BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan manusia ataupun hewan.
Meskipun obat dapat menyembuhkan tetapi terdapat terdapat
juga manusia atau hewan yang menderita keracunan obat. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat
sebagai racun. Obat akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam
pengobatan suatu penyalit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam
pengobatan atau dengan dosis yang berlebih maka akan menimbulkan keracunan dan
bila dosisnya kecil tidak akan memperoleh penyembuhan.
Sangatlah penting untuk mengetahui bagaimana interaksi obat yang benar supaya interaksi
obat tersebut tidak merugikan. Interaksi obat dikatakan sebagai faktor yang
dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan yang diberikan. Umumnya
obat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk ke dari lingkungan atau
obat lain.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan interaksi obat ?
2. Apa saja obat yang terlibat dalam peristiwa interaksi
tersebut?
3.
Apa
saja yang termasuk dalam mekanisme interaksi obat ?
4.
Bagaimana
interaksi obat dengan makanan ?
5. Interaksi obat dengan
obat lainnya ?
6. Apa saja yang
termasuk kedalam hasil interaksi obat ?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
memenuhi tugas individu mata kuliah Farmakologi Veteriner I
2.
Untuk
lebih mengenal dan memperdalam ilmu tentang interaksi obat
3.
Untuk
mengetahui penertian dari interkasi obat
4.
Untuk
mengetahui obat yang
terlibat dalam peristiwa interaksi
5.
Untuk
mengetahui mekanisme yang terjadi pada interkasi obat
6.
Untuk
mengetahui hasil dari interaksi obat
1.4
Manfaat
Penulisan
1
Terpenuhinya
tugas individu mata kuliah “Farmakologi Veteriner I “
2
Bertambahnya
wawasan mahasiswa kedokteran hewan mengenai ilmu farmakologi khususnya tentang
interaksi obat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 . Pengertian Interaksi Obat
Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah
atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan
terjadinya peristiwa interksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik,
manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan.
Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi
justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya saja peristiwa
interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat
sekresi penisilin di tubuh ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi
penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh.
Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya
interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan
upaya-upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini
kemungkinan akan timbul sebagai,
-
Terjadinya efek samping,
- Tidak
tercapainya efek terapetik yang diinginkan.
2.2 Obat
yang Terlibat dalam Peristiwa Interaksi
Interaksi
obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat diantaranya :
a.
Obat obyek, yakni obat yang
aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat lain.
b.
Obat presipitan
(precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau atau
efek obat lain.
1. Obat obyek
Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau
efeknya dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri
:
a. Obat-obat di mana
perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan menyebabkan
perubahan besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat-obat
seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons yang
tajam (curam; steep dose response curve). Perubahan, misalnya dalam hal ini
pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi manfaat klinik (clinical
efficacy) dari obat.
b. Obat-obat dengan rasio
toksis terapik yang rendah (low toxic therapeutic ratio), artinya antara dosis
toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau perbedaanya) tidak
besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar)obat sudah menyebabkan terjadinya
efek toksis. Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat
kliniknya mudah dikurangi atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat
presipitan, akan saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat-obat
seperti ini juga sering dikenal dengan obat-obat dengan lingkupterapetik yang
sempit (narrow therapeutic range).
Obat-obat
yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam klinik
meliputi,
· antikoagulansia:
warfarin,
· antikonvulsansia
(antikejang): antiepilepsi,
· hipoglikemika:
antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,
· anti-aritmia:
lidokain,prokainamid dll,
· glikosida
jantung: digoksin,
· antihipertensi,
· kontrasepsi
oral steroid,
· antibiotika
aminoglikosida,
· obat-obat
sitotoksik,
· obat-obat
susunan saraf pusat, dan lain-lain.
2. Obat
presipitan
Obat-obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek
obat lain. Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan
umumnya adalah obat-obat dengan ciri sebagai berikut:
a. Obat-obat
dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan menggusur
ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur
ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat dengan
segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat-obat yang masuk
di sini misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain.
b. Obat-obat
dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)enzim-enzim
yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang punya sifat sebagai
perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamasepin, fenitoin,
fenobarbital dan lain-lain akan mempercepat eliminasi (metabolisme) obat-obat
yang lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat-obat
yang dapat menghambat metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol,
fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan meningkatkan kadar obat
obyek sehingga terjadi efek toksik.
c. Obat-obat
yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat-obat
lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-obat golongan diuretika dan
lain-lain.
Ciri-ciri
obat presipitan tersebut adalah pada proses distribusi (ikatan protein),
metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak obat-obat lain diluar ketiga ciri
ini tadi yang dapat bertindak sebagai obat presipitan dengan mekanisme yang
berbeda-beda.
2.3. Mekanisme
Interaksi Obat
Dalam perjalanannya, sejak dari proses fabrikasi
hingga penggunaannya di dalam tubuh, obat atau senyawa obat dapat mengalami 3
mekanisme interaksi, yaitu :
1. Interaksi farmasetik
Interaksi farmasetik adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan atau disiapkan sebelum obat tersebut digunakan oleh pasien.
Interaksi farmasetik adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan atau disiapkan sebelum obat tersebut digunakan oleh pasien.
Bentuk
interaksi ini ada 2 macam :
- Interaksi secara fisik :
misalnya terjadi perubahan kelarutan
- Interaksi secara khemis : misalnya terjadi reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses pembuatan ataupun
selama dalam penyimpana
Contoh : a. Penurunan titik kelarutan
b. Reaksi hidrolisa saat pembuatan
atau dalam penyiapan pada interaksi kimia dapat menyebabkan inkompatibilitas
sediaan obat.
2. Interaksi farmakokinetik
Interaksi ini terjadi perubahan dalam proses adsorbsi, distribusi, metabolisme, atau eksresi sehingga mengakibatkan perubahan efek obat dimana dapat meningkatkan atau mengurangi jumlah/konsentrasi obat.
Interaksi ini terjadi perubahan dalam proses adsorbsi, distribusi, metabolisme, atau eksresi sehingga mengakibatkan perubahan efek obat dimana dapat meningkatkan atau mengurangi jumlah/konsentrasi obat.
Interaksi dalam proses Adsorbsi
Interaksi obat dengan
makanan/minuman (Food drug interaction) Sifat fisika kimia obat menentukan
tempat absorpsi obat. Obat biasanya bersifat asam lemah atau basa lemah. Obat
asam lemah akan diserap di lambung (jika diberikan secara oral dengan diminum,
bukan di bawah lidah atau di dinding mulut bucal), sementara yang bersifat basa
lemah akan diserap di usus yang lingkungannya memang lebih basa dibandingkan
lambung.
Kecepatan pengosongan lambung juga
tak kalah penting untuk absorpsi obat secara oral. Semakin cepat pengosongan
lambung, bagi obat bersifat asam akan merugikan karena hanya sejumlah kecil
obat yang terserap, namun menguntungkan obat bersifat basa lemah karena segera
mencapai tempat absorpsi di usus, segera terjadi proses penyerapan.
Selain terkait sifat obat dan
tempat absorpsi, makanan/minuman akan mempengaruhi bentuk obat. Obat seharusnya
berbentuk molekul kecil untuk bisa terabsorpsi dengan baik. Maka perlu
dilakukan uji disolusi/pelarutan obat saat dilakukan formulasi obat. Namun, hal
lain yang perlu diwaspadai adalah adanya interaksi obat dengan makanan/minuman
atau nutrien tertentu, sehingga terbentuk senyawa kompleks bermolekul besar
yang menghalangi obat diabsorpsi.
Interaksi dalam proses
adsorbsi dapat terjadi dengan berbagai cara, misalnya;
· Perubahan (penurunan) motilitas
gastrointestinal oleh karena obat-obat seperti morfin atau senyawa-senyawa
antikolinergik dapat mengubah absorbsi obat-obat lain.
· Makanan juga dapat mengubah adsorbsi
obat-obat tertentu misal : umumnya antibiotika akan menurun adsorbsinya bila
diberikan bersama dengan makanan.
Interaksi dalam proses Distribusi
Interaksi dalam proses
distribusi terjadi terutama bila obat-obatan dengan ikatan yang lebih kuat
menggusur obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih lemah dari tempat
ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang tergusur
ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama terjadinya
efek toksik.
Interaksi dalam proses Metabolisme
· Pemacuan Enzim (Enzyme
induction)
Suatu obat (presipitan)
dapat memacu metabolisme obat lain (obat objek) sehingga mempercepat eliminasi
obat tersebut. Kenaikan kecapatan eliminasi (pembuangan atau inaktivasi) akan
diikuti dengan menurunnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya.
Obat-obat yang dapat memacu enzim metabolisme obat disebut sebagai enzyme
inducer. Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni
: Rifamicin, Antiepileptika.
· Penghambatan Enzim(Enzyme
inhibitor)
Metabolisme suatu obat
juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat-obat yang mempunyai kemampuan
menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal sebagai penghambat enzim.
Akibat dari penghambatan metabolisme obat ini adalah meningkatnya kadar obat
dalam darah dengan segala konsekuensinya, oleh karena terhambatnya prose
eliminasi obat. Obat-obat yang dikenal dengan menghambat aktifitas enzim
metabolisme obat adalah : kloramfenikol, simetidin, alourinol, dll.
Interaksi dalam proses Ekskresi
Interaksi obat atau
metabolitnya melalui organ ekskresi ginjal dapat dipengaruhi oleh obat-obat
lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara probenosid dengan penisilin
melalui kompetisi sekresi tubuli sehingga proses sekresi penisilin terhambat,
maka kadar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh.
Obat-obat diuretik
menyebabkan retensi lithium karena hambatan pada proses sekresinya.
3. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi ini terjadi bila antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi aditif, sinergistik (saling memperkuat) atau antagonistik (saling meniadakan). Kebanyakan interaksi obat diakibatkan terjadinya perubahan adsorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Interaksi farmakodinamik dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
· Interaksi
langsung (direct interaction)
· Interaksi
tidak langsung (indirect interaction)
Interaksi langsung
Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja
pada tempat atau reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda
tetapi dengan hasil efek akhir yang sama atau hampir sama. Interaksi dua obat
pada tempat yang sama dapat tampil sebagai antagonisme atau sinergisme.
Interaksi langsung ini dapat terbagi lebih lanjut sebagai berikut.
a. Antagonisme pada tempat yang sama
Antagonisme adalah keadaan dimana efek
dua obat pada tempat yang sama saling berlawanan atau menetralkan. Banyak
contoh interaksi seperti ini, misalnya:
-
Pembalikan
(penetralan) efek opiat oleh obat nalokson.
-
Pengobatan aritma
yang disebabkan intoksikasi antidepresan triklisik dengan obat fisotigmin.
-
Pengobatan
keracunan pestisida organofosfat dengan sulfas atropin untuk menetralisir
efek-efek kolinergik yang terjadi.
b.
Sinergisme pada tempat yang sama
Sinergisme adalah interkasi di mana
efek dua obat yang bekerja pada tempat yang sama saling memperkuat. Walaupun
banyak contoh interaksi yang merugikan dengan mekanisme ini tetapi banyak pula
interaksi yang menguntungkan secara terapetik. Contoh-contoh interaksi ini,
misalnya:
-
Efek obat pelemas otot
depolarisasi(depolarizing muscle relaxants) akan diperkuat/ diperberat oleh
antibiotika aminoglikosida, kolistin dan polimiksin karena keduanya bekerja
pada tempat yang sama yakni pada motor end plate otot seran lintang.
- Kombinasi obat beta-blocker dan Ca ++-channel
blocker seperti verapamil dapat menyebabkanaritmia/asistole. Keduanya bekerja
pada jaringan konduksi otot jantung yang sama.
c.
Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir sama.
Obat-obat dengan efek akhir yang sama
atau hampir sama, walaupun tempat kerja ata reseptornya berlainan, kalau
diberikan bersamaan akan memberikan efek yang saling memperkuat. Misalnya,
-
Antara
berbagai obat yang punya efek yang sama terhadap susunan saraf pusat, misalnya
depresi susunan saraf pusat.
-
Kombinasi
antibiotika, misalnya penisilin dan aminoglikosida
-
Kombinasi beberapa
obat antihipertensi
Interaksi tidak langsung
Interkasi tidak langsung terjadi bila obat presipitan punya efek
yang berbeda dengan obat obyek, tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya
dapat mengubah efek obat obyek. Beberapa contoh antara lain,
· Interaksi
antara obat-obat yang mengganggu agregasi trombosit (salisilat, fenilbutason,
ibuprofen, dipiridamol, asam mefenamat, dll.) dengan obat-obat antikoagolan
seperti warfarin sehingga kemungkinan perdarahan lebih besar oleh karena
gangguan proses hemostasis.
· Obat-obat
yang menyebabkan perlukaan gastrointestinal seperti aspirin, fenilbutason,
indometasin, dan obatobat antiinflamasi non-steroid yang lain, bila diberikan
pada pasien yang sedang mendapatkan antikoagulansia seperti warfarin, maka
dapat terjadi perdarahan yang masif dari perlukaan tadi.
· Obat-obat
yang menurunkan kadar kalium akan menyebabkan peningkatan efek toksik glikosida
jantung digoksin. Efek toksik glikosida jantung ini lebih besar pada keadaan
hipokalemia. Tetapi sebaliknya hipokalemia akan mengurangi efek klinik
obat-obat antiaritmia seperti lidokain, prokainamid, kinidin, dan fenitoin.
Obat presipitan yang mengurangi kadar kalium terutama adalah diuretika.
· Efek
diuresis obat-obat diuretika tertentu seperti furosemid akan berkurang bila
diberikan bersama dengan obat-obat antiinflamasi non-steroid seperti aspirin,
fenilbutason, ibuprofen, indometasin, dll. Kemungkinan oleh karena penghambatan
simtesis prostaglandin oleh obat-obat presipitan tersebut, yang sebenarnya
diperlukan untuk menimbulkan efek diuretika furosemide.
2.4. Interaksi Obat dengan Makanan
Ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat, perubahan tersebut dianggap sebagai interaksi obat-makanan. Interaksi seperti itu bisa terjadi. Tetapi tidak semua
obat dipengaruhi oleh makanan, dan
beberapa obat
hanya dipengaruhi
oleh makanan- makanan tertentu. Interaksi obat-makanan dapat terjadi dengan obat-obat yang diresepkan,
obat yang dibeli bebas, produk herbal, dan suplemen. Meskipun beberapa interaksi mungkin berbahaya atau bahkan fatal pada kasus yang langka, interaksi yang lain bisa bermanfaat dan umumnya tidak akan menyebabkan perubahan yang berarti terhadap kesehatan tubuh.
Makanan dan obat dapat berinteraksi dalam banyak cara yang berbeda. Sering, zat tertentu di dalam makanan memberikan efek. Perubahan-perubahan lain dapat disebabkan oleh jumlah protein dalam diet anda, atau bahkan cara makanan tersebut disiapkan. Salah satu cara yang paling umum makanan mempengaruhi efek obat adalah
dengan mengubah
cara
obat-obat
tersebut diuraikan
( dimetabolisme ) oleh tubuh. Jenis protein yang disebut enzim, memetabolisme banyak
obat. Beberapa makanan dapat membuat enzim-enzim ini bekerja lebih
cepat atau lebih lambat, baik dengan memperpendek atau memperpanjang waktu yang dilalui obat di dalam tubuh. Jika makanan mempercepat enzim, obat akan lebih singkat
berada di dalam tubuh dan dapat
menjadi kurang efekteif. Jika makanan memperlambat enzim, obat akan berada lebih lama dalam tubuh
dan dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.
Kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan dapat terjadinya interaksi
obat dengan makanan adalah :
1. Perubahan motilitas lambung dan usus, terutama kecepatan pengosongan lambung
dari saat masuknya makanan
2. Perubahan pH, sekresi asam serta produksi empedu
3. Perubahan suplai darah di daerah splanchnicus dan di mukosa saluran cerna
4. Dipengaruhinya absorpsi obat oleh proses adsorpsi dan pembentukan kompleks
5. Dipengaruhinya proses
transport aktif obat oleh makanan
Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Obat dengan Makanan
Obat-obat yang dikonsumsi dapat
saling mempengaruhi yang dampaknya bisa
negatif dan bisa juga positif bagi kesehatan.
Saling pengaruh yang terjadi bila kita menggunakan lebih dari 1
macam obat disebut juga interaksi obat.
Dalam praktek sehari-hari, interaksi obat
jarang dikatakan sebagai
akibat kegagalan pengobatan.
Sesungguhnya pemberian obat kepada
pasien yang terlampau banyak jenisnya, misalnya lebih
dari 4 macam, sangat potensial menimbulkan efek yang tidak diinginkan
akibat interaksi obat. Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat
diubah atau dipengaruhi oleh obat lain
yang diberikan bersamaan.
Kemungkinan terjadinya peristiwa
interksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih
diberikan secara bersamaan atau hampior
bersamaan. Tidak semua interaksi
obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil
manfaatnya dalam praktek pengobatan. Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut
sampai tidak dikenali
sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini
kemungkinan akan timbul sebagai:
- Terjadinya efek samping
- Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi obat yaitu :
1. Obat dengan indek terapi sempit.
2. Obat yang mempunyai bioavaibilitas rendah.
3. Formulasi obat.
4. Stereokimia obat.
5. Potensi obat.
6. Obat yang mempunyai kurva dosis respon yang tajam / curam.
7. Lama terapi / penggunaan obat.
8. Dosis obat.
9. Konsentrasi obat dalam darah dan jaringan (cairan tubuh).
10. Waktu dan urutan penggunaan obat.
11. Rute penggunaan obat
12. Base line dari interaksi dan indek terapi.
13. Jumlah obat yang mengalami metabolism.
14. Kecepatan metabolisme obat
15. Ikatan obat dengan protein
16. Volume distribusi
17. Problem farmakokinetik
- Terjadinya efek samping
- Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi obat yaitu :
1. Obat dengan indek terapi sempit.
2. Obat yang mempunyai bioavaibilitas rendah.
3. Formulasi obat.
4. Stereokimia obat.
5. Potensi obat.
6. Obat yang mempunyai kurva dosis respon yang tajam / curam.
7. Lama terapi / penggunaan obat.
8. Dosis obat.
9. Konsentrasi obat dalam darah dan jaringan (cairan tubuh).
10. Waktu dan urutan penggunaan obat.
11. Rute penggunaan obat
12. Base line dari interaksi dan indek terapi.
13. Jumlah obat yang mengalami metabolism.
14. Kecepatan metabolisme obat
15. Ikatan obat dengan protein
16. Volume distribusi
17. Problem farmakokinetik
2.5 Interaksi Obat dengan Obat Lainnya
Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau
merugikan. Interaksi yang menguntungkan,
Misalnya :
(1) Penicillin dengan probenesit: probenesit
menghambat sekresi penicillin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar
penicillin dalam plasma dan dengan demikian meningkatkan efektifitas dalam
terapi gonore;
(2) Kombinasi obat anti hipertensi: meningkatkan
efektifitas dan mengurangi efek samping:
(3) Kombinasi obat anti kanker: juga
meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping
(4)
kombinasi obat anti tuberculosis: memperlambat timbulnya resistansi kuman
terhadap obat;
(5)
antagonisme efek toksik obat oleh antidotnya masing-masing.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila
berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang
berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang
sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitotastik.
Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau
yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang dipakai
sekali-kali.
Faktor-faktor penunjang
interaksi obat
Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena
:
1. Dokumentasinya
masih sangat kurang;
2. Seringkali lolos dari pengamatan karena
kurangnya pengetahuan para dokter akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya
interaksi obat sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas seringkali
dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat sedangkan
interaksi berupa penurunan efektifitas seringkali diduga akibat bertambahnya
keparahan penyakit; selain itu, terlalu banyak obat yang saling berinteraksi
sehingga sulit untuk diingat;
3. Kejadian atau keparahan interaksi
dipengaruhi oleh variasi individual (populasi tertentu lebih peka misalnya
berpenyakit parah, adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar individu ),
penyakit tertentu ( terutama penyakit hati yang parah), dan faktor- faktor lain
( dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
Hal yang perlu diperhatikan pada interaksi obat
2. Interaksi tidak selamanya merugikan.
3. Jika dua obat berinteraksi tidak berarti tidak boleh
diberikan
4. Interaksi tidak hanya untuk terapi yang
berbeda tetapi kadang untuk mengobati penyakit yang sama.
5. Interaksi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
pengobatan.
Guna interaksi obat,
diantaranya yaitu :
1. Meningkatkan kerja dari obat
Contoh : sulfametoksasol, analgetik dan kafein
2. Mnegurangi efek samping
Contoh : anestetika
dan adrenalin
3. Memperluas spektrum
Contoh : kombinasi antiinfeksi
4. Memperpanjang kerja obat
Probenesid dan penisilin.
2.6 Hasil Interaksi Obat
Hasil interaksi obat dengan obat adalah respon klinis atau farmakologis
dari suatu pemberian kombinasi obat, yang berbeda dari yang seharusnya terjadi
bila kedua obat-obat diberikansendiri-sendiri. Efek yang terjadi dapat
berupa :
a.
Antagonisme (1+1<2)--> saling menurunkan khasiat dari masing-masing obat
Kegiatan obat
pertama dikurangi atau bahkan ditiadakan sama sekali oleh obat kedua
yang memiliki khasiat farmakologis yang bertentangan, misalnya
adrenalin dan histamin. Contoh : ekspektoran + antitusiv, adrenalin +
antihistamin
b.
Sinergisme (1+1>2)
Kerjasama antara dua
obat dan dikenal ada dua jenis yaitu Adisi efek kombinas adalah sama dengan kegiatan
dari masing-masing obat (1+1=2).
Contoh : kombinasi asetosal dan parasetamol,
juga trisulfa.
c. Potensiasi (mempertinggi potensi). Kegiatan
obat dipertinggi oleh obat kedua (1+1>2),Kedua obat dapat memiliki
kegiatan yang sama seperti estrogen dan progesteron,sulfametoksasol dan trimethoprim asetosal
dan kodein. Atau satu obat tidak
memiliki efek bersangkutan misalnya analgetik dan klorpromazin,
benzodiazepin/meprobamat dan alkohol, penghambatan MAO dan amfetamin dan
lainnya
Contoh :
Sulfametoksasol + Trimetoprim --> efek sinergesme
Amoxicillin + Asam Klavulanat --> Asam Klavulanat meningkatkan aktivitas
amoksisilin karena dapat memproteksi cincin beta laktam dari
amoxicillin.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Interaksi
obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi
obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain.
Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan
bersama-sama. Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan
toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan
terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi
yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat
sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan
bersamaan,
6.2
Saran
Untuk menghindari interaksi obat yang tidak diinginkan maka sebaiknya
1.
Hindari semaksimal
mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika memang kondisi
penyakityang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan gabungan tersebut
sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya. Misalnya:
· pengobatan
tuberkulosis,
· pengobatan
infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain.
2. Jika memang
harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan, yakinkan bahwa
tidak ada interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau dinamik
3.
Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada
obat-obat yang sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi.
4. Bacalah label
obat dengan teliti, apabila kurang memahami dapat ditanyakan
dengan dokter yang meresepkan.
5. Baca aturan pakai, label perhatian dan peringatan interaksi obat yang tercantum dalam label atau wadah obat. Bahkan
obat yang dijual bebas juga perlu aturan
pakai yang disarankan.
6. Jangan campur obat dengan makanan atau membuka kapsul kecuali atas petunjuk
dokter.
DAFTAR PUSTAKA
M. Ashraf and Raymon L. 2004, Handbook of Drug
Interactions: A Clinical and Forensic Guide, 2nd Edition,Humana Press,
Totowa New Jersey, 379-394
Brunton L., et al, 2008, Goodman and Gilman's The
Pharmacological Basis of Therapeutics, Tenth Edition, McGraw-Hill
Professional, Bethesda NY
Katzung.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta Lamid, Sofyan.
Farmakologi Umum I. EGC: Jakarta
Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta Nugroho, Endro Agung.2012.Prinsip Aksi dan Nasib Obat dalam tubuh.Pustaka Pelajar : Yogyakarta Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor).1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta Anonymous. 2012. Farmakologi dan Toksikologi : Jakarta Arimjie. 2012. Model Molekuler Interaksi Obat Reseptor : Bandung Ariamijaya, putu. 2011. Interaksi Obat dengan Makanan : Denpasar Medicafarma. 2010. Interaksi Obat : Jakarta Pharmacyrspuriindah. 2009. Drug Interaction : Jakarta Farmasiiqbal. 2011. Interaksi Obat : Surabaya Anonim. Interaksi obat dalam klinik. UGM Farmasi Klinik (Clinical Farmacy). Mohamed aslam. Interaksi obat. UGM : Yogyakarta
Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta Nugroho, Endro Agung.2012.Prinsip Aksi dan Nasib Obat dalam tubuh.Pustaka Pelajar : Yogyakarta Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor).1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta Anonymous. 2012. Farmakologi dan Toksikologi : Jakarta Arimjie. 2012. Model Molekuler Interaksi Obat Reseptor : Bandung Ariamijaya, putu. 2011. Interaksi Obat dengan Makanan : Denpasar Medicafarma. 2010. Interaksi Obat : Jakarta Pharmacyrspuriindah. 2009. Drug Interaction : Jakarta Farmasiiqbal. 2011. Interaksi Obat : Surabaya Anonim. Interaksi obat dalam klinik. UGM Farmasi Klinik (Clinical Farmacy). Mohamed aslam. Interaksi obat. UGM : Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar