PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI PUSKESWAN KECAMATAN PAYANGAN GIANYAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Puskeswan
adalah suatu tempat yang memberikan pelayanan kesehatan hewan sesuai wilayah
kerja yang ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan hewan sehingga
produksi dan reproduksi ternak dapat ditingkatkan secara optimal (Iqbal, 2011).
Ada beberapa Puskeswan di Kabupaten Gianyar diantaranya adalah Puskeswan
Sukawati, Puskeswan Blahbatuh, Puskeswan Ubud, Puskeswan Gianyar, Puskeswan
Tampaksiring, Puskeswan Tegalalang dan Puskeswan Payangan.
Payangan
merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gianyar yang memiliki jumlah ternak
yang cukup banyak, dimana mayoritas penduduk di Kecamatan Payangan adalah
sebagai peternak dan petani. Hewan yang dipelihara sebagai ternak di Payangan
meliputi babi, sapi, ayam petelur, ayam pedaging, ayam buras, dan itik.
Sedangkan hewan kesayangan yang dipelihara adalah anjing, kucing, burung, dan
ikan hias. Bidang kesehatan hewan, khususnya ternak menjadi salah satu hal yang
diperhatikan oleh pemerintah.
Dengan
adanya Puskewan di Kecamatan Payangan
diharapkan menjadi pusat yang dapat mencakup pelayanan kesehatan hewan
di Kecamatan Payangan mulai dari pengobatan, pencegahan, monitoring penyakit
dan meningkatkan produksi dari peternakan tersebut.
Dinas Pertanian
Kabupaten Gianyar, melalui UPT Puskeswan memberikan kesempatan yang besar untuk
menunjang kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilaksanakan oleh
mahasiswa PPDH Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana untuk membantu
mahasiswa agar lebih mengetahui fungsi dan tugasnya sebagai calon dokter hewan.
1.2 Tujuan Kegiatan
Tujuan dari
Praktek Kerja Lapangan (PKL) bagi Mahasiswa Kedokteran Hewan adalah untuk
mengenal dan memahami sistem kerja dinas pertanian khususnya bidang kesehatan
hewan, memahami kasus penyakit hewan yang ditemukan di lapangan dan mengetahui
prosedur tindakan dan pengobatan penyakit tersebut serta memahami sistem
peningkatan produksi dari suatu ternak.
1.3 Manfaat Kegiatan
Dengan
mengikuti Praktek Kerja Lapangan di Puskeswan Kecamatan Payangan diharapkan
dapat memberikan informasi tambahan dan pengetahuan tentang cara menanggulangi
penyakit di lapangan dan pengobatan yang tepat. Disamping itu juga dapat
meningkatkan ketrampilan dalam berbagai tindakan medik meteriner.
1.4 Waktu dan Tempat Kegiatan
Kegiatan
Praktek Kerja Lapangan PPDH Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana ini
dilaksanakan selama 4 minggu yang terhitung dari tanggal 27 Desember 2017
sampai 20 Januari 2018. Praktek Kerja Lapangan berlokasi di salah satu wilayah
kerja Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar, yaitu di Puskeswan Kecamatan Payangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran
Umum Puskeswan Kecamatan Payangan
Kecamatan Payangan merupakan salah satu kecamatan dari 7 kecamatan
yang ada di Kabupaten Gianyar yang memiliki luas wilayah sekitar 75,88 km2
yang terletak di daerah paling utara, yang terdiri dari 9 desa yaitu desa
Puhu, Bresela, Kerta, Buahan, Buahan Kaja, Kelusa, Melinggih, melinggih Kelod,
dan Bukian. Kecamatan Payangan memiliki potensi di bidang peternakan,
pembangunan dibidang peternakan di Kecamatan Payangan didukung dengan
keberadaan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) yang berperan dalam proses
penanganan atau pelayanan kesehatan hewan.
Sasaran kegiatan puskeswan adalah mengamati dan memantau penyakit
hewan strategis, pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan
strategis sebagai upaya terciptanya kondisi peternakan yang sehat, kondisi
lingkungan budidaya ternak yang nyaman dan aman dari ancaman penyakit hewan,
serta peningkatan produk bahan asal hewan yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal
(ASUH).
Tujuan pelaksanaan pelayanan kesehatan hewan di Kecamatan Payangan
adalah meningkatkan kesehatan hewan dengan menekan seminimal mungkin kasus
penyakit hewan menular strategis, serta meningkatkan kesehatan lingkungan peternakan.
Sistem pelayanan dilakukan secara aktif dengan mendatangi peternakan
ke desa-desa secara teratur dan berkelanjutan dengan prioritas sasaran desa
kantong penyakit, wialayah penyebaran ternak pemerintah dan desa-desa sumber
bibit yang disesuaikan dengan lokasi masing-masing dengan tetap memperhatikan
aspek ekonomi, sosial dan budaya masyarakat setempat.
2.2 Populasi Hewan Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar
Kelompok hewan ternak di Kecamatn Payangan dapat
digolongkan menjadi tiga yaitu: kelompok ternak besar seperti sapi, kemudian
kelompok ternak kecil seperti babi, sedangkan kelompok ternak unggas terdiri
dari ayam petelur, ayam pedaging, dan itik. Untuk hewan kesayangan hampir
sebagian masyarakat di Kecamatan Payangan memelihara anjing. Data populasi populasi hewan di Kecamatan
Payangan disajikan dalam tabel 2.1, sebagai berikut :
Tabel
2.2 Data Populasi Hewan Kecamatan Payangan Tahun 2014-2016
No
|
Jenis Hewan
|
Tahun
|
||
2014
|
2015
|
2016
|
||
1
|
Sapi Potong
|
13.487
|
13.262
|
13.187
|
2
|
Babi Landrace
|
53.164
|
49.480
|
48.039
|
3
|
Babi Saddle Back
|
1.395
|
1.265
|
1.259
|
4
|
Babi Bali
|
110
|
75
|
63
|
5
|
Ayam Buras
|
112.789
|
113.919
|
114.652
|
6
|
Ayam Ras Petelur
|
21.741
|
22.313
|
23.874
|
7
|
Ayam Ras Pedaging
|
69.253
|
70.294
|
69.427
|
8
|
Itik
|
18.926
|
19.118
|
19.561
|
9
|
Aneka Ternak
|
3.631
|
3.485
|
3.549
|
Sumber
: Puskeswan Kecamatan Payangan (2016)
2.3 Jenis Penyakit Hewan Kecamatan Payangan
Kabupaten Gianyar
Berbagai jenis peyakit hewan
yang ada di Kecamatan Payangan antara lain:
a. Infeksi Penyakit Viral : BEF, ND, Rabies
b. Infeksi Penyakit Bakterial : Colibecilosis,
Streptococcus, Cocidiosis, SE, WSC, Hog Cholera
c. Infeksi Penyakit Parasiter : Demodekosis, Scabiosis,
Helmintiasis,
d. Penyakit Individual / Tidak Menular : Bali Zekte, Bloat,
Distokia, Abortus.
Dalam peramalan wabah
berdasarkan pengalaman dilapangan atas petunjuk kewaspadaan dini dari Dinas
Peternakan. Perikanan dan Kelautan Kabupaten Gianyar, khususnya Bidang
Peternakan sebagai berikut :
a.
Penyakit
SE muncul disaat peralihan dari musim panas dan musim hujan atau sebaliknya.
b.
Penyakit
BEF muncul pada musim hujan.
c.
Penyakit
ND/Snot/CRD muncul saat peralihan musim.
d.
Penyakit
Colibaselosis dan Coccidiosis muncul di awal musim hujan sampai dengan ahir
musim hujan.
Penyakit Demodekosis dan Scabiosis muncul pada peralihan musim, biasanya awal musim
panas atau penularan dari hewan satu ke hewan lainnya.
PETA PENYEBARAN PENYAKIT
KECAMATAN PAYANGAN
2.4 Struktur Organisasi Puskeswan Payangan Kabupaten
Gianyar
NB : Kepala
UPT Puskeswan belum terbentuk, dikarenakan baru terjadi perombakan struktur di Dinas
Pertanian Kabupaten Gianyar.
BAB III
HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang
dilakukan di Puskeswan Kecamatan Payangan selama 4 minggu dari tanggal
27 Desember 2017 sampai 20 Januari 2018 meliputi pelayanan kesehatan ternak seperti pemberian zat besi (FE),
antibiotik, potong gigi dan kastrasi pada anak babi, vaksinasi rabies,
pengambilan sampel darah sapi, pengambilan sampel otak anjing, pemeriksaan
kebuntingan pada sapi, sinkronisaasi dan Inseminasi Buatan pada sapi serta
penangan penyakit. Kegiatan penanganan kasus kesehatan
hewan dilakukan dibawah bimbingan dokter hewan dan paramedik veteriner Pusat
Kesehatan Hewan (Puskeswan) Kecamatan Payangan.
3.2
Uraian Kegiatan dan Kasus
Selama Praktek Kerja Lapangan yang di lakukan di Puskeswan Kecamatan
Payangan Kegiatan dan kasus yang ditemukan dilapangan adalah sebagai berikut :
1.
Kastrasi
pada Anak Babi
Kastrasi adalah
usaha untuk menghilangkan fungsi reproduksi ternak jantan sebagai pejantan atau
pemacak, dengan cara menghambat proses pembentukan dan pengeluaran sperma.
Kastrasi dapat dilakukan dengan jalan mengikat, mengoperasi maupun memasukkan
cairan tertentu ke dalam organ tubuh terntentu. Pada sapi, domba dan babi
perlakuan kastrasi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan, koefisien konversi
makanan, kualitas karkas (Turton, 1962). Kastrasi yang dilakukan adalah jenis
kastrasi terbuka yaitu kastrasi yang dilakukan dengan melakukan pembedahan,
guna mengeluarkan testes pada babi jantan, yang kemudian dipotong.
Adapun langkah
kerja yang dilakukan yaitu bersihkan tangan dan alat yang akan digunakan dengan
alkohol. Injeksi anak babi yang akan dikastrasi dengan antibiotik yaitu Vet-oxy
yang mengandung oxytetrscyline dan Ferosol (Fe). Lalu bersihkan daerah yang
akan dibedah dengan menggunakan alkohol, scrotum ditekan menggunakan ibu
jari tangan kiri ke arah atas dan jari telunjuk ke arah bawah untuk memudahkan
pembedahan, buat sayatan dengan pisau scalpel dari arah atas ke bawah pada kulit
scrotum dan diperdalam hingga kantong testes (scrotal ligament dan fascia)
untuk memudahkan proses pengeluaran testis dari kantongnya, tekan scrotum
dengan jari telunjuk dan ibu jari dan keluarkan testis dari kantongnya dengan
cara ditarik. Potong ligamentum skrotum dan fascia dengan cara menusuk fascia
dengan ujung pisau scalpel dilanjutkan ke caudal, dorong masuk
sisa ligamentum dan fascia kedalam skrotum,hingga yang tersisa yang
hanya spermatic cord yang masih berada didalam tunica vaginalis.
Jepit spermatic cord dengan klem kedua, lalu potong spermatic cord
persis diantara kedua jepitan dan tutup kembali bekas sayatan pada scrotum
dengan cara dijahit. Setelah itu diberikan iodine.
2.
Pemberian
Vitamin, Zat Besi, dan Potong Gigi Pada Anak Babi
Pemberian
vitamin dan zat besi pada anak babi yang berusia 1-3 hari dilakukan untuk
menghindari terjadinya anemia. Anemia pada anak babi
menyusui merupakan masalah yang telah lama diketahui secara baik oleh para
peternak maju. Hal ini terjadi disebabkan oleh kekurangan zat besi dimana
plasenta dan ambing tidak efisien memindahkan mineral tersebut. Penambahan zat
besi untuk mengatasi kekurangan zat besi pada anak babi yang tidak bersentuhan
dengan tanah dapat diberikan baik melalui mulut maupun diinjeksi.
Anak babi baru lahir juga
memiliki empat pasang gigi atau delapan gigi tajam. Meskipun
gigi tersebut cukup penting pada anak babi, namun gigi tersebut harus dipotong
karena lebih banyak menimbulkan kerugian pada peternak seperti menyebabkan luka
pada puting induk pada saat menyusui. Luka pada bagian putting menimbulkan
radang yang mengakibatkan tidak keluarnya air susu dan selanjutnya bisa
menyebabkan mastitis. Maka dari itu anak babi baru lahir yang berumur 1-3 hari
wajib dilakukan pemotongan gigi. Gigi pada anak babi akan kembali tumbuh
seiring pertumbuhan anak babi itu sendiri.
Pemotongan gigi biasanya dilakukan
oleh satu orang seperti berikut: Pegang kuat anak babi dengan satu tangan
dimana tiga jari menahan rahang dan ibu jari menekan dari belakang leher dengan
arah berlawanan, masukkan jari telunjuk pada satu sisi dari mulut persis
dibelakang gigi “jarum” mendekati ujung lidah, dengan alat pemotong gigi atau
alat pemotong kuku biasa, potong gigi diatas gusi. Penting unuk menghindari
pemotongan gigi sampai dasarnya, jangan membuat sudut yang tajam atau berberigi
yang dapat menyababkan luka pada gusi dan lidah.
3.
Pemberian
Vitamin Pada Induk Babi yang Baru Melahirkan
Pada umumnya, induk babi yang baru
melahirkan akan mengalami demam, lesu, lemas, dan terkadang tidak bisa berdiri
atau terbaring lemas akibat setelah melahirkan. Maka dari itu pemberian
analgesik sangat diperlukan pada kasus ini agar suhu badan pada induk babi
menurun dan kembali normal. Akibat dari demam biasanya akan menimbulkan gejala
lain seperti hilangnya nafsu makan. Pemberian vitamin akan memicu peningkatan
nafsu makan yang baik. Selain itu juga pemberian oxytocin pada indukan babi
untuk meningkatkan produksi air susunya.
4.
Penanganan
Kasus Anoreksia Pada Sapi
Anoreksia bukan
merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan suatu gejala klinis yang
mengikuti berbagai macam penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri, virus,
maupun protozoa. Pada Umumnya sapi yang terserang suatu penyakit ditandai
dengan gejala anoreksia dan merupakan gejala penyakit yang sering dikeluhkan
pertama kali oleh para peternak kepada dokter hewan. Anoreskia bukan hanya
disebabkan oleh terserangnya penyakit saja, melainkan dapat disebabkan akibat
stress karena pergantian pakan yang mendadak, perpindahan lokasi kandang maupun
transportasi yang terlalu jauh. Sapi pada kasus ini mengalami anoreksia sudah
hampir 36 jam. Pengobatan yang dilakukan berupa pemberian vitamin serta
antibiotik. Pemberian antibiotik dilakukan untuk mengobati sekaligus mencegah
kemungkinan infeksi bakteri.
5.
Pendataan
Sapi Induk Wajib Bunting
Pendataan sapi betina
indukan atau calon induk merupakan bagian dari program pemerintah pusat yaitu
SIWAB (Sapi Betina Wajib Bunting). Pendataan dilakukan bersama dengan petugas
UPT yang bekerjasama dengan kelian banjar setempat untuk mendapatkan data yang
akurat seperti kenyataan di lapangan. Data yang dicatat berupa nama pemilik,
identitas pemilik, umur sapi, dan status sapi.
6.
Sinkronisasi,
Pemeriksaan Kebuntingan, dan Inseminasi Buatan pada Sapi
Dari hasil pendataan
diperoleh data tentang status sapi indukan atau calon induk, dari data tersebut
ada beberapa yang tidak dapat mengalami birahi secara alami yang diduga akibat
adanya gangguan reproduksi. Dengan diketahuinya sperti itu, maka dilakukan
tindakan sinkronisasi estrus dengan memeberikan hormone PGF2α secara injeksi.
Untuk sapi yang diduga bunting, dilakukan pemeriksaan kebuntingan melalui
palpasi rectal. Sapi yang sudah mengalami estrus dilaporkan dari peternak ke petugas
inseminator dan petugas inseminator melakukan inseminasi buatan (IB). Pada
Praktek Kerja Lapangan ini, telah dilakukan beberapa kali IB di beberapa desa
di Kecamatan Payangan.
7.
Pengendalian
Scabies pada Babi
Scabies
atau kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi tungau Sarcoptes scabiei dan bersifat zoonosis.
Tungau menyerang dengan cara menginfestasi kulit inangnya dan bergerak membuat
terowongan dibawah lapisan kulit (startum korneum dan lusidum) sehingga
menyebabkan gatal dan kerusakan kulit. Masalah scabies sendiri masih banyak
ditemukan di seluruh dunia, terutama pada negara-negara berkembang dan
industri. Rendahnya tingkat higenitas dan sanitasi menjadi faktor pemicu
terjangkitnya penyakit ini.Disamping itu, kondisi kekurangan air dan hidup
berdesakan semakin mempermudah penularan penyakit scabies dari penderita ke
yang sehat (Wardhana et al., 2006).
Penyakit scabies bersifat endemis
hampir diseluruh wilayah Indonesia dan menyerang berbagai jenis hewan.Pada
tahun 1981, penyakit scabies dilaporkan menduduki peringkat kedua dari penyakit
yang ditemukan menyerang ternak.Umumnya prevelansi scabies meningkat saat musim
hujan.Hewan muda umumnya lebih peka terhadap scabies dibandingkan dengan hewan
dewasa. Faktor Prediposisi pada inang yang ikut memperparah gejala klinis
scabies, antara lain kekurangan vitamin A, kekurangan protein, infestasi
parasite atau penyakit lainnya. Pada hewan muda angka kematian penderita dapat
mencapai 50%, tergantung kondisi hewan dan lingkungan (Wardhana et
al., 2006). Pengendalian di lapangan dilakukan dengan pemberian obat
ektoparasit yaitu injeksi Wormectin pada subkutan babi.
8.
Pengendalian
Colibacillosis pada Babi
Merupakan suatu
penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Escherchia coli yang bersifat akut serta dapat menyerang hewan
babi, sapi dan lain-lain. Penyakit
colibacillosis sering disebut mencret putih (white scour) atau diare putih pada
babi sedangkan pada sapi disebut Calf
Dysentri. Penularan dapat terjadi melalui makanan, pernafasan, kulit yang
terluka, bakteri E.coli yang
merupakan bakteri flora normal pada usus yang akan keluar bersamaan dengan
feses, kemudian mencemari lantai kandang serta tempat makan dan minum, induk
babi yang tidur dilantai kandang yang tercemar bakteri akan menularkan ke anak
babi pada saat menyusui dan tali pusar yang terpotong.
Gejala klinis yang tampak seperti nafsu makan
menurun, tidak mau menyususi dengan induk, lemah dan lesu, dehidrasi, tugor
kulit kurang baik, feses encer berwarna putih. Penanganan kasus ini dilapangan
biasanya dengan memeberikan Ferosol 0,5 cc/ekor dan kombinasi obat sulfa strong
dan colibact.
9.
Pengendalian
Bovine Ephemeral Fever (BEF) pada Sapi
Penyakit
Bovine
Ephemeral Fever (BEF) adalah penyakit demam tiga pada
sapi. Penyebab utama BEF adalah virus
Rhabdovirus, yang termasuk dalam familia yang sama dengan penyakit rabies dan
vesicular stomatitis. Gejala yang selalu dapat ditemukan dari penyakit BEF
adalah adanya demam, dengan kenaikan suhu 2-4 oC dari suhu normalnya
untuk jangka waktu1-4 hari. Gejala lain yang tampak adalah, hewan penderita
tampak bergetar, depresi, kehilangan nafsu makan maupun minum, dengan frekuensi
respirasi dan jantung yang meningkat dan kebengkakan sendi serta terjadi
kepincangan. Kadang- kadang gejala seperti diare ataupun konstipasi dapat
menyertai penyakit ini (Sendow, 2013). Pengobatan yang diberikan berupa analgesik, oxytetracysklin, dan vitamin
B12.
10.
Vaksinasi Rabies
Strategi pengendalian dan
pemberantasan rabies pada hewan umumnya dilakukan melalui program vaksinasi
massal. Rabies dapat diberantas dengan cakupan vaksinasi yang memadai pada
anjing berpemilik dan pengendalian populasi anjing jalanan. Kunci utama dalam
menangani rabies adalah mencegah pada sumbernya yaitu hewan penular
rabies. Vaksin yang digunakan adalah
vaksin dengan merk Rabisin. Pemberian vaksin dapat dilakukan secara injeksi
Subkutan atau Intramuscular 1 ml per ekor. Anjing yang tidak divaksin di Bali
lebih besar beresiko terjangkit rabies dibandingkan dengan anjing yang
divaksinasi rabies.
11.
Pengambilan Sampel Darah Sapi (Monitoring Penyakit Jembrana)
Penyakit
Jembrana (Jembrana Disease= JD) pada sapi Bali disebabkan oleh virus penyakit
Jembrana (Jembrana Disease Virus= JDV) termasuk dalam kelompok retrovirus
berdasarkan pada aktivitas reverse transcriptase. Virus Jembrana merupakan virus
RNA dengan utas tunggal, berbentuk icosahedral dengan panjang basa 7732 pasang
basa (pb) dan bersifat patogen hanya pada sapi Bali (Kertayadnya et al., 1993).
Gejala umum ternak yang terserang penyakit Jembrana adalah demam tinggi,
lymphadenopathy, lymphopenia, keringat darah dan mucus
yang berlebihan pada mulut dan hidung. Kematianternak
akibat JDV terjadi pada 1 atau 2 minggu setelah infeksi (Wilcox et al., 1997). Diagnosis
awal ini juga penting untuk menghindari terjadinya kematian pada sapi bali dan aborsi
pada ternak sapi Bali betina. Sampai saat ini, deteksi JD dilakukan menggunakan
uji serologis (Agustini, 2011).
12.
Pengambilan Sampel Otak Anjing (Monitoring Pengendalian
Rabies)
Pengambilan
otak anjing ditujukan untuk mendapatkan bagian dari otak (dasar cerebellum,
hippocampus, cortex dan medulla oblongata) sebagai bahan uji untuk pemeriksaan
adanya virus rabies pada hewan tersangka. Otak anjing diambil dengan cara
sebagai berikut: kepala anjing yang telah mati dipotong dengan menggunakan
pisau tajam pada bagian lehernya (antara tulang leher pertama dengan tulang
kepala) sehingga terlihat foramen occipitale. Dengan menggunakan sedotan limun
(straw) berdiameter 5 mm, sedotan limun tadi ditusukkan (sambil diputar-putar)
ke kepala melalui foramen occipitale tadi dengan arah ke bagian mata.
Selanjutnya sedotan limun ditarik kembali keluar secara perlahan. Pada ujung
sedotan limun tadi akan diperoleh bagian jaringan jaringan otak (dasar
cerebellum, hippocampus, cortex dan medulla oblongata).
Bagian
sedotan limun yang mengandung jaringan otak kemudian dipotong dan dimasukkan ke
dalam tabung gelas/plastik yang berisi bahan pengawet (formalin atau 50%
gliserin dalam PBS). Tabung tersebut kemudian diberi tanda (nomor spesimen,
jenis spesimen, spesies, bahan pengawet, lokasi dan tanggal pengambilan,
pemilik anjing dll). Tabung tadi kemudian disimpan dalam boks/kotak dengan suhu
dingin (berisi batu es), atau di freezer pada suhu -20 °C sampai dilakukan
pengujian. Untuk tabung sampel yang berisi bahan pengawet formalin, boks/kotak
penyimpanan tidak perlu dingin/berisi batu es.
BAB IV
SIMPULAN DAN
SARAN
4.1 Simpulan
Setelah berlangsungnya program PKL Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana di Puskeswan Payangan Dinas Pertanian Kabupaten
Gianyar, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Dinas Pertanian Kabupaten
Gianyar khusunya UPT Puskeswan Payangan merupakan instansi pemerintahan dalam negeri sangat ramah dan
menerima mahasiswa PKL dan merupakan tempat yang baik dalam pelaksanaan program
PKL karena memberikan akses yang luas bagi mahasiswa PKL untuk belajar dan
menerapkan ilmu kedokteran hewan.
2. UPT Puskeswan Payangan mempunyai peranan
penting dalam mengembangkan usaha ternak milik warga baik yang perorangan
maupun kelompok dalam pencegahan dan penanggulanagan penyakit ternak serta
konsultasi manajemen pemeliharaan dan reproduksi ternak.
3. Program
SIWAB yang telah digagas oleh pemerintah pusat telah berjalan dan dilakukan
oleh instansi pemerintahan hingga di tingkat kecamatan yanag diselenggarakan
oleh UPT Puskeswan Payanagan.
4. Penyakit
pada ternak yang dilaporkan di kecamatan Payanagan yaitu Coccidiosis, Helminthiosis, BEF, Scabies, Demodecosis, Colibacillosis,
Hog Cholera, Streptococcus, dan Rabies. Sebagaian besar dapat ditanggulagi
dengan baik.
4.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan setelah
program PKL di Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar antara lain:
1.
Keberadaan Puskeswan diengah-tengah
masyarakat dalam pelayanan kesehatan hewan dianggap sangat penting, maka
sebaiknya penempatan Puskeswan dan dokter hewan Puskeswan merata di seluruh
wilayah Kabupaten Gianyar.
2.
Diperlukan
peningkatan kerja, perawatan dan penataan sarana dan prasarana kantor dinas,
serta pencatatan inventaris yang baik, guna menunjang kerja pegawai dinas yag
optimal.
3.
Pentingnya
sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat umum tidak hanya kelompok-kelompok
tertentu guna meningkatan produktivitas ternak di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Agustini NLP.
2011. Surveillans penyakit Jembrana di Provinsi Bali, Lampung dan Nangroe Aceh
Darussalam. Buletin Veteriner BBVet Denpasar 23(79), 69-76
Data
Monografi dan ternak Pusat Kesehatan Hewan Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar.
Iqbal,
M. 2011. Startegi Penguatan kinerja pelayanan Kesehatan Hewan dalam mendukung
Sistem Kesehatan hewan Nasional. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Hal : 53-71
Kertayadnya G,
GE Wilcox, S Soeharsono, N Hartaningsih, RJ Coelen, RD Cook and J Brownlie.
1993. Characteristics of a retrovirus associated with Jembrana disease in Bali Cattle.
Journal of Genetics Virology 74, 1765-1773.
Sendow, Indrawati. 2013. Bovine Ephemeral Fever, Penyakit Hewan Menular Yang Terkait Dengan
Perubahan Lingkungan. Wartazoa 23(2) : 76-83.
Wardhana, A.H. 2006. Chrysomya bezziana Penyebab Myasis Pada Hewan dan
Manusia:Permasalahan dan Penanggulangannya. Wartazoa 16(3) : 146-159.
Wilcox GE, S Soeharsono, DMN Dharma and JW
Copland. 1997. Jembrana Disease and the Bovine Lentivirus. ACIAR proceedings
75,10-75
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar