Minggu, 13 Desember 2015

dermatofitosis adalah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup makhluk hidup. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastic dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga sangat bergantung pada lokasi tubuh. Pada zaman sekarang ini, dengan berkembangnya kebudayaan dan perubahan tatanan hidup dari waktu ke waktu, sedikit banyak mempengaruhi pola penyakit. Begitu pula kemajuan dibidang sosial ekonomi dan teknologi kedokteran dapat mengubah arti penyakit jamur, yang dahulunya tidak berarti menjadi berarti dalam kehidupan manusia sekarang ini. Penyakit kulit di Indonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus, parasit, dan penyakit dasar alergi, hal ini berbeda dengan negara barat yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor degeratif. Maka dari itu kami menulis penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur yaitu dermatofitosis.
Dermatofitosis adalah salah satu kelompok dermatomikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur dermatofit, terjadi sebagai reaksi pejamu terhadap produk metabolit jamur dan akibat invasi oleh suatu organisme pada jaringan hidup. Terdapat tiga langkah utama terjadinya infeksi dermatofit, yaitu perlekatan dermatofit pada keratin, penetrasi melalui dan di antara sel, serta terbentuknya respon pejamu. Manifestasi klinis bervariasi dapat menyerupai penyakit kulit lain sehingga selalu menimbulkan diagnosis yang keliru dan kegagalan dalam penatalaksanaannya. Diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dan identifikasi laboratorik. Pengobatan dapat dilakukan secara topikal dan sistemik. Pada masa kini banyak  pilihan obat untuk mengatasi Dermatofitosis, baik dari golongan antifungal konvensional atau antifungal terbaru. Pengobatan yang efektif ada kaitannya dengan daya tahan seseorang, faktor lingkungan dan agen penyebab.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalahnya yaitu:
1. Apa pengertian dermatofitosis ?
2. Bagaimana etiologi dari dermatofitosis ?
3. Bagaimana pathogenesa terjadinya dermatofitosis ?
4. Apa saja gejala klinis dari dermatofitosis?
5. Bagaimana cara mendiagnosa dermatofitosis ?
6. Bagaimana cara pengobatan dan pencegahaanya ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini yaitu untuk mengetahui etiologi , pathogenesa, gejala klinis, cara mendiagnosa dan cara pengobatan serta pencegahan dari dermatofitosis.
1.4 MANFAAT PENULISAN
Agar pembaca lebih memahami dan lebih mengetahui tentang penyakit kulit terutama penyakit dermatofitosis. Dan bisa menjadi acuan untuk memberikan informasi kepada masyarakt luas.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ETIOLOGI
Dermatofitosis adalah infeksi oleh cendawan pada bagian kutan/superfisial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, kuku, rambut dan tanduk). Trichopyton spp dan Microsporum spp, merupakan 2 jenis kapang yang menjadi penyebab utama ringworm pada hewan. Di Indonesia yang menonjol diserang adalah anjing, kucing dan sapi.
Penyebab ringworm ialah cendawan dermatofit yaitu sekelompok cendawan dari genus Epidermophyton, Microsporum dan Trichophyton. Cendawan dermatofit penyebab ringworm menurut taksonomi tergolong fungi imperfekti (Deuteromycetes), karena pembiakannya dilakukan secara aseksual, namun ada juga yang secara seksual tergolong Ascomycetes (Ahmad., R.Z. 2009).
Divisi         : Amastigomycotina.
Sub-Divisi : Ascomycotina
Klas          : Deuteromycetes
Ordo         : Moniliales
Family        : Moniliaceae
Genus        : Microsporum, Trichophyton 
Species      : M. canis, M. gypseum, T.mentagrophytes
M. canis bersifat ectothrix dan zoofilik yang terdapat pada kucing, anjing, kuda, dan kelinci, gambaran mikroskopis dari kultur adalah macroconidia berbentuk spindle, berdinding tebal dan kasar. Microconidia berbentuk clubbing dan berdnding halus, sedangkan M. gypseum bersifat ectothrix dan geofilik. Gambaran makroskopisnya macroconidia berbentuk spindle, dinding tipis 3-6 septa, dan microconidianya sedikit dan berbentuk clubbing (Pohan., A. 2009).
2.2 PATHOGENESA
Sebaran geografis keberadaannya cukup luas, namun penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah beriklim tropis dan subtropis, terutama daerah dengan kondisi udara panas dan kelembaban yang tinggi. Kemudian pada daerah yang mempunyai empat musim, setelah periode multiplikasi kapang pada bulu selama musim panas. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena luka, bekas luka atau patahan bulu untuk melangsungkan hidupnya. Dapat tumbuh pada lingkungan kering, dingin, aerobik serta tanpa mikroorganisme lain dan terlindung dari sinar matahari.  Di negara-negara yang beriklim subtropik atau dingin, kejadian ringworm lebih sering, karena dalam bulan-bulan musim dingin, hewan-hewan selain kurang menerima sinar matahari secara langsung, juga sering bersama-sama di kandang, sehingga kontak langsung di antara sesama individu lebih banyak terjadi. Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air. Disamping cara penularan tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor seperti faktor virulensi dari dermatofita, faktor trauma, kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, factor suhu dan kelembaban, kurangnya kebersihan dan faktor umur dan jenis kelamin (Ahmad., R.Z. 2009).
2.3 GEJALA KLINIS
Adapun gejala klinis dari penyakit dermatofitosis:
  • Kerusakan bulu di seluruh muka, hidung dan telinga
  • Perubahan yang tampak pada kulit berupa lingkaran atau cincin dengan batas jelas dan umumnya dijumpai di daerah leher, muka terutama sekitar mulut, pada kaki dan perut bagian bawah
  • Selanjutnya terjadi keropeng, lepuh dan kerak, dan dibagian keropeng biasanya bagian tengahnya kurang aktif, sedangkan pertumbuhan aktif terdapat pada bulu berupa kekusutan, rapuh dan akhirnya patah (Ahmad., R.Z. 2009).
  • Umumnya gejala-gejala klinik yang ditimbulkan oleh golongan geofilik pada manusia bersifat akut dan sedang dan lebih mudah sembuh.
  • Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia, karena memilih manusia sebagai hospes tetapnya.
  • Golongan jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif, karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan.
  • Contoh jamur yang antropofilik ialah: Mikrosporon audoinii Trikofiton rubrum. (Boel., T. 2009).
2.4 DIAGNOSA KLINIK
Untuk mendiagnosa melalui pemeriksaan laboratorium diperlukan sampel kerokan kulit, serpihan kuku, rambut. Kemudian dapat diperiksa dengan Wood light, atau pemeriksaan langsung dengan mikroskop dengan KOH, atau pewarnaan, atau dengan membuat biakan pada media. Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang diperlihatkan seperti gigitan serangga, urtikaria, infeksi bakteri dan dermatitis lainnya, namun dengan adanya bentuk cincin pada derah yang terinfeksi dan peneguhan diagnose dengan pemeriksaan laboratorium akan memastikan bahwa hewan tersebut menderita penyakit (Ahmad., R.Z. 2009).
2.5 PENGOBATAN
Hewan yang positif terinfeksi dermatofitos akan diberikan therapi obat-obatan antifungal/antijamur secara topical (obat-obatan luar) maupun obat-obatan secara peroral (obat-obatan yang diberikan melalui mulut). Apabila hewan tidak segera mendapatkan pengobatan dan infeksinya dibiarkan berlarut-larut maka akan menyebabkan si hewan kehilangan nutrisinya yang ditandai dengan kekurusan karena jamur dermatofita melalui penyakit ini mampu menyerap nutrisi dalam tubuh hewan yang terinfeksi, selain itu kondisi kekurangan nutrisi ini juga bisa mengundang penyakit yang lain sehingga anjing mudah mengalami infeksi sekunder atau infeksi kedua oleh bakteri atau penyakit-penyakit lainnya.
Terdapat 5 kelompok macam obat dengan berbagai cara dapat dipakai untuk menghilangkan dermatofit, yaitu: (1). Iritan, dilakukan untuk membuat reaksi radang sehingga tidak terjadi infeksi dermatofit; (2). Keratolitik, digunakan untuk menghilangkan dermatofit yang hidup pada stratum korneum; (3) Fungisidal, secara langsung merusak dan membunuh dermatofit; (4). Perubah. Merubah dari stadium aktif menjadi tidak aktif pada rambut.
Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik dan topikal. Secara sistemik dengan preparat Griseofulvin, Natamycin, dan azole peroral maupun intravena dengan cara topikal menggunakan fungisida topikal dengan berulang kali, setelah itu kulit hewan penderita tersebut disikat sampai keraknya bersih; setelah itu dioles atau digosok pada tempat yang terinfeksi. Selain itu, dapat pula dengan obat tradisional seperti daun ketepeng (Cassia alata), Euphorbia prostate dan E. thyophylia (Ahmad., R.Z. 2009).
2.6 PENCEGAHAN
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sanitasi kesehatan, lingkungan maupun hewannya. Salah satu cara yang efektif untuk penanggulangan adalah mencegah penyebaran sehingga tidak terjadi endemik, peningkatkan masalah kebersihan, perbaikan gizi dan tata laksana pemeliharaan. Hewan harus terawat dengan cara memandikan secara teratur, pemberian makanan yang sehat dan bergizi sangat diperlukan untuk anjing. Vaksinasi adalah pencegahan yang baik. Dan di Indonesia pemakaian vaksin dermatofit belum dilaksanakan.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad., R.Z. 2009. Permasalahan & Penanggulangan Ring Worm Pada Hewan. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.

Boel., T. 2009. Mikosis superficial. Fakultas kedoteran gigi. Universitas Sumatera Utara.

Pohan., A. 2009. Bahan Kuliah Mikologi.
arthur@fk.unair.ac.id.

Kurniati, Cita Rosita SP Dept./SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya. BIKKK_vol 20 no 3_des 2008_Acc_3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar