BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Virus
adalah micro organisme yang bersifat parasit dengan menginfeksi atau
memanfaatkan sel organisme biologis mahluk hidup lainnya seperti manusia,
hewan, tanaman sebagai inangnya. Virus tumbuh dan berkembang biak di sel
organisme biologis mahluk hidup lain karena virus hanya terdiri dari selubung
protein yang terbentuk dari DNA atau RNA saja dan tidak memiliki perlengkapan
selular untuk bereproduksi.
Selama
bertahun-tahun terdapat anggapan bahwa sangatlah sulit untuk mendapatkan
kemoterapi antivirus dengan selektivitas yang tinggi. Siklus replikasi virus
yang dianggap sangat mirip dengan metabolisme normal manusia menyebabkan setiap
usaha untuk menekan reproduksi virus juga dapat membahayakan sel yang
terinfeksi. Bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengertian yang
lebih dalam mengenai tahap-tahap spesifik dalam replikasi virus sebaga target
kemoterapi anti virus, semakin jelas bahwa kemoterapi pada infeksi virus dapat
dicapai dan reproduksi virus dapat ditekan dengan efek yang minimal pada sel
hospes.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas adapun rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai
berikut.
1)
Apa yang dimaksud dengan virus?
2)
Apa saja
golongan dari obat-obat anti virus dan bagaimana kinerja dari obat- obat tersebut?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan yang
hendak dicapai dalam pembuatan paper ini adalah sebagai berikut.
1)
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan virus.
2)
Untuk mengetahui
golongan obat-obat dan kinerja dari
obat yang termasuk anti virus.
1.4
Manfaat
Manfaat
dari pembuatan paper ini adalah paper ini dapat membantu memberikan informasi
bagi mahasiswa yang sedang dalam proses pembelajaran kerja obat-obat antivirus.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Virus
Virus
( Sansk, visham = racun ) adalah mikroorganisme hidup yang terkecil (besarnya
20-300 mikron), kecuali prion, yaitu virus penyebab penyakit sapi gila BSE dan
p. Creutzfeldt-Jakob yang k.l. 100 kali lebih kecil. Virus hanya dapat dilihat
dengan mikroskop-elektron ( dengan pembesaran maksimal 200.000 kali ) dan tidak
dengan mikroskop biasa ( dengan pembesaran maksimal 4.000 kali ). Virus adalah
jasad biologis, bukan hewan, bukan tanaman, tanpa struktur sel dan tidak
berdaya untuk hidup dan memperbanyak diri secara mandiri. Virus merupakan
parasit yang hanya dapat hidup di dalam sel-sel yang dimasukinya. Di situ virus
memperbanyak diri dengan jalan mengambil-alih seluruh metabolismenya. Akhirnya,
sel-sel tersebut mati.
Virus
hanya dapat ditanggulangi oleh antibodies selama masih berada di dalam darah.
Bila virus sudah masuk ke dalam sel, segera system-interferon dengan khasiat
antiviralnya turun tangan, lazimnya dalam beberapa jam setelah dimulainya
infeksi. Interferon adalah protein yang dibentuk oleh sel-sel terinfeksi virus
dengan maksud melindungi sel-sel lain terhadap penyebaran infeksi .Virus tidak
bisa membiak lagi dalam sel-sel yang telah berkontak dengan interferon. Selama
bertahun – tahun terdapat anggapan bahwa sangatlah sulit untuk mendapatkan kemoterapi
antivirus dengan selektivitas yang tinggi. Siklus replikasi virus yang dianggap
sangat mirip dengan metabolisme normal manusia menyebabkan setiap usaha untuk
menekan reproduksi virus juga dapat membahayakan sel yang terinfeksi. Bersamaan
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengertian yang lebih dalam mengenai
tahap-tahap spesifik dalam replikasi virus sebagai target kemoterapi antivirus,
semakin jelas bahwa kemoterapi pada infeksi virus dapat dicapai dan reproduksi
virus dapat ditekan dengan efek yang minimal pada sel hospes.
Siklus
replikasi virus secara garis besar dapat dibagi menjadi 10 langkah: adsorpi
virus ke sel (pengikatan , attachment), penetrasi virus ke sel, uncoating
(dekapsidasi), transkripsi tahap awal, translasi tahap awal, replikasi genom
virus, trankripsi tahap akhir, assembly virus dan penglepasan virus. HIV juga
mengalami tahapan-tahapan diatas dengan beberapa modifikasi yaitu pada
transkripsi awal (tahap4) yang diganti dengan reversetranscription; translasi
awal (tahap5) diganti dengan integrasi; dan tahap akhir (assembly dan
penglepasan) terjadi bersamaan sebagai proses “ budding “ dan diikuti dengan
maturasi virus. Semua tahap ini dapat menjadi target intervensi kemoterapi.
Selain
dari pada tahapan yang spesifik pada replikasi virus, ada sejumlah enzim hospes
dan proses-proses yang melibatkan sel hospes yang berperan dalam sintesis
protein virus. Semua proses ini juga dapat dipertimbangkan sebagai target
kemoterapi antivirus.
2.2 Golongan Obat-Obat Anti Virus
Obat
antivirus yang akan dibahas dalam tiga bagian besar yaitu pembahasan mengenai :
1. Antivirus
Hervers
2. Anti
Retrovirus
3. Antivirus
Influenza
1)
Antivirus
hervers
Virus
hervers dihubungkan dengan spectrum luas penyakit-penyakit, yaitu bisul dingin,
essencevalitis, dan infeksi genital, yang terakhir merupakan bahaya untuk bayi
baru lahir selama persalinan. Obat-obat yang efektif terhadap virus ini bekerja
selama fase akut infeksi virus dan tidak memberikan efek pada fase laten.
Kecuali foskarnet, obat-obat tersebut adalah analokpurin atau pirimidin yang
menghambat sintesis virus DNA. Obat yang
termasuk kedalam antivirus untuk herves adalah sebagai berikut :
a. Acyclovir
Acyclovir merupakan obat
antivirus yang paling banyak digunakan karena efektif terhadap virus herpers. Mekanisme kerja dari Acyclovir, suatu analog
guanosin yang tidak mempunyai gugus
glukosa, mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode hervers
virus, timidinkinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan.
Analokmonofofat diubah ke bentuk di-dantrifosfat oleh sel pejamu. Trifosfatacyclovir berpacu dengan
deoksiguanosintrifosfat (dGTP) sebagai suatu subsrat untuk DNA
polymerase dan masuk ke dalam DNA virus yang menyebabkan terminasi rantai DNA
yang premature. Ikatan yang irrevelsibel
dari template primer yang mengandung acyclovir ke DNA polymerase melumpuhkan
enzim. Zat ini kurang efektif terhadap enzim penjamu.
Resistensi
dari Acyclovir,
Timidinkinase yang sudah berubah atau berkurang dan polymerase DNA telah
ditemukan dalam beberapa strain virus yang resisten. Resistensi terhadap
acyclovir disebabkan oleh mutasi pada gen timidinkinase virus atau pada gen DNA
polymerase. Mekanisme kerja analog purin dan pirimidin adalah acyclovir dimetabolisme oleh
enzim kinase virus menjadi senyawa intermediet. Senyawa intermediet acyclovir (obat obat seperti
idosuridin, sitarabin, vidaradin,
dan zidovudin) dimetabolisme lebih lanjut oleh enzim kinase sel hospes menjadi
analog nukleotida, yang bekerja menghambat replikasi virus.
Indikasi dari Acyclovir adalah infeksi HSV-1 dan HSV-2
baik local maupun sistemik (termasuk keratitisherpetic, herpeticensefalitis,
herpes genitalia, herpes neonatal, dan herpes labialis.) dan infeksi
VZV(varisela dan herpes zoster). Karena kepekaan acyclovir terhadap VZV kurang
dibandingkan dengan HSV, dosis yang diperlukan untuk terapi kasus varisela dan
zoster lebih tinggi daripada terapi infeksi HSV.
Dosis
dari Acyclovir adalah untuk herpes genital
yaitu 5Xsehari 200mg tablet, sedangkan untuk herpes zoster ialah 4x400mg
sehari. Penggunaan topical
untuk keratitis herpetic
adalah dalam bentuk krim ophthalmic 3% dank rim 5% untuk herpes labialis. Untuk
herpes ensefalitis, HSV berat lain nya dan infeksi VZV digunakan
asiklovirintravena 30mg/kgBBperhari.
Farmakokinetik
dari Acyclovir adalah pemberian obat bisa
secara intravena, oral atau topical. Efektivitas pemberian topical diragukan karena obat
tersebar keseluruh tubuh,
termasuk
cairan serebrospinal. Acyclovir sebagian dimetabolisme menjadi produk yang
tidak aktif. Ekskresi ke dalam urine terjadi
melalui filtrasi glomerular dan sekresi tubular.
Efek
samping dari Acyclovir adalah efek sampingnya tergantung pada cara
pemberian. Misalnya, iritasi local dapat terjadi dari pemberian topical, sakit
kepala, diare, mual,
dan muntah merupakan hasil pemberian oral , gangguan fungsi ginjal dapat timbul
pada dosis tinggi atau pasien dehidrasi yang menerima obat secara intravena.
b. Gancyclovir
Gancyclovir berbeda dari acyclovir dengan adanya
penambahan gugus hidroksimetilpadaposisi 3’ rantai samping asikliknya. Metabolisme dan
mekanisme kerjanya sama dengan acyclovir.
Yang sedikit berbeda adalah pada gancyclovir terdapat karbon 3’ dengan gugus
hidroksil, sehingga masih memunginkan adanya perpanjangan primer dengan
template jadi gancyclovir
bukanlah DNA chainterminator yang absolute seperti acyclovir.
Mekanisme kerja dari gancyclovir adalah gancyclovir diubah
menjadi ancyclovirmonofosfat
oleh enzim fospotranverase yang dihasilkan oleh sel yang terinfeksi sitomegalovirus. Gancyclovir monofospat merupakan
sitrat fospotranverase yang lebih baik dibandingkan dengan acyclovir. Waktu paruh
eliminasi gancyclovirtrifospat sedikitnya adalah
12
jam, sedangkan acyclovir
hanya 1-2 jam. Perbedaan inilah yang menjelaskan mengapa gancyclovir lebih
superior dibandingkan dengan acyclovir untuk terapi penyakit yang disebabkan
oleh sitomegalovirus.
Resistensi dari gancyclovir adalah Sitomegalovirus dapat
menjadi resisten terhadap gancyclovir oleh salah satu dari dua mekanisme penurunan fosporilasigancyclovir
karena mutasi pada fospotranverase virus yang dikode oleh gen UL97 atau karena
mutasi pada DNA polymerasevirus.
Varian virus yang sangat resisten pada gancyclovir disebabkan
karena mutasi pada keduanya
(
Gen UL97 dan DNA polymerase) dan dapat terjadi resistensi silang terhadap
sidofovir atau foskarnet.
Indikasi dari Gancyclovir adalah Infeksi CMV, terutama
CMV retinitis pada pasien immunocompromised (misalnya : AIDS), baik untuk
terapi atau pencegahan. Sediaan
dan Dosis dari Gancyclovir adalah untuk induksi diberikan
IV 10 mg/kg per hari (2 X 5 mg/kg, setiap 12 jam) selama 14-21 hari,dilanjutkan
dengan pemberian maintenanceperoral 3000mg per hari (3 X sehari 4 kapsul @ 250
mg). Inplantsiintraocular (intravitreal) 4,5 mg gancyclovir sebagai terapi local CMV
retinitis.
Efek samping dari Gancyclovir adalah mielosupresi dapat
terjadi pada terapi dengan gancyclovir. Neotropenia terjadi pada 15-40 % pasien
dan trombositopenia terjadi pada 5-20 %. Zidovudin dan obat sitotoksik lain
dapat meningkatkan resiko
toksisitas
gancyclovir. Obat-obat nefrotoksik dapat mengganggu ekskresi gancyclovir.
Probenesit dan acyclovir
dapat mengurangi klirensrenalgancyclovir.
Rekombinan koloni stimulatingfactor (G-CSF, filgastrim, lenogastrim) dapat
menolong dalam penanganan neutropenia yang disebabkan oleh gancyclovir.
c. Famcyclovir
Suatu analog asiklik dari 2’
deoksiguanosin, merupakan prodruk yang dimetabolisme menjadi cyclovir aktif.
Spectrum antivirus sama dengan gancyclovir tetapi wakyu ini disetujui hanya
untuk pengobatan herpes zoster akut. Obat efektif peroral. Efek samping dari
famcyclovir adalah adanya rasa sakit kepala dan mual. Penelitian pada hewan
percobaan menujukan peningkatan terjadinya adenokarsinomamamae dan
toksisitastesticular.
d. Trifluridin
Trifluridin telah menggantikan obat
terdahulu yaitu idoksuridin pada pengobatan topical keratokonjungtivitis
yang disebabkan virus herpes simpleks. Seperti idoksuridin, analog pirimidin
ini masuk dalam DNA virus dan menghentikan fungsinya.
e.
Foskarnet
Tidak seperti kebanyakan obat antivirus
lainnya, foskarnet bukan analog purin atau pirimidin, obat ini adalah
fosfonoformat, suatu derivate pirofosfat. Meskipun
aktivitas antivirus invitro cukup luas, disetujui hanya sebagai pengobatan
retinitis sitomegalic pada pasien penderita HIV dengan tanggap imun yang lemah
terytama jika infeksi tersebut resisiten terhadap gancyclovir. Foskarnet
bekerja dengan menghamabat
polimerese
DNA & RNA secara reversible, yang mengakhiri elongasi rantai. Mutasi
struktur polymerase menyebabkan resistensi virus. Foskarnet sukar diabsorpsi
peroral harus disuntikan
intravena,
dan perlu diberikan berulang untuk menghindari relaps jika kadarnya turun.
Tersebar merata di seluruh tubuh. Lebih dari 10% masuk matriks tulang yang
secara lambat dilepaskan. Obat asli dikeluarkan oleh glamerolus dan sekresi
tubular masuk urine.
Tabel 1. Profil farmakokinetik antivirus Herves
Keterangan : AUC = area
under plasma concentration-time curve; CLcr =
klirens kreatinin dalam mL/menit; Scr = kadar kreatinin serum; ¯,
menurun; , meningkat; CFS = cerebrospinal fluid. * dikontraindikasi
pada gagal ginjal.
2)
Anti Retrovirus
Antiretrovirus terdiri dari :
a)
Nukleusidereversetranscriptaseinhhibiror
(NRTI)
b)
NNRTI (nonneokleosidereversetranscriptaseinhibitor)
c)
Proteaseinhibitor (PI)
a)
Nucleoside Reverse
Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Reversetranskripstase (RT ) mengubah RNA
virus menjadi DNA proviral sebelum bergabung dengan kromosom hospes. Karena
antivirus golongan ini bekerja pada tahap awal replikasi HIV, obat obat
golongan ini menghambat terjadinya infeksi akut sel yang rentan, tapi hanya
sedikit berefek pada sel yang telah terinfeksi HIV. Untuk dapat bekerja, semua
obat golongan NRTI harus mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes di
sitoplasma. Yang termasuk komplikasi oleh obat obat ini adalah asidosilaktat
dan hepatomegali berat dengan steatosis.
Yang termasuk kedalam golongan obat ini diantaranya :
1)
Zidovudin
Mekanisme
kerja dari zidovudin adalah targetnya yaitu enzim
reversetranscriptase (RT) HIV. Zidovudin bekerja dengan cara menghambat enzim
reversetranscriptase virus, setelah gugus asidotimidin (AZT) pada zidovudin
mengalami fosforilasi. Gugus AZT 5’- mono fosfat akan bergabung pada ujung 3’
rantai DNA virus dan menghambat reaksi reversetranscriptase.
Resistensi
dari zidovudin adalah resistensi
terhadap zidovudin disebabkan oleh mutasi pada enzim reversetranscriptase.
Terdapat laporan resisitensi silang dengan analog nukleosida lainnya. Spektrum aktivitas dari zidovudin
adalah HIV(1&2).
Indikasi
dari zidovudin adalah
infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (seperti lamivudin dan
abakafir). Farmakokinetik
dari zidovudin adalah obat
mudah diabsorpsi setelah pemasukan oral dan jika diminum bersama makanan, kadar
puncak lebih lambat, tetapi jumlah total obat yang diabsorpsi tidak
terpengaruh. Penetrasi melewati sawar otak darah sangat baik dan obat mempunyai
waktu paruh 1jam. Sebagian besar AZT mengalami glukuronidasi dalam hati dan
kemudian dikeluarkan dalam urine.
Dosis
dari zidovudin adalah
Zidovudin tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, tablet 300 mg dan sirup 5 mg
/5ml disiperoral 600 mg / hari. Efek samping
dari zidovudin adalah anemia, neotropenia, sakit kepala,
mual.
2)
Didanosin
Mekanisme
kerja dari didanosin adalah Obat ini
bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus. Resistensi dari didanosin adalah resistensi
terhadap didanosin disebabkan oleh mutasi pada reversetranscriptase. Spektrum aktivitas dari didanosin adalah HIV (1
& 2).
Indikasi
dari didanosin adalah Infeksi
HIV, terutama infeksi HIV tingkat lanjut, dalam kombinasi anti HIV lainnya. Farmakokinetik dari didanosin adalah karena
sifat asamnya, didanosin diberikan sebagai tablet kunyah, buffer atau dalam
larutan buffer. Absorpsi cukup baik jika diminum dalam keadaan puasa, karena
makanan menyebabkan absorpsi kurang. Obat masuk system saraf pusat tetapi
kurang dari AZT. Sekitar 55% obat diekskresi dalam urine.
Dosis
dari didanosin adalah tablet
dan kapsul salut entericperoral 400 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi. Efek samping dari didanosin adalah diare,
pancreatitis, neuripati perifer.
3)
Zalsitabin
Mekanisme
kerja dari zalsitabin adalah obat ini
bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus. Resistensi dari zalsitabin adalah resistensi
terhadap zalsitabin disebakan
oleh mutasi pada reversetranscriptase. Dilaporkan ada resisitensi silang dengan
lamivudin. Spektrum aktivitas dari zalsitabin adalah HIV (1
& 2).
Indikasi
dari zalsitabin adalah Infeksi
HIV, terutama pada pasien HIV dewasa tingkat lanjut yang tidak responsive
terhadap zidovudin dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (bukan zidanudin).
Farmakokinetik
dari zalsitabin adalah zalsitabin
mudah diabsorpsi oral, tetapi makanan atau MALOX TC akan menghambat absorpsi
didistribusi obat ke seluruh tubuh tetapi penetrasi ke ssp lebih rendah dari
yang diperoleh dari AZT. Sebagai obat dimetabolisme menjadi DITEOKSIURIDIN yang
inaktif. Urin adalah jalan ekskresi utama meskipun eliminasi pekal bersama
metabolitnya.
Dosis
dari zalsitabin adalah
Diberikan peroral 2,25 mg / hari(1 tablet 0,75 mg tiap 8 jam). Efek samping dari zalsitabin adalah neuropati
perifer, stomatitis, ruam dan pancreatitis.
4)
Stavudin
Mekanisme
kerja dari stavudin adalah obat ini
bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukkan rantai DNA virus. Resistensi dari stavudin adalah disebabkan
mutasi pada RT kodon 75 dan kodon 50. Spektrum aktivitas dari stavudin adalah HIV tipe
1 dan 2. Indikasi dari stavudin adalah Infeksi
HIV terutama HIV tingkat lanjut, dikombinasikan dengan anti HIV lainnya.
Farmakokinetik
dari stavudin adalah Stavudin
adalah analog timidin dengan ikatan rangkap antara karbon 2’ dan 3’ dari
gula.Stavudin harus diubah oleh kinaseintraselular menjadi triposfat yang
menghambat transcriptasereverse dan menghentikan rantai DNA. Dosis dari stavudin adalah per oral
80 mg/hari (1 kapsul 40 mg, setiap 12 jam). Efek samping dari stavudin adalah neuropatiperiver,
sakit kepala, mual, ruam.
5)
Lamivudin
Mekanisme
kerja dari lamivudin adalah Obat ini
bekerja pada HIV RT dan HBV RT dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA
virus. Resistensi dari lamivudin adalah
disebabkan pada RT kodon 184. Terdapat laporan adanya resistensi silang dengan
didanosin dan zalsitabin.
Spektrum
aktivitas dari lamivudin adalah HIV (
tipe 1 dan 2 ) dan HBV. Indikasi
dari lamivudin adalah Infeksi
HIV dan HBV, untuk infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya
(seperti zidovudin,abakavir).
Farmakokinetik
dari lamivudin adalah ketersediaan
hayati lamivudin per oral cukup baik dan bergantung pada ekskresi ginjal. Dosis
dari lamivudin adalah per oral
300 mg/ hari ( 1 tablet 150 mg, 2x sehari atau 1 tablet 300 mg 1x sehari ).
Untuk terapi HIV lamivudin, dapat dikombinasikan dengan zidovudin atau
abakavir. Efek
samping dari lamivudin adalah sakit
kepala dan mual.
6)
Emtrisitabin
Mekanisme
kerja dari emtrisitabin adalah
merupakan derivate 5-fluorinatedlamivudin. Obat ini diubah ke bentuk triposfat oleh ensim selular. Mekanisme
kerja selanjutnya sama dengan lamivudin. Resistensi dari emtrisitabin adalah
resistensi silang antara lamivudin dan emtrisitabin. Indikasi dari emtrisitabin adalah
Infeksi HIV dan HBV. Dosis
dari emtrisitabin adalah
per oral 1x sehari 200 mg kapsul.
Efek
samping dari emtrisitabin adalah
nyeri abdomen, diare, sakit kepala, mual dan ruam.
7)
Abakavir
Mekanisme
kerja dari abakavir adalah bekerja
pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus. Resistensi dari abakavir adalah disebabkan
mutasi pada RT kodon 184,65,74 dan 115. Spektrum aktivitas dari abakavir adalah HIV (
tipe 1 dan 2 ). Indikasi
dari abakavir adalah Infeksi
HIV. Dosis
dari abakavir adalah per oral
600mg/hari (2 tablet 300 mg).
Efek
samping dari abakavir adalah mual
,muntah, diare, reaksi
hipersensitif (demam, malaise, ruam), ganguan gastrointestinal.
b) Non-
Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
Merupakan kelas obat yang menghambat
aktivitas enzim reverstranscriptase dengan cara berikatan ditempat yang dekat
dengan tempat aktif enzim dan menginduksi perubahan konformasi pada situs akif
ini. Semuasenyawa NNRTI dimetabolisme oleh sitokrom P450 sehingga cendrung
untuk berinteraksi dengan obat lain.
1)
Nevirapin
Mekanisme
kerja dari nevirapin adalah Bekerja
pada situs alosterik tempat ikatan nonsubtract HIV-1 RT. Resistensi dari nevirapin adalah disebabkan
oleh mutasi pada RT. Spektrum
aktivitas dari nevirapin adalah
HIV ( tipe 1 ). Indikasi
dari nevirapin adalah infeksi
HIV-1 dalam kombinasi dengan anti-HIV,lainnya terutama NRTI.
Dosis
dari nevirapin adalah per oral
200mg /hari selama 14 hari pertama (satu tablet 200mg per hari), kemudian 400mg
/ hari (2 x 200 mg tablet).
Efek
samping dari nevirapin adalah ruam,
demam, fatigue, sakit kepala, somnolens dan peningkatan enzim hati.
2)
Delavirdin
Mekanisme
kerja dari delavirdin adalah sama dengan devirapin. Resistensi dari delavirdin adalah disebabkan
oleh mutasi pada RT. Tidak ada resistensi silang dengan nefirapin dan
efavirens. Spektrum
aktivitas dari delavirdin adalah
HIV tipe 1. Indikasi
dari delavirdin adalah Infeksi
HIV-1, dikombinasi dengan anti HIV lainnya terutama NRTI. Dosis dari delavirdin adalah per oral
1200mg / hari ( 2 tablet 200mg 3 x sehari ) dan tersedia dalam bentuk tablet
100mg. Efek
samping dari delavirdin adalah Ruam,
penningkatan tes fungsi hati, menyebabkan neutropenia.
c) Protease
Inhibitor ( PI )
Semua PI bekerja dengan cara berikatan
secara reversible dengan situs aktif HIV protease. HIV-protease sangat
penting untuk infektivitas virus dan penglepasanpoliprotein virus. Hal ini
menyebabkan terhambatnya penglepasan polipeptida prekusor virus oleh enzim
protease sehingga dapat menghambat maturasi virus, maka sel akan menghasilkan
partikel virus yang imatur dan tidak virulen.
1)
Sakuinavir
Mekanisme
kerja dari sakuinavir adalah sakuinavir
bekerja pada tahap transisi merupakan HIV proteasepeptidomimeticinhibitor. Resistensi dari sakuinavir adalah terhadap
sakuinavir disebabkan oleh mutasi pada enzim protease terjadi resistensi silang
dengan PI lainnya. Spektrum aktivitas dari
sakuinavir adalah HIV (1 & 2) Indikasi dari sakuinavir adalah Infeksi
HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lain (NRTI dan beberapa PI seperti
ritonavir).
Dosis
dari sakuinavir adalah per oral
3600mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X sehari) atau 1800mg / hari (3
hard gel capsule 3 X sehari), diberikan bersama dengan makanan atau sampai
dengan 2 jam setelah makan lengkap. Efek samping dari sakuinavir adalah diare, mual, nyeri pada abdomen.
2)
Ritonavir
Mekanisme
kerja dari ritonavir adalah sama dengan sakuinavir. Resistensi dari ritonavir adalah terhadap ritonavir
disebabkan oleh mutasi awal pada proteasekodon 82. Spektrum aktivitas dari ritonavir adalah HIV (1
& 2 ). Indikasi
: Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (NRTI dan PI seperti
sakuinavir ). Dosis
dari ritonavir adalah per
oral 1200mg / hari (6 kapsul 100mg, 2 X sehari bersama dengan makanan ). Efek samping dari ritonavir adalah mual,
muntah , dan diare.
3)
Antivirus Untuk
Influenza
Pengobatan untuk infekksi antivirus pada
saluran pernapasan termasuk influenza tipe A & B, virus sinsitial
pernapasan (RSV). Obat antivirus
Influenza diantaranya :
a)
Amantadin dan
Rimantadin
Amantadin dan rimantadin memiliki
mekanisme kerja yang sama. Efikasi keduanya terbatas hanya pada influenza A
saja.
Mekanisme
kerja dari Amanatadin dan rimantadin adalah
Amanatadin
dan rimantadin merupakan
antivirus yang bekerja pada protein M2 virus, suatu kanal ion transmembran yang
diaktivasi oleh pH. Kanal M2 merupakan pintu masuk ion ke virion selama proses
uncoating. Hal ini menyebabkan destabilisasi ikatan protein serta proses
transport DNA virus ke nucleus. Selain itu, fluks kanal ion M2 mengatur pH
kompartemen intraseluler, terutama aparatus Golgi.
Resistensi
dari Amanatadin dan rimantadin adalah
Influenza A yang resisten terhadap amantadin dan rimantidin belum merupakan
masalah klinik, meskipun beberapa isolate virus telah menunjukkan tingginya
angka terjadinya resistensi tersebut. Resistensi ini disebabkan perubahan satu
asam amino dari matriks protein M2, resistensi silang terjadi antara kedua
obat.
Indikasi
dari Amanatadin dan rimantadin adalah
pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A (Amantadin juga diindikasi
untuk terapi penyakit Parkinson).
Farmakokinetik
dari Amanatadin dan rimantadin adalah
kedua obat mudah diabsorbsi oral. Amantadin tersebar ke seluruh tubuh dab mudah
menembus ke SSP. Rimantadin tidak dapat melintasi sawardarah-otak sejumlah yang
sama. Amantadin tidak dimetabolisme secara luas. Dikeluarkan melalui urine dan
dapat menumpuk sampai batas toksik pada pasien gagal ginjal.
Rimantadindimetabolisme seluruhnya oleh hati. Metabolit dan obat asli
dikeluarkan oleh ginjal.
Dosis
dari Amanatadin dan rimantadin adalah
Amantadin dan rimantadin tersedia dalam bentuk tablet dan sirup untuk
penggunaan oral. Amantadin diberikan dalam dosis 200 mg per hari ( 2 x 100 mg
kapsul ). Rimantadin diberikan dalam dosis 300 mg per hari ( 2 x sehari 150 mg
tablet). Dosis amantadin harus diturunkan pada pasien dengan insufisiensirenal,
namun rimantadin hanya perlu diturunkan pada pasien dengan klirenskreatinin ≤
10 ml/menit.
Efek
samping dari Amanatadin dan rimantadin adalah
efek samping SSP seperti kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi, insomnia,
hilang nafsu makan. Rimantadin menyebabkan reaksi SSP lebih sedikit karena
tidak banyak melintasi sawar otak darah. Efek neurotoksikamantadin meningkat
jika diberikan bersamaan dengan antihistamin dan obat antikolinergik/psikotropik,
terutama pada usia lanjut.
b)
Inhibitor Neuraminidase (
Oseltamivir, Zanamivir )
Merupakan obat amtivirus dengan
mekanisme kerja yang sam terhadap virus influenza A dan B. Keduanya merupakan
inhibitor neuraminidase
yaitu analog asam N-asetilneuraminat ( reseptor permukaan sel virus influenza
), dan desain struktur keduanya didasarkan pada struktur neuraminidasevirion.
Mekanisme
kerjanya adalah
Asam N-asetilneuraminat merupakan komponen mukoprotein pada sekresi respirasi,
virus berikatan pada mucus, namun yang menyebabkan penetrasi virus ke permukaan
sel adalah aktivitas enzim neuraminidase. Hambatan terhadap neuraminidase
mencegah terjadinya infeksi. Neuraminidase juga untuk penglepasan virus yang
optimaldari sel yang terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus dan
intensitas infeksi. Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya
influenza dan menurunkan tingkat keparahan, jika penyakitnya berkembang.
Resistensi
menyebabkan adanya hambatan ikatan pada obat dan pada hambatan aktivitas enzim
neuraminidase. Dapat juga disebabkan oleh penurunan afinitas ikatan reseptor
hemagglutinin sehingga aktivitas neuraminidase tidak memiliki efek pada
penglepasan virus pada sel yang terinfeksi. Indikasinya yaitu terapi dan pencegahan
infeksi virus influenza A dan Dosis yang dipakai
Zanamivir diberikan per inhalasi dengan dosis 20 mg per hari (2 x 5 mg, setiap
12 jam) selama 5 hari. Oseltamivir diberikan per oral dengan dosis 150 mg per
hari (2 x 75 mg kapsul, setiap 12 jam) selama 15 hari. Terapi dengan
zanamivir/oseltamivir dapat diberikan seawal mungkin, dalam waktu 48 jam,
setelah onset gejala.
Efek
samping dari obat ini adalah pada terapi zanamivir mengakibatkan gejala saluran
nafas dan gejala saluran cerna, dapat menimbulkan batuk, bronkospasme dan
penurunan fungsi paru reversibel pada beberapa pasien. Terapi oseltamivir
mengakibatkan mual, muntah, nyeri abdomen , sakit kepala.
c)
Ribavirin
Ribavirin merupakan analog sintetik
guanosin, efektif terhadap virus RNA dan DNA. Mekanisme kerja dari ribavirin adalah ribavirin merupakan
analog guanosin yang cincin purinnya tidak lengkap. Setelah mengalami
fosforilasiintrasel, ribavirintrifosfat mengganggu tahap awal transkripsi
virus, seperti proses capping dan elongasim RNA serta menghambat
sintesis ribonukleoprotein.
Resistensi dari ribavirin adalah hingga saat ini belum
ada catatan mengenai resistensi terhadap ribavirin, namun pada percobaan
diLaboratorium menggunakan sel, terdapat sel-sel yang tidak dapat mengubah
ribavirin menjadi bentuk aktifnya.
Spektrum aktivitas dari ribavirin adalah virus DNA dan RNA,
khusunya orthomyxovirus
(influenza A dan B), para myxovirus ( cacar air, respiratory syncytial virus (RSV) dan
arenavirus (Lassa, Junin,dll).
Indikasi dari ribavirin adalah terapi infeksi RSV
pada bayi dengan resiko tinggi. Ribavirin digunakan dalam kombinasi dengan
interferon-α/ pegylatedinterferon – α untuk terapi infeksi hepatitis C.
Farmakokinetik dari ribavirin adalah ribavirin infektif diberikan per
oral dan intravena. Terakhir digunakan sebagai aerosol untuk kondisi
infeksivirus pernapasan tertemtu, seperti pengobatan infeksi RSV. Penelitian
distribusi obat pada primate menunjukkan retensi dalam semua jaringan otak.
Obat dan metabolitnya dikeluarkan dalam urine. Dosis dari ribavirin adalah per oral dalam dosis
800-1200 mg per hari untuk terapi infeksi HCV/ dalam bentuk aerosol (larutan 20
mg/ml).
Efek samping dari ribavirin adalah pada penggunaan oral /
suntikan ribavirin termasuk anemia tergantung dosis pada penderita demam Lassa.
Peningkatan bilirubin juga telah dilaporkan Aerosol dapat lebih aman meskipun
fungsi pernapasan pada bayi dapat memburuk cepat setelah permulaan pengobatan
aerosoldan karena itu monitoring sangat perlu. Karena terdapat efek
teratogenikpada hewan percobaan, ribavirin dikontraindikasikan
pada kehamilan.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Virus adalah micro organisme
yang bersifat parasit dengan menginfeksi atau memanfaatkan sel organisme
biologis mahluk hidup lainnya seperti manusia, hewan, tanaman sebagai inangnya.
Virus tumbuh dan berkembang biak di sel organisme biologis mahluk hidup lain
karena virus hanya terdiri dari selubung protein yang terbentuk dari DNA atau
RNA saja dan tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi.
Klasifikasi pembahasan obat antivirus
adalah terdiri dari antivirus untuk herpers, antivirus untuk influenza, dan antiretrovirus
yang terdiri dari nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NRTI), NNRTI
(non neokleoside reverse transcriptase inhibitor), dan
Proteaseinhibitor (PI),
Tujuan Terapi Virus adalah menurunkan
tingkat keparahan penyakit dan komplikasinya, serta menurunkan kecepatan
transmisi virus, sedangkan pasien dengan infeksi virus kronik, tujuan terapinya
adalah mencegah kerusakan oleh virus orgavisceral, terutama hati, paru-paru, saluran pencernaan dan Sistem Saraf Pusat.
3.2
Saran
Saya
menyadari paper ini belum seluruhnya sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat konstruktif, untuk kesempurnaan paper ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonymous,
2009. Obat-Obatan Antivirus.
http://blog.spot.co.id.obat-obatan antivirus//dokumenhtml diakses pada tanggal 28 November 2014
Anonymous,
2009. Farmakologi dan terapi obat
antivirus. http://blog.rileks.com.//farmakologi-dan-terapi/obat//antivirus diakses
pada tanggal 28
November 2014
Drs.Tan HoanTjay dan Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting ed. 6 depkes RI.
Jakarta.
Gunawan, Suilistia Gan. Dkk. 1995. edisi 4. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta; Gaya baru
Gunawan, Suilistia Gan. Dkk. 2007. edisi 5. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta; Gaya baru
Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta; EGC
Mary J.Mycek, Ph.D. dkk. 1995. Ed. 2. Farmakologi Ulasan bergambar.
Jakarta; EGC
Price,
Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi
Edisi 6. EGC:
Jakarta.
Priyanto. 2010. Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa Farmasi &
Keperawatan. Leskonfi : Jakarta.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja.
2002. Obat- Obat Penting. Gramedia:
Jakarta