hydropericardium, splenomegali, limfadenopati dan haemopoiesis aktif dalam sumsum tulang. Sumsum tulang merah gelap dan hiperplastik dalam kasus akut, tetapi menjadi berhenti berkembang, dan kekuningan pada kasus kronis. Pernah dilaporkan juga pada spesies lain termasuk opacity kornea dan petechiation jantung pada anjing, sumbatan abomasum dan usus kecil pada unta dan vulva pembengkakan pada kelinci.
Penyakit Tripanosomiasis ditularkan secara mekanik melalui gigitan vektor setelah ia menghisap darah penderita, baik hewan ternak maupun anjing. Setelah memasuki peredaran darah, trypanosoma segera memperbanyak diri secara biner. Dalam waktu pendek penderita mengalami parasitemia dan suhu tubuh biasanya mengalami kenaikan. Sel darah penderita yang tersensitisasi oleh parasit segera dikenali oleh makrofag dan dimakan oleh sel darah putih tersebut. Bila sel darah merah yang dimakan makrofag cukup banyak anjing penderita segera mengalami anemia normositik dan normokromik. Sebagai akibat anemia, penderita tampak lesu, malas bergerak, bulu kusam, nafsu makan menurun dan mungkin juga terjadi oedem di bawah kulit maupun serosa (Subronto, 2006). 
b.      Gejala Klinis
Tingkat keparahan dan tanda-tanda klinis surra bervariasi sesuai dengan virulensi strain T. evansi, spesies inang dan faktor stres lainnya pada hewan. Surra dapat menyebabkan kematian mencapai 30-100 %. Bentuk akut penyakit dapat berlangsung sampai tiga bulan dan ditandai dengan demam, penurunan berat badan progresif, nafsu makan menurun, anemia, kerato konjungtivitis berulang dan plak urtikaria pada leher dan sayap, edema di dada, perut, alat kelamin dan peningkatan suhu tubuh sesuai dengan puncak parasitemia. Tanda-tanda klinis pada kasus-kasus kronis kurang khas. Defisit produksi, lesu, kekurusan progresif, anemia, dan demam berulang dapat diamati. Keterlibatan sistem saraf pusat terminal umum.
Berikut merupakan gejala klinis dari hewan yang terkena Trypanosoma evansi
§  Penyakit surra pada unta
gejala yang dapat ditimbulkan pada kuda ataupun unta yaitu adanya gejala akut berupa demam tinggi, anemia, kelemahan / lesu dan dalam beberapa bulan dapat menyebabkan kematian, tapi penyakit ini bisa bertahan 2 - 3 tahun ini disebut Tibersa. Tanda-tanda dari penyakit ini dalah dimana hewan mengalai demam interminten yang mencapai 41o C, dalam kurun waktu seminggu hewan akan mengalami kepucatan serta stress dan selanjutnya akan diikuti dengan rontoknya bulu/ rambut, turunya nafsu makan dan berat badan, aborsi pada hewan bunting, oedema (bagian perut, ambing atau skrotum, dan selubung), anemia dengan lender, dan petekie atau perdarahan ecchymotic.
Semua kelompok usia dapat terinfeksi tetapi surra pada umumnya mulai terjadi tak lama setelah penyapihan. Tanda-tanda gugup kadang-kadang diamati, seperti kejang periodik.
§  Penyakit surra pada kuda
Pada kuda, masa inkubasi 1-4 minggu, dan kadang-kadang sampai 8 minggu, setelah itu muncul beberapa gejala seperti demam dengan flutuasi tinggi dengan puncak tinggi dengan parasitemia (41,5 ° C hingga 44 ° C), lemah, lesu, anemia, penurunan berat badan yang parah. Sementara terlihat pada kulit terjadi Letusan kulit, perdarahan petekie pada kelopak mata, terutama membran nictitating (yang dapat berubah kuning ketika mencapai tahap icteric), vulva dan mukosa vagina, perdarahan ke dalam ruang anterior mata, aborsi, dan perubahan gerak, dengan tanda-tanda gugup klasik seperti kaki belakang yang tersandung dengan kaki depan atau sering disebut Mal de Caderas, dan edema (submaxillary, kaki, briskets, perut, testis dan ambing) muncul setelah beberapa waktu. Hewan dapat juga mati mendadak dan tak terduga atau menunjukkan tanda-tanda delirium dan berjuang selama berjam-jam sebelum mereka mati kelelahan. Dengan tingkat kematian pada kuda mencapai 50 %.
§  Penyakit surra pada Sapi dan kerbau
Pada sapi maupun kerbau penyakit surra kadang kadang tidak menimbulkan gejala spesifik yang dimana tingkat kematiannya mencapai 90 %. Dampak umum yang dapat diakibatkan oleh surra ialah anemia, kekurusan yang mengarah ke gangguan dalam cyclicity oestrous, aborsi, dan gangguan produksi susu. Di Thailand, tanda-tanda klinis dicatat dalam kerbau adalah demam, kekakuan, konjungtivitis, kekurusan, edema (pembengkakan kaki), inappetence, dyspnea, anemia, penyerahan diri, diare, aborsi, dan kematian. Tanda-tanda gugup menunjukan meningoencephalitis. (Marc Desquesnes et all 2013).
§  Penyakit surra pada kambing dan domba
Pada infeksi alami tidak terlihat gejala khusus, tapi biasanya gejala surra terutama demam (40°C), kurang nafsu makan, dan anemia. Selama hipertermia, modifikasi perilaku seperti kelelahan atau agresivitas tiba-tiba telah diamati; anemia bisa surut setelah 2 bulan; parasitemia umumnya rendah (10 parasit / mL) dan menurun sampai tidak terdeteksi selama beberapa bulan. Namun, dalam kondisi tertentu seperti pembatasan makanan atau transportasi stres, parasit bisa kambuh ke dalam darah dan tanda-tanda klinis muncul kembali. Pada infeksi eksperimental domba dengan isolat Nigeria T. evansi, akut dan evolusi kronis yang diamati, dengan demam, selaput lendir pucat, epifora, kehilangan nafsu makan, kekurusan, kusam, dan mantel berambut kasar; di evolusi akut binatang mati dalam waktu 2 minggu; Pengamatan postmortem menunjukkan pembesaran limpa dan kelenjar getah bening. Sedangkan pada kambing memiliki kerentanan yang rendah terhadap penyakit ini, gejala yang ditimbulakan hamper sama seperti pada domba tetapi pada beberapa kejadian bisa juga terdapat peradangan sendi.
§  Penyakit surra pada Babi
Infeksi pada babi telah lama dilaporkan sebagai sangat ringan atau tanpa gejala; Namun, gejala-gejala seperti demam, anoreksia, kekurusan, dan aborsi. Infeksi babi sering kronis dengan tidak hanya demam tinggi, anemia, kehilangan berat badan, aborsi, dan ruam kulit, tetapi juga lambat dalam penerimaan rangsang, dan kelumpuhan kaki belakang.
§  Penyakit surra pada carnivore
Anjing sangat rentan terhadap T. evansi, dan mereka sering menunjukkan tanda-tanda klinis yang kuat menyebabkan kematian, kadang-kadang dalam seminggu dan paling sering dalam waktu satu bulan dalam kasus-kasus akut, terutama pada anjing liar yang tidak diobati dan juga kadang-kadang bahkan meskipun perawatan klinis
tanda-tanda demam intermiten (39°C-41°C), edema di kepala, termasuk laring (dibedakan dari rabies), edema dinding perut dan kaki, anemia, kelemahan, kurang nafsu makan menyebabkan kekurusan dan, kadang-kadang, paresis di bagian belakangnya. Selain itu kasus myocarditis dan tanda tanda gairah seksual juga telah dilaporkan dalam beberapa kasus. Tanda-tanda pada mata adalah paling sering ditemukan pada anjing, dengan konjungtivitis, lachrymation, keratitis, opacity kornea, dan / atau tanda-tanda perdarahan, yang dapat menyebabkan fibrin deposito di ruang anterior mata.
§  Penyakit surra pada Hewan liar
Penyakit surra ini juga menyerang beberapa hewan liar diantaranya yang pernah dilaporkan adalah seperti kelelawar vampir, capybaras, coatis, babi hutan, rusa, dan hewan pengerat. Tanda-tanda klinisnya ialah anoreksia, kelemahan, ataksia, dan anemia, sedangkan otopsi mengungkapkan perikarditis, splenomegali dan gastritis colitis dan enteritis. Pada badak sumatera gejala yang dapat ditimbulkan dari surra ini seperti depresi, anoreksia, inkoordinasi, tremor otot, perdarahan hidung, lemas, dan sesak napas diikuti dengan kematian.


3.6 Diagnosa, Pencegahan dan Pengobatan
a. Diagnosa
Dikarenakan gejala klinis infeksi T. evansi tidak bersifat khas (patognomonis), maka pemeriksaan gejala klinis sebaiknya juga ditunjang dengan pengujian di laboratorium untuk konfirmasi agen penyebab. Uji parasit, uji serologi dan uji molekuler merupakan teknik pengujian yang digunakan untuk diagnosis konfirmatif di laboratorium.
Uji parasit diantaranya pemeriksaan haematologi (mikroskopik), microhematocrit centrifugation technique (MHCT) dan mouse inoculation test (MIT). Uji serologi dapat dilakukan dengan metode card agglutination test for trypanosomes (CATT) dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), sedangkan uji molekuler menggunakan polymerase chain reaction (PCR).
Pemeriksaan haematologi dengan teknik ulas darah tipis terkadang mengalami hambatan karena agen T. evansi hanya dapat dideteksi pada saat terjadi parasitemia yang tinggi. Sedangkan pada kasus infeksi yang berjalan kronis, diperlukan pemeriksaan ulas darah tebal, MHCT dan MIT.
Untuk kepentingan diagnostik terhadap trypanosomiasis, pengujian dengan teknik CATT memiliki sensitifitas lebih tinggi dibandingkan teknik MIT dan MHCT. Disamping itu, teknik CATT dapat digunakan untuk melakukan uji tapis (screening test) dan kemudian dapat dilanjutkan dengan uji PCR untuk konfirmasi agen T. evansi.
b. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan terhadap tripanosomiasis meliputi tindakan pengelolaan terhadap hewan ternak (hospes definitive, dan pengelolaan agen penyakit seperti lalat yang merupakan hospes intermediet, menghindakan kontaminasi mekanis yang tidak disengaja, pengelolaan penggunaan tanah, dan pengendalian biologis. Pengecekan darah secara berkala dan pemberian obat secara berkala juga dapat membantu pencegahan penularan penyakit ini. Melenyapkan tempat perindukan secara besar-besaran karena lalat berkembang biak di bawah semak-semak sepanjang sungai atau di lokasi-lokasi lain yang bersemak. Pelepasan jantan-jantan steril untuk mengendalikan dan penyemprotan tanah dengan DDT (Levine., N.D. 1995). 
c. Pengobatan
Untuk menyembuhkan infeksi T. evansi pada kuda dan anjing WHO menganjurkan pemakaian kuinapiramin (antrycide), diberikan secara subkutan sebagai sulfat yang dilarutkan dalam konsentrasi 10% dalam air dingin; dosisnya 5 mg/kg berat badan. Suramin larutan 10%, dosis 10 mg/kg berat badan, disuntikkan IV. Diminazene aceturat, dosis 3,5 mg/kg, disuntikkan IM, dan Isometamedium, dosis 0,25 – 0,5 mg/kg disuntikkan IM (Subronto., 2006). 

BAB IV
PEMBAHASAN

Surra atau penyakit malas merupakan penyakit yang disebabkan oleh trypanosome evansi dan dapat menyerang hewan jenis apapun. Penyakit ini tidak bersifat zoonosis pada spesies ini tetapi pada beberapa spesies seperti trypanosome gambiase dapat menyebabkan penyakit tidur pada manusia. Surra sendiri bersifat akut dan kronis yang dimana gejala dari penyakit ini sangat tidak spesifik. Penebaran dari surra ini sendiri tergantung pada agen penyebarnya yang dimana dapat berupa lalat ataupun hewan carnivore. Penyakit ini dapat menyebar ke seluruh dunia dengan syarat tempat yang terjadi wabah surra merupakan tempat dengan kondisi bio security yang kurang baik, umumnya terdapat pada Negara miskin dan berkembang ataupun tempat yang dimana system pemeliharaan hewanya tidak menggunakan kandang. Bentuk dari agen infeksi ini sendiri sangat kecil sekitar 23 – 25 µm, dan terdapat pada plasma darah.
Proses terinfeksinya hewan oleh parasite darah trypanosome evansi ini dapat diakibatkan oleh 2 vektor yaitu vector mekanik dan vector biologis, yang dimana vector mekanik merupakan vector yang paling sering terjadi pada hewan ternak, sedangkan vector biologis biasanya sering terjai pada hewan liar dan carnivore. Penularan melalui vector mekanik ialah penularan via perantara berupa lalat penghisap darah pada umumnya seperti tabanus spp dan stomoxys. Penularannya dimana lalat yang menghisap darah dari hewan yang mengandung trypanosome evansi dan mengigit hewna lain maka akan menularkan trypanosome evansi itu sendiri.
Dalam tubuh lalat trypanosome sendiri dapat bertahan ± 48 jam pada stomoxys dan 4- 8 jam pada tabanus setelah lalat memakan darah dan dapat ditularkan ke hewan sehat dari 4 – 48 jam. Setalah memasuki tubuh hospes trypanosome akan memasuki pembuluh darah melalui pembuluh darah kapiler ataupun selanjutnya mencapai vena, pada darah trypanosome evansi akan membelah diri secara biner untuk memperbanyak diri. Kecepatan dari pembelahan binernya ini sendiri belum diketahui dengan jelas tetapi beberpa hal yang menyangkut system imun dapat mempengaruhi pembelahanya sehingga menimbulkan gejala memerlukan beberapa waktu yang berbeda tiap host.
Selain itu trypanosome evansi ini sendiri dapat menghindari kejaran system imun dengan lapisan protein tunggal yang menyelubunginya yaitu glikoprotein (variable surface glycoprotein) dapat berubah-ubah bentuk. Saat memasuki tubuh hospess trypanosome akn mengeluarkan antigen dasar sehingga antibody dengan cepat bereaksi, dan sebagian besar trypanosome dapa terbunuh. Akan tetapi sebelum antibody menyentuh mereka, trypanosome sudah menggandakan diri dan membentuk antigen dasar yang lainnya. Sehingga terjadi Fluktuasi trypanosome dalam darah dan juga infamasi yang bersifat kronis. Genom tripanosoma mengandung lebih dari 100 gen yang masing-masing menyandi jenis antigen berbeda. ‘Pengaktifan’ gen tertentu melibatkan penggandaan gen itu, dan transposisi berikutnya (pemindahan dan penyisipan) dari gen duplikat itu ke wilayah lain pada genom yang disebut situs ekspresi.  Gejala sekunder lain seperti anorexsia, oedema, conjunctivitis, aborsi, dan penurunan produksi dapat disebabkan oleh inflamasi yang terjadi secara terus menerus.
Penularan secara biologis dimana sistemnya hamper sama dengan penularan secar mekanis, melainkan perbedaannya terletak pada hospes perantara dan system perantaraanya. Penularan secara biologis umumnya terjadi akibat kontak langsung hewan dengan hewan yang terjangkit trypanosome. Seperti kelelawar vampire yang tertular dari menghisap darah hewan yang terjangkit atau hewan carnivore yang terjangkit karena mengkonsumsi daging hewan yang terjangkit trypanosome.
Penularan surra secara sistemik biasanya disebabkan oleh vector mekanis yaitu lalat. Sedangkan penularan secara biologis pada daging memiliki indikasi menyebabkan zoonosis tetapi protozoa trypanosome ini tidak dapat bertahan dalam suhu panas sehingga akan mati dalam proses pemasakan.



BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Penyakit surra merupakan penyakit yang disebabkan oleh trypanosome evansi dan dapat menyerang hewan vertebrata jenis apapun. Penyakit ini tergolong PHMS atau penyakit hewan menular strategis dan sangat berbahaya karena bersifat akut dan kronis, juga tidak memiliki gejala yang spesifik. Penyebaran penyakit ini sendiri tergantung pada vector penyebarannya. Epidemiologi dari penyakit ini telah meyebar mulai dari afrika, asia tengahm selatan dan tenggara, dan juga amerika selatan. Morfologinya sendiri berbentuk runcing di kedua ujungnya dengan ukuran 23 – 25 µm. ditengahnya terdapat karsioma yang terletak hampir di sentral. Siklus hidupnya sendiri dapat beberapa fase leismania. Leptomonas, kritidia dan trypanosome. Siklus penularannya terjadi karena 2 vektor yaitu vekto mekanik yang melalui perantara lalat dan biologis melalui perantara daging dan darah.
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan dari infeksi trypanosome evansi ini berbeda beda setiap hospes tetapi tidak memiliki gejala yang amat spesifik. Umumnya gejalanya berupa demam tinggi berulang yang diikuti dengan gejala sekunder berupa anorexsia, kelemahan, aborsi, kekurusan dan penurunan produksi. Diagnose yang dapat dipakai untuk mendeteksi adanya trypanosome ialah dengan melakukan uji serologi dapat dilakukan dengan metode card agglutination test for trypanosomes (CATT). Pencegahan tentunya mengendalikan factor lingkungan dan security kandang. Sedangkan pengobatan dapat diberikan antrycide secara sub cutan, suramin secara intra vena, diminazeneacceturat secara intra musculara, dan isometadium secara intra muscular.


5.1 Saran
Adapun saran kami ialah untuk selalu menjaga bio security dari kandang untuk mengendalikan penyakit surra maupun penyakit lainnya mengingat sangat berbahayanya peyakit surra ini. Karena kita tahu mencegah lebih baik dari mengebati.


















DAFTAR PUSTAKA

Partoutomo, S. 2000. Deteksi Imunosupresi Akibat Infeksi Trypanosome Evansi dan Malnutrisi pada Hewan Percobaan Kerbau Dengan Sensitisasi Kulit. Bogor: Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 5 No.2 Th. 2000
Powar, RM et all. 2006. A Rare Case Of Human Trypanosomiasis Caused By Trypanosoma Evansi. India: Indian Journal of Medical Microbiology, (2006) 24 (1):72-4
Desquesnes, Marc et all. “Trypanosoma evansi and Surra: A Review and Perspectives on Origin, History, Distribution, Taxonomy, Morphology, Hosts, and Pathogenic Effects”. International: BioMed Research International Volume (2013), Article ID 194176, 22 pages
Desquesnes, Marc et all. “Trypanosoma evansi and surra: A Review and Perspectives on origin, history, distribution, taxonomy, morphology, hosts, and pathogenic effects.”. International: BioMed Research International Volume (2013)
Dargie, James. 2006 Tsetse and Trypanosomiasis Information. Rome: food and agriculture organization of the united nations
Ausvetplan. 2006. Disease Strategy Surra. Australia: Primary Industries Ministerial Council
OIE. 2008. Trypanosoma Evansi Infection (including surra). Belgium: OIE  Terrestrial  Manual 2008 Chapter 2.1.17



Tidak ada komentar:

Posting Komentar