Senin, 09 Maret 2015

farmakologi : interaksi obat

BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan manusia ataupun hewan.
Meskipun obat dapat menyembuhkan tetapi terdapat terdapat juga manusia atau hewan yang menderita keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai racun. Obat akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyalit dengan dosis dan waktu yang tepat.  Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebih maka akan menimbulkan keracunan dan bila dosisnya kecil tidak akan memperoleh penyembuhan.
Sangatlah penting untuk mengetahui bagaimana  interaksi obat yang benar supaya interaksi obat tersebut tidak merugikan. Interaksi obat dikatakan sebagai faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan yang diberikan. Umumnya obat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk ke dari lingkungan atau obat lain.

1.2         Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan interaksi obat ?
2.      Apa saja  obat yang terlibat dalam peristiwa interaksi tersebut?
3.      Apa saja yang termasuk dalam mekanisme interaksi obat ?
4.      Bagaimana interaksi obat dengan makanan ?
5.      Interaksi obat dengan obat lainnya ?
6.      Apa saja yang termasuk kedalam hasil interaksi obat ?




1.3            Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Farmakologi Veteriner I
2.      Untuk lebih mengenal dan memperdalam ilmu tentang interaksi obat
3.      Untuk mengetahui penertian dari interkasi obat
4.      Untuk mengetahui obat yang terlibat dalam peristiwa interaksi
5.      Untuk mengetahui mekanisme yang terjadi pada interkasi obat
6.      Untuk mengetahui hasil dari interaksi obat

1.4  Manfaat Penulisan
1           Terpenuhinya tugas individu mata kuliah “Farmakologi Veteriner I “
2           Bertambahnya wawasan mahasiswa kedokteran hewan mengenai ilmu farmakologi khususnya tentang interaksi obat.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1
.      Pengertian Interaksi Obat

Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuh ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh.
Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai,
- Terjadinya efek samping,
- Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan.

2.2             Obat yang Terlibat dalam Peristiwa Interaksi

Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat diantaranya :
a.       Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat lain.
b.       Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau atau efek obat lain.



1. Obat obyek
Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri :
a.       Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat-obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose response curve). Perubahan, misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.
b.      Obat-obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low toxic therapeutic ratio), artinya antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau perbedaanya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar)obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis. Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah dikurangi atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini juga sering dikenal dengan obat-obat dengan lingkupterapetik yang sempit (narrow therapeutic range).

Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam klinik meliputi,
·         antikoagulansia: warfarin,
·         antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,
·         hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,
·         anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,
·         glikosida jantung: digoksin,
·         antihipertensi,
·         kontrasepsi oral steroid,
·         antibiotika aminoglikosida,
·         obat-obat sitotoksik,
·         obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.


2. Obat presipitan
Obat-obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain. Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat dengan ciri sebagai berikut:

a.       Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat-obat yang masuk di sini misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain.

b.      Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang punya sifat sebagai perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamasepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan mempercepat eliminasi (metabolisme) obat-obat yang lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat-obat yang dapat menghambat metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol, fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan meningkatkan kadar obat obyek sehingga terjadi efek toksik.

c.       Obat-obat yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat-obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-obat golongan diuretika dan lain-lain.
Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak obat-obat lain diluar ketiga ciri ini tadi yang dapat bertindak sebagai obat presipitan dengan mekanisme yang berbeda-beda.



2.3.      Mekanisme Interaksi Obat
    Dalam perjalanannya, sejak dari proses fabrikasi hingga penggunaannya di dalam tubuh, obat atau senyawa obat dapat mengalami 3 mekanisme interaksi, yaitu :
1.      Interaksi farmasetik
         Interaksi farmasetik adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat  diformulasikan atau  disiapkan  sebelum obat  tersebut  digunakan   oleh pasien.
       Bentuk interaksi ini ada 2 macam :
      - Interaksi secara fisik : misalnya terjadi perubahan kelarutan
      - Interaksi secara khemis : misalnya terjadi reaksi satu dengan  yang   lain atau  terhidrolisisnya suatu  obat selama dalam proses pembuatan ataupun selama dalam penyimpana
Contoh :      a. Penurunan titik kelarutan
b. Reaksi hidrolisa saat pembuatan atau dalam penyiapan pada interaksi   kimia dapat menyebabkan inkompatibilitas sediaan obat.
2.  Interaksi farmakokinetik
        Interaksi ini terjadi perubahan dalam proses adsorbsi, distribusi, metabolisme, atau eksresi sehingga mengakibatkan perubahan efek obat dimana dapat meningkatkan atau mengurangi jumlah/konsentrasi obat.
Interaksi dalam proses Adsorbsi
              Interaksi obat dengan makanan/minuman (Food drug interaction) Sifat fisika kimia obat menentukan tempat absorpsi obat. Obat biasanya bersifat asam lemah atau basa lemah. Obat asam lemah akan diserap di lambung (jika diberikan secara oral dengan diminum, bukan di bawah lidah atau di dinding mulut bucal), sementara yang bersifat basa lemah akan diserap di usus yang lingkungannya memang lebih basa dibandingkan lambung.
              Kecepatan pengosongan lambung juga tak kalah penting untuk absorpsi obat secara oral. Semakin cepat pengosongan lambung, bagi obat bersifat asam akan merugikan karena hanya sejumlah kecil obat yang terserap, namun menguntungkan obat bersifat basa lemah karena segera mencapai tempat absorpsi di usus, segera terjadi proses penyerapan.
              Selain terkait sifat obat dan tempat absorpsi, makanan/minuman akan mempengaruhi bentuk obat. Obat seharusnya berbentuk molekul kecil untuk bisa terabsorpsi dengan baik. Maka perlu dilakukan uji disolusi/pelarutan obat saat dilakukan formulasi obat. Namun, hal lain yang perlu diwaspadai adalah adanya interaksi obat dengan makanan/minuman atau nutrien tertentu, sehingga terbentuk senyawa kompleks bermolekul besar yang menghalangi obat diabsorpsi.
Interaksi dalam proses adsorbsi dapat terjadi dengan berbagai cara, misalnya;
· Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat-obat seperti morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah absorbsi obat-obat lain.
· Makanan juga dapat mengubah adsorbsi obat-obat tertentu misal : umumnya antibiotika akan menurun adsorbsinya bila diberikan bersama dengan makanan.
Interaksi dalam proses Distribusi
Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-obatan dengan ikatan yang lebih kuat menggusur obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama terjadinya efek toksik.



Interaksi dalam proses Metabolisme
· Pemacuan Enzim (Enzyme induction)
Suatu obat (presipitan) dapat memacu metabolisme obat lain (obat objek) sehingga mempercepat eliminasi obat tersebut. Kenaikan kecapatan eliminasi (pembuangan atau inaktivasi) akan diikuti dengan menurunnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya. Obat-obat yang dapat memacu enzim metabolisme obat disebut sebagai enzyme inducer. Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni : Rifamicin, Antiepileptika.
· Penghambatan Enzim(Enzyme inhibitor)
Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat-obat yang mempunyai kemampuan menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal sebagai penghambat enzim. Akibat dari penghambatan metabolisme obat ini adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya, oleh karena terhambatnya prose eliminasi obat. Obat-obat yang dikenal dengan menghambat aktifitas enzim metabolisme obat adalah : kloramfenikol, simetidin, alourinol, dll.
Interaksi dalam proses Ekskresi
Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi ginjal dapat dipengaruhi oleh obat-obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara probenosid dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli sehingga proses sekresi penisilin terhambat, maka kadar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh.
Obat-obat diuretik menyebabkan retensi lithium karena hambatan pada proses sekresinya.


3. Interaksi Farmakodinamik

                         
Interaksi ini terjadi bila antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi aditif, sinergistik (saling memperkuat) atau antagonistik (saling meniadakan). Kebanyakan interaksi obat diakibatkan terjadinya perubahan adsorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Interaksi farmakodinamik dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
·         Interaksi langsung (direct interaction)
·         Interaksi tidak langsung (indirect interaction)

Interaksi langsung

Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada tempat atau reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda tetapi dengan hasil efek akhir yang sama atau hampir sama. Interaksi dua obat pada tempat yang sama dapat tampil sebagai antagonisme atau sinergisme. Interaksi langsung ini dapat terbagi lebih lanjut sebagai berikut.

a. Antagonisme pada tempat yang sama
Antagonisme adalah keadaan dimana efek dua obat pada tempat yang sama saling berlawanan atau menetralkan. Banyak contoh interaksi seperti ini, misalnya:
-           Pembalikan (penetralan) efek opiat oleh obat nalokson.
-           Pengobatan aritma yang disebabkan intoksikasi antidepresan triklisik dengan obat fisotigmin.
-            Pengobatan keracunan pestisida organofosfat dengan sulfas atropin untuk menetralisir efek-efek kolinergik yang terjadi.

b. Sinergisme pada tempat yang sama
Sinergisme adalah interkasi di mana efek dua obat yang bekerja pada tempat yang sama saling memperkuat. Walaupun banyak contoh interaksi yang merugikan dengan mekanisme ini tetapi banyak pula interaksi yang menguntungkan secara terapetik. Contoh-contoh interaksi ini, misalnya:
-           Efek obat pelemas otot depolarisasi(depolarizing muscle relaxants) akan diperkuat/ diperberat oleh antibiotika aminoglikosida, kolistin dan polimiksin karena keduanya bekerja pada tempat yang sama yakni pada motor end plate otot seran lintang.
-    Kombinasi obat beta-blocker dan Ca ++-channel blocker seperti verapamil dapat menyebabkanaritmia/asistole. Keduanya bekerja pada jaringan konduksi otot jantung yang sama.
c. Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir sama.
Obat-obat dengan efek akhir yang sama atau hampir sama, walaupun tempat kerja ata reseptornya berlainan, kalau diberikan bersamaan akan memberikan efek yang saling memperkuat. Misalnya,
-            Antara berbagai obat yang punya efek yang sama terhadap susunan saraf pusat, misalnya depresi susunan saraf pusat.
-           Kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan aminoglikosida
-           Kombinasi beberapa obat antihipertensi

  Interaksi tidak langsung

Interkasi tidak langsung terjadi bila obat presipitan punya efek yang berbeda dengan obat obyek, tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat obyek. Beberapa contoh antara lain,
·           Interaksi antara obat-obat yang mengganggu agregasi trombosit (salisilat, fenilbutason, ibuprofen, dipiridamol, asam mefenamat, dll.) dengan obat-obat antikoagolan seperti warfarin sehingga kemungkinan perdarahan lebih besar oleh karena gangguan proses hemostasis.
·           Obat-obat yang menyebabkan perlukaan gastrointestinal seperti aspirin, fenilbutason, indometasin, dan obatobat antiinflamasi non-steroid yang lain, bila diberikan pada pasien yang sedang mendapatkan antikoagulansia seperti warfarin, maka dapat terjadi perdarahan yang masif dari perlukaan tadi.
·           Obat-obat yang menurunkan kadar kalium akan menyebabkan peningkatan efek toksik glikosida jantung digoksin. Efek toksik glikosida jantung ini lebih besar pada keadaan hipokalemia. Tetapi sebaliknya hipokalemia akan mengurangi efek klinik obat-obat antiaritmia seperti lidokain, prokainamid, kinidin, dan fenitoin. Obat presipitan yang mengurangi kadar kalium terutama adalah diuretika.
·           Efek diuresis obat-obat diuretika tertentu seperti furosemid akan berkurang bila diberikan bersama dengan obat-obat antiinflamasi non-steroid seperti aspirin, fenilbutason, ibuprofen, indometasin, dll. Kemungkinan oleh karena penghambatan simtesis prostaglandin oleh obat-obat presipitan tersebut, yang sebenarnya diperlukan untuk menimbulkan efek diuretika furosemide.

2.4.      Interaksi Obat dengan Makanan
Ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat, perubahan tersebut dianggap sebagai interaksi obat-makanan. Interaksi seperti itu bisa terjadi. Tetapi tidak semua obat  dipengaruhi  oleh  makanan,  dan  beberapa  obat  hanya  dipengaruhi  oleh  makanan- makanan tertentu. Interaksi obat-makanan dapat terjadi dengan obat-obat yang diresepkan, obat yang dibeli bebas, produk herbal, dan suplemen. Meskipun beberapa interaksi mungkiberbahaya atau bahkan fatal pada kasus yang langka, interaksi yang lain bisa bermanfaat dan umumnya tidak akan menyebabkan perubahan yang berarti terhadap kesehatan tubuh.
Makanan dan obat dapat berinteraksi dalam banyak cara yang berbeda. Sering, zat tertentu di dalam makanan memberikan efek. Perubahan-perubahan lain dapat disebabkan oleh jumlah protein dalam diet anda, atau bahkan cara makanan tersebut disiapkan. Salah satu cara yang paling umum makanan mempengaruhi efek obat adalah dengan mengubah cara obat-obat tersebut diuraikan ( dimetabolisme ) oleh tubuh. Jenis protein yang disebut enzim, memetabolisme banyak obat. Beberapa makanan dapat membuat enzim-enzim ini bekerja lebih cepat atau lebih lambat, baik dengan memperpendek atau memperpanjang waktu yang dilalui obadi dalam tubuh.  Jika makanan mempercepaenzim, obaakan lebih singkat berada di dalam tubuh dan dapat  menjadi kurang efekteif.  Jika makanan memperlambat enzim, obat akan berada lebih lama dalam tubuh dan dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.
Kemungkinan-kemungkinan  yan menyebabkan  dapat  terjadiny interaksi  obat dengan makanan adalah :
1.      Perubahan motilitas lambung dan usus, terutama kecepatan pengosongan lambung dari saat masuknya makanan
2.      Perubahan pH, sekresi asam serta produksi empedu
3.      Perubahan suplai darah di daerah splanchnicus dan di mukosa saluran cerna
4.      Dipengaruhinya absorpsi obat oleh proses adsorpsi dan pembentukan kompleks
5.      Dipengaruhinya proses transport aktif obat oleh makanan

Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Obat dengan Makanan
Obat-obat yang dikonsumsi dapat saling   mempengaruhi yang dampaknya bisa negatif dan bisa juga positif bagi kesehatan.   Saling pengaruh yang terjadi bila kita menggunakan lebih dari 1 macam   obat disebut juga interaksi obat. Dalam praktek sehari-hari, interaksi obat   jarang dikatakan sebagai   akibat  kegagalan pengobatan. Sesungguhnya  pemberian obat  kepada   pasien  yang    terlampau banyak jenisnya, misalnya lebih dari 4 macam,  sangat potensial   menimbulkan efek yang tidak diinginkan akibat interaksi obat. Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh  obat  lain  yang diberikan bersamaan.  Kemungkinan   terjadinya    peristiwa    interksi    harus   selalu dipertimbangkan   dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampior   bersamaan. Tidak   semua   interaksi  obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan. Interaksi dapat membawa dampak yang   merugikan kalau terjadinya interaksi   tersebut   sampai   tidak   dikenali  sehingga   tidak   dapat dilakukan    upaya-upaya    optimalisasi.   Secara ringkas    dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai:
-   Terjadinya efek samping
-    Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi obat yaitu :
1.    Obat dengan indek terapi sempit.
2.    Obat yang mempunyai bioavaibilitas rendah.
3.    Formulasi obat.
4.    Stereokimia obat.
5.    Potensi obat.
6.    Obat yang mempunyai kurva dosis respon yang tajam / curam.
7.    Lama terapi / penggunaan obat.
8.    Dosis obat.
9.    Konsentrasi obat dalam darah dan jaringan (cairan tubuh).
10.    Waktu dan urutan penggunaan obat.
11.    Rute penggunaan obat
12.    Base line dari interaksi dan indek terapi.
13.    Jumlah obat yang mengalami metabolism.
14.    Kecepatan metabolisme obat
15.    Ikatan obat dengan protein
16.    Volume distribusi
17.    Problem farmakokinetik
2.5           Interaksi Obat dengan Obat Lainnya

Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi yang menguntungkan,
             Misalnya :     
 (1) Penicillin dengan probenesit: probenesit menghambat sekresi penicillin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penicillin dalam plasma dan dengan demikian meningkatkan efektifitas dalam terapi gonore;
   (2) Kombinasi obat anti hipertensi: meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping:
 (3) Kombinasi obat anti kanker: juga meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping
(4) kombinasi obat anti tuberculosis: memperlambat timbulnya resistansi kuman terhadap obat;
(5) antagonisme efek toksik obat oleh antidotnya masing-masing.

Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitotastik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang dipakai sekali-kali.

Faktor-faktor penunjang interaksi obat

Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena :
1.        Dokumentasinya masih sangat kurang;
2.        Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para dokter akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas seringkali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat sedangkan interaksi berupa penurunan efektifitas seringkali diduga akibat bertambahnya keparahan penyakit; selain itu, terlalu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit untuk diingat;
3.        Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual (populasi tertentu lebih peka misalnya berpenyakit parah, adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar individu ), penyakit tertentu ( terutama penyakit hati yang parah), dan faktor- faktor lain ( dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
Hal yang perlu diperhatikan pada interaksi obat
1. Tidak  semua obat yang berinteraksi signifikan secara klinik
2. Interaksi tidak selamanya merugikan.
3. Jika dua obat berinteraksi tidak berarti tidak boleh diberikan
4. Interaksi tidak hanya untuk terapi yang berbeda tetapi kadang untuk mengobati  penyakit yang sama.
5. Interaksi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pengobatan.

Guna interaksi obat, diantaranya yaitu :
1.        Meningkatkan kerja dari obat
Contoh : sulfametoksasol, analgetik dan kafein
2.        Mnegurangi efek samping
Contoh : anestetika dan adrenalin
3.        Memperluas spektrum
Contoh : kombinasi antiinfeksi
4.        Memperpanjang kerja obat
Probenesid dan penisilin.

2.6         Hasil Interaksi Obat
Hasil interaksi obat dengan obat adalah respon klinis atau farmakologis dari suatu pemberian kombinasi obat, yang berbeda dari yang seharusnya terjadi bila kedua obat-obat diberikansendiri-sendiri. Efek yang terjadi dapat berupa :
a.  Antagonisme (1+1<2)--> saling menurunkan khasiat dari masing-masing obat
     Kegiatan obat pertama dikurangi atau bahkan ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang memiliki khasiat farmakologis yang bertentangan, misalnya adrenalin dan histamin. Contoh : ekspektoran + antitusiv, adrenalin + antihistamin
b.  Sinergisme (1+1>2)
     Kerjasama antara dua obat dan dikenal ada dua jenis yaitu Adisi efek kombinas adalah sama dengan kegiatan dari masing-masing obat (1+1=2). 
Contoh : kombinasi asetosal dan parasetamol, juga trisulfa.
c.  Potensiasi (mempertinggi potensi). Kegiatan obat dipertinggi oleh obat kedua (1+1>2),Kedua obat dapat memiliki kegiatan yang sama seperti estrogen dan progesteron,sulfametoksasol dan trimethoprim asetosal  dan kodein. Atau satu obat tidak memiliki efek bersangkutan misalnya analgetik dan klorpromazin, benzodiazepin/meprobamat dan alkohol, penghambatan MAO dan amfetamin dan lainnya
Contoh : Sulfametoksasol + Trimetoprim --> efek sinergesme
                Amoxicillin + Asam Klavulanat --> Asam Klavulanat meningkatkan aktivitas amoksisilin karena dapat memproteksi cincin beta laktam dari    amoxicillin.



BAB III
PENUTUP
3.1      Kesimpulan
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama. Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersamaan,

6.2              Saran

Untuk menghindari interaksi obat yang tidak diinginkan maka sebaiknya
1.    Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika memang kondisi penyakityang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya. Misalnya:
·           pengobatan tuberkulosis,
·           pengobatan infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain.
2.        Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan, yakinkan bahwa tidak ada interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau dinamik
3.  Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat-obat yang sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi.
4. Bacalah label obat dengan teliti, apabila kurang memahami dapat ditanyakan dengan dokter yang meresepkan.
5.   Baca aturan pakai, label perhatian dan peringatan interaksi obat yang tercantum dalam label atau wadah obat. Bahkan obat yang dijual bebas juga perlu aturan pakai yang disarankan.
6.   Jangan campur obat dengan makanan atau membuka kapsul kecuali atas petunjuk dokter.





















DAFTAR PUSTAKA
M. Ashraf and  Raymon L. 2004, Handbook of Drug Interactions: A Clinical and Forensic Guide, 2nd Edition,Humana Press, Totowa New Jersey, 379-394            Brunton L., et al, 2008, Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics, Tenth Edition, McGraw-Hill Professional, Bethesda NY           Katzung.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta                        Lamid, Sofyan. Farmakologi Umum I. EGC: Jakarta
Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta             Nugroho, Endro Agung.2012.Prinsip Aksi dan Nasib Obat dalam tubuh.Pustaka Pelajar : Yogyakarta                                                                                               Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta                                            Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor).1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta Anonymous. 2012. Farmakologi dan Toksikologi : Jakarta                                Arimjie. 2012. Model Molekuler Interaksi Obat Reseptor : Bandung                 Ariamijaya, putu. 2011. Interaksi Obat dengan Makanan : Denpasar               Medicafarma. 2010. Interaksi Obat : Jakarta                                            Pharmacyrspuriindah. 2009. Drug Interaction : Jakarta                                       Farmasiiqbal. 2011. Interaksi Obat : Surabaya                                                                 
Anonim. Interaksi obat dalam klinik. UGM                                                        Farmasi Klinik (Clinical Farmacy). Mohamed aslam. Interaksi obat. UGM : Yogyakarta





                                     



Tidak ada komentar:

Posting Komentar